Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hartawan, dari Morowali ke Banyuwangi untuk Belajar di Sekolah Tani

Kompas.com - 01/10/2018, 08:36 WIB
Kontributor Banyuwangi, Ira Rachmawati,
Reni Susanti

Tim Redaksi

BANYUWANGI, KOMPAS.com - Hartawan (23), warga Desa Pancamakmur, Kecamatan Soyojoya, Kabupaten Morowali Utara, Sulawesi Tengah memilih menempuh pendidikan sekolah tani di Kecamatan Wongsorejo, Kabupaten Banyuwangi, sejak 6 bulan terakhir.

Sekolah tani modern tersebut digagas Etos Agro dan Organization for Industrial, Spiritually, Culture and Advancement (OISCA), sebuah organisasi yang berbasis di Jepang.

Kepada Kompas.com, Senin (1/10/2018), Hartawan mengaku mengambil cuti dari kampusnya di Palu agar bisa konsentrasi menjadi petani.

Pilihannya untuk mengikuti pelatihan Smart Training Center (STC) OISCA Agro agar bisa mengembangkan hasil pertanian orangtuanya di Morowali Utara.

Baca juga: BERITA FOTO: Begini Kerusakan akibat Gempa dan Tsunami di Palu dan Donggala Terlihat dari Ketinggian

"Orangtua saya petani dan punya lahan 150 hektar di kampung. Tanah seluas itu oleh orangtua ditanami kakao, padi, dilam, vanili dan lada," kata lelaki kelahiran 25 Desember 1994 tersebut.

"Tapi itu kan lahan punya orangtua, bukan punya saya. Kemudian saya disuruh ikut pelatihan menjadi petani modern di Banyuwangi agar bisa mengembangkan pertanian di Morowali," tambahnya.

Hartawan mengatakan, selama sekolah tani di Banyuwangi, dia mempelajari pembibitan, persemaian, pengendalian hama penyakit, pasca panen hingga penjualan hasil pertanian.

Termasuk mengembangkan ilmu pengetahuan tentang pertanian yang selama ini dia dapatkan secara otodidak dari orangtuanya.

"Tapi saya fokus mempelajari melon dan cabai karena lebih cepat panen dan hasilnya bagus. Nanti akan saya coba tanam di kampung halamannya jika sudah pulang. Awal pelatihan hanya 6 bulan tapi diperpanjang sehingga total sekitar 9 bulan di Banyuwangi," jelas Hartawan.

Baca juga: 5 Berita Gempa Donggala yang Kamu Harus Tahu: 832 Tewas dan Kenapa Tsunami Palu Tak Terdeteksi?

Setelah lulus di sekolah tani, dia mengaku akan fokus menjadi petani dan menyelesaikan kuliahnya jurusan pendidikan di Palu.

Ilmu yang dia dapatkan, akan dikembangkan di kampung halamannya termasuk mengembangkan inovasi di bidang pertanian.

"Orangtua saya SD saja tidak lulus dan mereka yang mendorong saya untuk terus belajar. Saya tidak pernah malu menjadi petani dan itu sudah menjadi cita-cita saya. Sudah banyak rencana yang saya susun untuk mengembangkan pertanian di kampung halaman," jelasnya.

Sementara itu, Basoenondo Direktur STC OISCA Banyuwangi kepada Kompas.com menjelaskan, jika para peserta sekolah tani bukan hanya berasal dari Banyuwangi tapi dari luar Banyuwangi.

Selain mendapatkan pelatihan secara teknis di bidang pertanian, para peserta juga mendapatkan pembinaan karakter untuk bisa menjadi petani profesional.

"Sudah ada dua angkatan, untuk angkatan pertama sebanyak 20 orang dan angkatan kedua ada 23 orang. Semua kebutuhan mereka di sini juga ditanggung. Gratis," tuturnya.

"Kami ingin menciptakan petani-petani muda modern yang disiplin dan inovatif," ungkapnya.

Selain OISCA yang berbasis di Jepang, sekolah tani ini melibatkan beberapa kampus mulai dari Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Malang hingga National Chung Hsing University Taichung, Taiwan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com