Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Kakek Kamijan, Andalkan Ketela Pohon untuk Bertahan Hidup

Kompas.com - 22/05/2018, 09:39 WIB
Ari Widodo,
Reni Susanti

Tim Redaksi

DEMAK,KOMPAS.com - Sebagai daerah lumbung padi nasional, ribuan warga Demak masih hidup di bawah garis kemiskinan.

Salah satunya pasangan suami istri, Kasmijan (70) dan Suyati (60), warga Desa Gajah RT 07 RW 03, Kecamatan Gajah.

Bahkan kakek nenek itu, terpaksa menempati rumah semi permanen di atas tanah irigasi, di bantaran sungai, karena tidak memiliki rumah sendiri.

"Sudah tiga tahun tinggal di sini. Dulunya ikut keponakan. Tapi sekarang rumahnya dikontrakan, ya terpaksa hidup di sini, " ujar Kamijan, seusai menerima kunjungan Wakil Bupati Demak, Joko Sutanto, Senin (21/5/2018) sore.

Baca juga: Status Gunung Merapi Dinaikkan Jadi Waspada

Di rumah berukuran 4 x 2,5 meter yang tak layak ditempati itulah, kedua manula itu menjalani kehidupan sehari-hari.

Kesan kumuh langsung bisa kita lihat, manakala masuk ke rumah yang langsung berdekatan dengan sungai itu.

Tak ada kursi ataupun sofa di ruang tamu. Begitupun kondisi ruang tidur, menyatu dengan dapur yang lantai plesternya sudah mulai mengelupas.

Ya, kakek nenek itu hanya hidup berdua saja, sementara keempat anaknya sudah berkeluarga dan mempunyai kehidupan sendiri-sendiri, ada yang di Pati, Solo, dan Kalimantan.

Hanya si bungsulah yang sesekali menjenguk kedua orangtuanya, karena kebetulan tinggal di Desa Harjowinangun, Kecamatan Dempet, Demak.

Untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari, Kakek Kamijan dan istrinya banyak mengandalkan dari hasil berjualan ketela pohon.

Baca juga: Dalam Dua Hari, Gunung Merapi Keluarkan Letusan Freatik 4 Kali

Itupun atas belas kasihan warga yang menitipkan ketela pohon untuk dijualnya.

Satu sak berisi 40 kilogram ketela pohon titipan tetangga tersebut, mereka bagi menjadi 40 bungkus plastik ukuran satu kilogram. Mereka menjualnya Rp. 4.000 per bungkus.

Dengan berjalan kaki, ketela pohon itu ditawarkan oleh Kakek Kamijan, kepada para tetangga.

Terkadang, diapun menjualnya hingga ke desa-desa tetangga. Masuk kampung keluar kampung agar dagangannya cepat habis sehingga dapur bisa tetap mengepul.

"Satu sak kami setor Rp 125.000-150.000. Sehari terkadang dapat untung Rp 15.000-20.000. Kadang dua hari atau tiga hari baru habis. Kalau belum habis semua, kami belum berani beli beras," ucapnya.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com