Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengintip Tradisi Apitan Desa Guci, Warga Santap 500 Ekor Ayam

Kompas.com - 07/08/2018, 11:45 WIB
Puthut Dwi Putranto Nugroho,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

GROBOGAN, KOMPAS.com - Masyarakat Jawa kaya akan beragam jenis tradisi kebudayaan. Baik itu tradisi yang diwariskan oleh ajaran agama dari leluhur, tradisi yang lahir setelah masuknya pengaruh Islam di Jawa, maupun tradisi yang merupakan perpaduan dari ajaran leluhur dengan ajaran agama. Salah satu diantaranya adalah tradisi Apitan.

Tradisi Apitan dilaksanakan diantara dua hari raya Islam, yaitu Idul Fitri dan Idul Adha. Karenanya tradisi yang terjepit itu disebut Apitan atau pada bulan Dzulko'dah dalam kalender Islam dan orang-orang Jawa biasa menyebutnya bulan Apit.

Apitan atau sedekah bumi merupakan selamatan dalam rangka untuk mensyukuri nikmat Sang Pencipta. 

Warga Desa Guci, Kecamatan Godong, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah menggelar tradisi sedekah bumi atau apitan di jalan perkampungan setempat, Senin (06/08/2018).

Baca juga: Kisah Dua Desa yang Warganya Tak Boleh Saling Mencintai...

 

Dalam tradisi budaya yang berusia ratusan tahun itu, ratusan warga bersama-sama menyantap 500 ekor ayam kampung yang dimasak utuh dengan bumbu (ingkung). 

Nasi Ingkung di Desa Guci disajikan bercampur nasi, oseng tempe, mie goreng, tempe dan tahu dengan dibungkus daun pisang. Tradisi apitan ini merupakan bentuk rasa syukur warga atas hasil pertanian yang melimpah. 

Para bapak dari Desa Guci berdatangan menuju lokasi tradisi apitan sejak siang. Masing-masing membawa keranjang berisi nasi ingkung berbungkus daun pisang yang telah dimasak oleh para istri di rumah. 

Setelah 500 nasi ingkung yang diletakkan di jalan perkampungan setempat terkumpul, warga kemudian berkumpul untuk menggelar doa. Mereka duduk bersila secara lesehan di jalan beton dengan beralaskan tikar.

Usai doa rampung dipanjatkan, warga langsung beramai-ramai menyantap hidangan nasi ingkung di hadapan mereka. Dalam hitungan menit, ratusan nasi ingkung berbungkus daun pisang itu ludes. Hanya beberapa nasi ingkus yang tersisa dan dibawa pulang oleh warga.

Baca juga: Galak Gampil, Tradisi Berburu Sangu Riyoyo yang Sudah Eksis Sejak 1970-an

"Tradisi apitan dengan menyantap nasi ingkung ini sudah berlangsung ratusan tahun lalu. Warisan leluhur untuk perwujudan rasa syukur kepada Alloh SWT," kata tokoh masyarakat Desa Guci, Biyono (73) kepada Kompas.com.

Dijelaskan Biyono, ingkung adalah salah satu ubo rampe yang berupa ayam kampung yang dimasak utuh dan diberi bumbu opor, kelapa dan daun salam. Ubo rampe ingkung dimaksudkan untuk menyucikan orang yang punya hajat maupun tamu yang hadir pada acara hajatan.

Nama ingkung berasal dari bahasa Jawa, yakni kata "ing" atau "ingsung" yang berarti aku dan kata "manekung" yang bermakna berdoa dengan penuh khidmat.

"Ingkung ini mengibaratkan bayi yang belum dilahirkan, dengan demikian belum mempunyai kesalahan apa-apa atau masih suci. Selain itu Ingkung  juga dimaknai sebagai sikap pasrah dan menyerah atas kekuasaan Sang Khalik," ungkap Biyono.

Baca juga: Tradisi Kamomose, Tradisi Mencari Jodoh setelah Lebaran

Hasil panen meningkat 50 persen

Kepala Desa Guci Marbi menyampaikan, sekitar 500 ekor ayam yang telah diolah menjadi masakan nasi ingkung diserahkan oleh warga Desa Guci dalam tradisi apitan yang digelar. Secara turun temurun, sambung Marbi, nasi ingkung secara swadaya dibawa oleh masing-masing warga tanpa unsur paksaan.

"Dari 200 hektar lahan pertanian, kami bisa panen 800 ton kacang hijau dan padi. Alhamdulilah, hasil panen meningkat 50 persen setiap tahun. Ini wujud rasa syukur kami kepada Alloh SWT karena hasil bumi meningkat signifikan. Tradisi apitan diakhiri pertunjukan seni barongan dan ketoprak," kata Marbi.

Kompas TV Tradisi Somsom, cara memohon izin pada alam untuk menggelar acara.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com