GROBOGAN, KOMPAS.com - Sebanyak 82 desa dari 12 kecamatan di Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, mengalami krisis air bersih akibat dampak kemarau.
Data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Grobogan, permintaan droping air bersih dari puluhan desa itu sudah berlangsung sejak awal bulan Juni.
"Sejauh ini kami sudah melakukan droping air bersih menggunakan truk tangki sebanyak 57 kali. Musim kemarau di Grobogan baru memasuki 2 bulan ini," ujar Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBD Kabupaten Grobogan, Budi Prihantoro, Kamis (26/7/2018).
Menurut Budi, dari 82 desa yang terdampak kekeringan, hampir 50 persennya mengalami krisis air bersih parah.
"Selain mengandalkan suplai air bersih, warga juga mencari sumber mata air di sungai, sawah, dan sumur buatan," tutur Budi.
Baca juga: Kekeringan, Air di Tiga Waduk di Madiun Kritis
Sekda Grobogan, Moh Sumarsono menyampaikan, krisis air bersih saat kemarau di Kabupaten Grobogan adalah permasalahan krusial.
Hal itu merujuk pada riset geologi yang menyebut wilayah Kabupaten Grobogan adalah kawasan yang minim pasokan air tanah.
Sementara itu, PDAM Grobogan masih fokus mengakses wilayah perkotaan dan belum bisa mencakup wilayah terpencil.
Karenanya, sambung dia, Pemkab Grobogan terus berupaya intensif mencukupi kebutuhan air bersih bagi warga terdampak kemarau.
"Kemarau selalu melanda Grobogan karena memang wilayahnya yang minim sumber air tanahnya," ujar Sumarsono.
"Dilaksanakan program Pamsimas sejak 2008. Untuk saat ini sudah disiapkan anggaran untuk droping air sebesar Rp 175 juta. Jika kurang, bisa mengambil dana tak terduga Rp 3,5 miliar," imbuhnya.
Pamsimas Terkendala
Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (Disperakim) Grobogan, M Chanif mengatakan, di Kabupaten Grobogan tercatat ada 273 desa dari 19 kecamatan.
Adapun program Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (Pamsimas) yang berlangsung sejak 2008 sudah berjalan di 150-an desa di Grobogan.
Baca juga: Mbah Legi Menabung Bertahun-tahun, Hitung Uang Pun Dibantu Banyak Warga
Melalui Pamsimas sudah terealisasi sumur, tandon, jaringan, dan sambungan (satu paket pamsimas) di masing-masing desa tersebut. Per satu unit atau sepaket Pamsimas dianggarkan Rp 300 juta.
"Namun karena minimnya sumber air tanah, masih banyak desa yang tak terjangkau Pamsimas. Bahkan saat ini 20 persen mangkrak karena sumber air tanahnya habis. Ini yang menjadi kendala," pungkas Chanif.