Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Indonesia Menari, Cara Dekatkan Warga Bandung dengan Tari Tradisional

Kompas.com - 15/10/2018, 21:59 WIB
Reni Susanti

Editor

BANDUNG, KOMPAS.com - Untuk kedua kalinya, Indonesia Menari digelar di Bandung. Tahun ini, kegiatan akan dilakukan 11 November 2018 di Paskal 23.

"Tahun ini ada di 4 kota yaitu Jakarta, Bandung, Solo, dan Semarang," ujar Deputy Program Bakti Budaya Djarum Foundation, Billy Gamaliel di Bandung, Senin (15/10/2018).

Billy menjelaskan, kegiatan ini menargetkan 4.500 peserta. Masyarakat dari berbagai aspek bisa turut serta baik dari perorangan, komunitas, sanggar tari, sekolah, hingga perguruan tinggi.

"Ga ada batasan usia. Tahun kemarin yang paling kecil usia 6 tahun," ungkapnya.

Baca juga: Risma: Waktu SD, Saya Sering Juara Tari Tradisional

Untuk tahun ini, seluruh peserta diwajibkan mengenakan kostum bertemakan etnik modern. Namun, tetap memberikan kebebasan peserta dalam berkreativitas dengan kostum mereka masing-masing.

"Mereka yang berminat tinggal daftar dan melihat gerakannya di YouTube," ucapnya.

Kegiatan ini, sambung Billy, berangkat dari kekhawatiran derasnya budaya populer dari luar yang masuk ke Indonesia. Budaya tersebut begitu cepat menyebar di masyarakat.

Melihat itu, pihaknya berinisiatif untuk menggelorakan tarian tradisional lewat Indonesia Menari. Biar kekinian, tarian yang disuguhkan dikreasikan dengan tarian modern. Durasinya sekitar 4 menit.

"Tahun ini ada 4 lagu tradisional Indonesia yang akan mengiringi Indonesia Menari," ungkapnya.

Baca juga: Melestarikan Tari Tradisional Aceh Sejak Dini

Koreografer Indonesia Menari 2018 Ufa Sofura mengaku, koreografi tariannya menggabungkan unsur tradisional dan modern.

"Yang digunakan lagu anak, jadi bukan tarian yang ada pakemnya. Misal gerakan tangan naik turun dikenal dari Papua. Jadi kita ambil ciri khasnya," ungkapnya.

Ufa mengaku mendapat tantangan tersendiri. Sebab biasanya, ketika mendengar lagu tradisional, bawaannya ingin menari tradisional.

Namun di sini, ia harus menggabungkan gerakan tradisional dengan modern secara seimbang. "Supaya imbang antara tradisional dan modern, saya bikin 50:50," pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com