Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ditetapkan Tersangka Korupsi Tanpa Audit dari BPK, Anggota DPRD NTT Praperadilkan Jaksa

Kompas.com - 14/02/2019, 08:09 WIB
Sigiranus Marutho Bere,
Robertus Belarminus

Tim Redaksi

SOE, KOMPAS.com - Anggota DPRD Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) Jefry Un Banunaek, melakukan praperadilan terhadap Kejaksaan Negeri Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS).

Politisi Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) itu, menempuh langkah hukum tersebut, lantaran ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi pembangunan Embung Mnela Lete di wilayah TTS.

Kasus itu telah disidangkan di Pengadilan Negeri Soe, Rabu (13/2/2019), dengan agenda keterangan saksi ahli.

Sidang gugatan praperadilan itu, akan diputuskan oleh hakim Pengadilan Negeri, Jumat (15/2/2019).

Selain Jefry, Kejaksaan Negeri TTS juga menetapkan empat orang tersangka lainnya, seperti Kepala Dinas PU Kabupaten TTS, Samuel Ngebu, Yohanes Fanggidae selaku direktur CV Belindo Karya yang mengerjakan proyek embung itu, dan Jemmi Binyamin Un Banunaek dan Thimotius Tapatap selaku konsultan pengawas.

Baca juga: Berantas Korupsi, Pemprov Sulut Gelar Rapat Evaluasi bersama KPK

Namun, dari lima orang tersangka itu, hanya tiga orang yang mempraperadilkan Kejaksaan Negeri TTS, yakni Jefry Un Banunaek, Benyamin Un Banunaek, dan Timotius Tapatap.

Kuasa Hukum Jefry dan dua rekannya, Yanto Ekon dan Rian Van Frits Kapitan, menilai, penetapan klien mereka sebagai tersangka itu cacat hukum.

Sebab, kata Yanto, ketiga kliennya tidak memiliki legalitas dengan perusahaan CV Belindo Berkarya yang melaksanakan pembangunan proyek Mnelete.

Embung Mnela Lete dikerjakan oleh CV Belindo Karya pada tahun 2015 dengan pagu anggaran Rp 756 juta.

Menurut Yanto, ketiga klienya hanya memiliki hubungan hukum dengan perusahaan pelaksana proyek dalam hal membantu menyediakan material, melakukan penyewaan alat berat, serta pengawasan lapangan selama pelaksanaan proyek tersebut.

Yanto mengatakan, terhadap penetapan ketiga kliennya sebagai tersangka Mnelete, Pihak Kejari TTS melakukan perhitungan kerugian negara dengan meminta bantuan dari ahli Politeknik Negeri Kupang dan tidak pernah menggunakan hasil perhitungan audit BPK.

"Sesuai ketentuan bahwa penetapan kerugian negara harus berdasarkan hasil audit BPK, namun dalam kasus ini, Kejari TTS melakukan perhitungan manual dengan menggunakan ahli dari Politeknik Negeri Kupang, dan membuat kesimpulan sendiri, kemudian menetapkan lima tersangka, termasuk ketiga klien kami yang saat ini melakukan prapid," kata Yanto.

Berdasarkan bukti-bukti yang sudah diajukan, berupa surat dan keterangan ahli, Yanto berharap, hakim praperadilan dapat menjatuhkan putusan sesuai dengan fakta-fakta yang sudah terungkap dalam persidangan.

Di tempat yang sama, saksi ahli Aksi Sinurat yang memberikan keterangan persidangan praperadilan itu, menegaskan kalau dalam menetapkan kerugian negara sesuai dengan ketentuan UUD 1945 dilakukan oleh Bdan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Baca juga: Pilpres 2019, Minus Gereget Pemberantasan Korupsi?

"Semua penetapan nilai kerugian negara harus sesuai dengan hasil perhitungan BPK, selain itu perhitungan dari BPKP serta hasil audit Inspektorat yang dapat menentukan nilai kerugian negara," kata Sinurat.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com