Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemotongan Nisan Salib di Kotagede Yogyakarta, Sultan HB X Minta Maaf

Kompas.com - 21/12/2018, 09:38 WIB
Wijaya Kusuma,
Caroline Damanik

Tim Redaksi

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Gubernur DIY Sri Sultan HB X menyampaikan permohonan maaf kepada keluarga almarhum Albertus Slamet Sugihardi dan Kevikepan DIY atas peristiwa pemotongan kayu nisan salib di Purbayan, Kotagede.

"Kepada Bu Slamet maupun kepada Vikep, saya menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya dari peristiwa yang ada ini. Biar pun tadi didengar ketidaksengajaan tetapi saya wajib sebagai pembina wilayah menyatakan permohonan maaf," ujar Sri Sultan dalam jumpa pers, Kamis (20/12/2018).

Video pernyataan lengkap Sultan dalam jumpa pers ini diunggah oleh Humas Pemda DIY di akun YouTube Humas Jogja.

Sultan menuturkan, peristiwa di Purbayan, Kotagede, ini harus menjadi pembelajaran bagi seluruh warga di Yogyakarta dalam menjaga toleransi dan harmonisasi kerukunan masyarakat agar tidak terulang kembali.

"Ini bagi kita pembelajaran semua, bagaimana masyarakat Yogya itu tetap menjaga toleransi, menjaga harmoninya sehingga masyarakat tetap rukun, damai, dan merasa aman dan nyaman tinggal di Yogyakarta," tegasnya.

Baca juga: Klarifikasi Lengkap Pemotongan Nisan Salib di Makam Kotagede Yogyakarta

Sebagai Gubernur, lanjut Sultan, dirinya memiliki kewajiban untuk tetap menjaga Yogyakarta menjadi wilayah yang bertoleransi tinggi sehingga siapa pun yang tinggal di Yogyakarta merasa aman dan nyaman.

"Apa artinya demokratisasi di Yogya paling tinggi kalau terjadi intoleransi yang akhirnya menimbulkan masalah, dampak yang merugikan kebersamaan sebagai masyarakat Yogyakarta," ucapnya.

Sri Sultan menuturkan, sebenarnya, hubungan antara warga di Purbayan, Kotagede, berjalan baik. Hubungan almarhum Slamet dan keluarga dengan warga sekitar, lanjut dia, terjalin baik selama ini. Keduanya pun aktif terlibat dalam kegiatan di masyarakat.

"Masyarakat melayat, ikut berperan mengantarkan jenazah dan sebagainya tanpa membeda-bedakan asal usul dan agamanya. Proses pemakaman itu, masyarakat dalam kondisi guyub rukun," tutur Sultan.

Menurut Sultan, memang sudah ada kesepakatan antara keluarga dan warga sebelum diputuskan untuk memotong nisan kayu berbentuk salib. Hanya saja, Sultan menilai ada ketidaktanggapan terhadap simbol-simbol keagamaan yang dijamin konstitusi.

Seharusnya, lanjut Sultan, setiap kesepakatan yang diambil, meski bertujuan untuk menjaga harmoni masyarakat, tak boleh bertentangan dengan konstitusi.

"Agama dan simbol-simbol keagamaan itu dijamin dalam konstitusi, di sini kita semua kurang tanggap terhadap simbol-simbol itu. Hanya mungkin mengambil praktisnya saja sebagai bentuk kompromi," tuturnya.

"Saya mengingatkan kepada pejabat wilayah harus bisa mengingatkan agar memberi tahu untuk tidak keliru dalam penerapan," tegasnya kemudian.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com