Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ceng Beng, Tradisi Ziarah Kubur dan Reuni Warga Tionghoa

Kompas.com - 08/04/2019, 19:09 WIB
Muhamad Syahri Romdhon,
Robertus Belarminus

Tim Redaksi


CIREBON, KOMPAS.com – Suasana area makam Kutiong Cirebon di Harjamukti, Kota Cirebon, yang diklaim sudah ada sejak abad 18, ramai pada Sabtu (5/4/2019) pagi.

Sejumlah warga keturunan Tionghoa berkumpul dan menggelar tradisi tahunan, yang dikenal Ceng Beng.

Beberapa warga tampak berpakaian khusus. Satu orang berjubah besar warna merah marun dan bertopi seperti mahkota, lima orang lainnya berjubah kuning, dan warga lainnya menggunakan pakaian biasa.

Baca juga: Prabowo Hadiri Acara Ramah Tamah dengan Warga Tionghoa di Medan

“Yang berpakaian merah marun adalah Vajra Charya dari Jakarta. Sedangkan lima lainya adalah perwakilan pengurus dari sejumlah Vihara Cirebon; Dewi Welas Asih, Budha Sasana, Maitreya, Zeng Fo Zong, dan Makin (Majelis Agama Konghucu),” kata Halim Eka Wardana, kepada Kompas.com, di lokasi.

Pria yang menjadi juru bicara acara tersebut mengatakan, tradisi yang sedang berlangsung, dalam bahasa Hokian disebut Ceng Beng, dan atau Qing Ming dalam bahasa lain. Kedua istilah terminologi tersebut memiliki tujuan sama yakni tradisi ziarah kubur untuk menghormati para leluhur.

Ceng Beng digelar pada 5 April setiap tahunnya. Lima hari sebelumnya, warga Tionghoa membersihkan dan merapihkan area makam bersama-sama, dan beribadah pada 5 April atau lima hari setelahnya.

Dalam tradisi itu, saat itu mereka tiba sejak pagi dan langsung menyediakan berbagai macam makanan-minuman.

Mereka kemudian menggelar ritual dan mendoakan para orangtua dan leluhur, baik yang dimakamkan di area setempat, maupun tempat lain. Prosesi Ceng Beng berlangsung sekitar 60 menit.

Usai berdoa, tiap warga menziarahi makam orangtua, sanak keluarga, serta leluhur masing-masing. Mereka merapihkan dan memperindah makam lalu mendoakan para leluhur dengan harapan Tuhan memberikan tempat terbaik.

“Bagi orang Tionghoa, ziarah ini wujud dari penghormatan kami kepada leluhur. Dalam posisi apapun di manapun berada, kami akan selalu kembali mengenang jasa-jasa leluhur dengan membersihkan, menabur bunga, dan lainnya. Ini juga upaya reuni antar keluarga dan warga Tionghoa,” terang Halim.

Baca juga: Cia Po, Jamu Tionghoa yang Disantap sebagai Lauk

Usai ziarah, para warga Tionghoa berbagi suka dan bahagia dengan memberikan paket sembako kepada warga sekitar. Tahun ini, panitia menyediakan sekitar 200 paket untuk para warga sekitar makam Kutiong.

Berharap perhatian pemerintah

Sejumlah warga Tionghoa mengikuti Tradisi Ceng Beng, di Makam Kutiong, Kecamatan Harjamukti, Kota Cirebon, Sabtu (6/4/2019). Mereka berharap perhatian pemerintah terhadap makam Kutiong dapat ditingkatkan. Kompas.com/ MUHAMAD SYAHRI ROMDHON Sejumlah warga Tionghoa mengikuti Tradisi Ceng Beng, di Makam Kutiong, Kecamatan Harjamukti, Kota Cirebon, Sabtu (6/4/2019). Mereka berharap perhatian pemerintah terhadap makam Kutiong dapat ditingkatkan.

Pria yang juga menjabat Humas Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Cirebon berharap, pemerintah Kota Cirebon dapat memberikan banyak perhatian terhadap makam Kutiong.

Makam Kutiong, kata Halim, adalah makam tertua dan pertama yang ada di sekitar Cirebon, yang sudah ada sejak sekitar abad 18.

Makam Kutiong memiliki banyak masalah, salah satunya soal pembongkaran, dan minimnya perawatan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com