Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menengok Masjid Tua Tanpa Kubah dan Menara di Purwakarta

Kompas.com - 27/08/2018, 12:43 WIB
Farida Farhan,
Farid Assifa

Tim Redaksi

PURWAKARTA, KOMPAS.comMasjid As Salaf di Kampung Ciganea, Desa Mekargalih, Kecamatan Jatiluhur, Purwakarta, Jawa Barat, sejak pertama kali didirikan itu mirip bangunan rumah biasa.

Konstruksinya dibangun tanpa kubah dan menara. Bahkan, masjid itu tidak menggunakan pengeras suara.

Ketua DPD Partai Golkar Jawa Barat Dedi Mulyadi mengatakan, masjid tersebut merupakan simbol cara para ulama menyampaikan dakwah Islam. Ia menilai, kekuatan ulama terdahulu terletak pada kekuatan kalimat dakwah.

“Pesan agama yang disampaikan ulama itu penuh kelembutan dan ketenangan. Para beliau tidak menjadikan panjang pendeknya kalimat sebagai perhatian utama. Sebab, kekuatan kalimat yang disampaikan itu paling penting,” kata Dedi usai beritikaf subuh di masjid tersebut, Senin (27/8/2018).

Ketenangan tersebut, menurut Dedi, menjadi teladan bagi jemaah dan masyarakat sekitar masjid. Sebab, ceramah kiai mengena ke dalam sanubari.

“Ucapannya memang tidak keras terdengar, tetapi amat jelas masuk ke dalam hati,” katanya.

Baca juga: Ribut di Halaman Masjid, Massa Pendukung dan Penolak Ganti Presiden Diusir

A’wan PCNU Purwakarta tersebut mengungkapkan pernah menawarkan bantuan saat masih menjabat sebagai bupati Purwakarta untuk renovasi masjid. Akan tetapi, Kiai Khudori, selaku pemilik, selalu menolaknya secara halus.

“Kalau untuk masjid, almarhum selalu menolak halus, jadi saat itu bantuannya dialihkan ke pesantren beliau,” ungkapnya.

Wasiat

Riwayat Masjid As-Salaf diceritakan oleh Kiai Hasan Basri, penerus Kiai Idris Khudori. Menurut dia, masjid tersebut sudah berdiri sejak 1960. Akibat pembangunan Tol Cipularang, masjid itu dipindahkan ke tempat kini dia berdiri.

Mekanisme pemindahan tersebut dikenal dalam Agama Islam sebagai ‘tabdil’. Yakni mengganti tanah dan bangunan wakaf dengan sesuatu yang sesuai dengan nilainya. Syaratnya, tanah dan bangunan pengganti itu harus difungsikan dengan fungsi sama.

“Sudah sejak 1960, keadaannya tidak menggunakan pengeras suara. Untuk semua kegiatan ya, baik azan maupun pengajian. Ini berdasarkan wasiat Kiai Idris Khudori,” ujar Kiai Hasan.

Baca juga: Bantahan Meiliana yang Dipenjara karena Keluhkan Pengeras Suara Azan Masjid

Bahkan, kata dia, semasa hidup, Kiai Idris Khudori kerap menyampaikan kepada para santri tentang sebuah nilai ibadah. Menurut dia, ibadah harus dilakukan dengan cara-cara yang tidak mengganggu lingkungan sekitar.

“Tujuannya agar tenang dan lebih khidmat. Jadi, tidak ada anggota masyarakat yang terganggu,” pungkasnya.

Kompas TV Berikut liputan selengkapnya dari Jurnalis KompasTV Cindy Permadi dan juru kamera Connie Pacifica.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com