Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pasien DBD di RSHS Bandung Didominasi Anak di Bawah 15 Tahun

Kompas.com - 28/01/2019, 23:23 WIB
Agie Permadi,
Khairina

Tim Redaksi

BANDUNG, KOMPAS.com - Sejak awal Januari 2019 hingga tanggal 24 Januari 2019, pasien demam berdarah dengue (DBD) melonjak lima kali lipat di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung.

Dari puluhan pasien tersebut didominasi oleh anak berusia di bawah 15 tahun.

Hal tersebut diungkapkan Direktur Utama RSHS Bndung, dr.R Nina Susana Dewi, di RSHS Bandung, Senin (28/1/2019)

"Pasien (DBD) paling banyak rentang usia anak 15 tahun ke bawah," ujar Nina.

Sampai saat ini, kata Nina, pasien DBD masih terus meningkat di RSHS Bandung. Meskipun demikian, pihak rumah sakit masih mampu melayani dan menampung para pasien tersebut.

Pasalnya, pihak RSHS sudah menyiapkan pelayanan DBD dengan menggunakan pola ring 1,2, dan 3.

Baca juga: Kasus Demam Berdarah Meningkat, Bupati Gresik Temui Pasien di RS

Apabila pasien terus meningkat, ring 1 akan digunakan sehingga pasien masih bisa terlayani perawatannya di ruang anak dan penyakit dalam.

"Tapi apabila terus meningkat kami akan pindahkan ke ring 2, yakni di luar perawatan inap ibu dan anak. Kemudian, apabila itu juga tak tertampung kami akan mengeluarkan ring 3 yakni di selasar-selasar, dengan keadaan optimal untuk pasien. Namun saat ini masih ring 1 dan alhamdulilah semua pasien tertangani, tidak ada yang shock," pungkasnya.

Seperti diketahui, Januari 2019 ini pasien DBD di RSHS Bandung meningkat lima kali lipat. Di tahun 2018, pasien DBD hanya 8-10 pasien, Januari 2019 ini pasien mencapai lebih dari 55 pasien.

"Januari 2019 sudah lebih dari 55 pasien. Peningkatan lima kali lipat," katanya.

Kepala Divisi Infeksi KSM Anak RSHS Bandung Dr Djatnika Setiabudhi menjelaskan, bahwa DBD ini disebabkan oleh virus dengue yang dibawa oleh nyamuk Aedes aegypti di sekitar tempat induk nyamuk berkembang biak, seperti pada air yang tertampung di atas kaleng bekas, botol minuman, atau tempat penampungan lainnya.

Ketika seseorang yang sehat digigit, maka nyamuk itu akan mengisap darah dan virus itu akan masuk ke dalam tubuh yang digigitnya.

"Masa inkubasi 4-7 hari, jadi tidak digigit langsung demam. Perjalanan penyakit ini beberapa fase, pertama demam tinggi terus-terusan setiap hari, dan kalau diobati turun tapi nanti naik lagi," jelasnya.

Menurutnya, gejala awal orang yang terkena penyakit DBD ini bisa terlihat nyeri kepala, sendi dan badan, kemudian mual, muntah, dan nafsu makan berkurang.

"Dalam fase kritis, banyak orang yang terjadi pembuluh darah cairannya keluar dari tubuh, menyebabkan darah kental kemudian shock, bisa mengakibatkan kematian. Hal ini bisa terjadi pada hari keempat hingga keenam," terangnya.

Masa kritis, lanjutnya, bersamaan dengan suhu tubuh yang turun dan hal ini biasa dianggap demamnya turun, padahal ada dua kemungkinan ketika hal itu terjadi.

"Satu bisa saja sembuh atau sebaliknya terjadinya masa kritis. Bedanya kalau suhunya turun kondisi anaknya membaik, tapi kalau lebih lemas, nyeri perut, muntah-muntah, itu hati-hati harus segera ke IGD," tuturnya.

Karenanya, masyarakat harus mewaspadai apabila mengalami demam lebih dari dua hari.

"Bisa saja terkena demam berdarah," katanya. 

Kompas TV Mengantisipasi penyebaran kasus demam berdarah Dinas Kesehatan Sulawesi Utara melakukan sosialisasi penerapan teknologi perangkap larva nyamuk atau <em>lavitrap</em>. Sosialisasi ini dilakukan kepada Aparatur Sipil Negara dan petugas kesehatan. Pembuatan <em>lavitrap</em> dapat dilakukan dengan alat sederhana di antaranya botol bekas kain alat perekat dan air. <em>Lavitrap</em> berfungsi melokalisasi perkembanganbiakan nyamuk di lokasi yang kita tentukan. Sehingga nantinya dapat lebih mudah untuk diberantas. Diharapkan setelah dilakukannya sosialisasi ini Aparatur Sipil Negara dan petugas kesehatan selanjutnya dapat memberikan edukasi kepada masyarakat terkait pencegahan demam berdarah.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com