Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Aris Tetap Semangat meski Keinginannya Bersekolah Kandas karena Lumpuh

Kompas.com - 09/03/2018, 09:10 WIB
M Agus Fauzul Hakim,
Farid Assifa

Tim Redaksi

KEDIRI, KOMPAS.com - Sembari duduk bersimpuh di lantai teras rumahnya, Aris Agustinus (19) membacakan sebuah puisi dengan judul "Polisi". Puisi itu dibawakannya dengan terbata-bata, namun kuat sekali terasa semangatnya.

Bagi pemuda asal RT/RW 2/4, Dusun Petuk, Desa Puhrubuh, Kecamatan Semen, Kabupaten Kediri, Jawa Timur, ini membaca puisi bisa menjadi hiburan yang cukup berarti. Hiburan yang mampu membuat angannya bebas berkelana di tengah segala keterbatasan fisiknya.

Aktivitasnya di luar rumah bisa dihitung dengan jari. Itu karena kelumpuhan yang dia derita sejak lahir. Kaki-kaki hingga tulang punggung sebagai penopang tubuhnya mengalami kekakuan. Begitu juga dengan tangan, tidak bisa difungsikan secara normal.

Akibat kondisinya itu, Aris lebih banyak menghabiskan waktu di rumah. Untuk sekadar mendapatkan angin segar, dia hanya duduk di lantai teras rumah, tempat favoritnya nongkrong.

Hampir semua kegiatan dan aktivitasnya membutuhkan campur tangan orang lain. Dia hanya bisa tersenyum saat para pemuda sebanyanya hilir mudik berseliweran di depan rumahnya, dengan segala aktivitasnya.

"Tapi saya tidak minder. Tetap semangat," ucap Aris dengan lantang, Rabu (7/3/2018).

Aris sempat menempuh pendidikan formal di sekolah luar biasa Bhakti Pemuda yang terletak beberapa kilometer dari tempat tinggalnya. Pendidikan terakhirnya hingga SMP. Keinginannya melanjutkan ke jenjang SMA pupus karena masalah keterbatasan fisik.

Baca juga : Nenek Ini Berjalan 24 Km Antar Cucunya yang Lumpuh ke Sekolah

Pemuda supel dan rendah hati ini terpaksa tidak bisa melanjutkan sekolahnya karena beberapa hal. Selain biaya, selama ini untuk bisa bersekolah dia harus digendong karena kondisinya tidak memungkinkan untuk membonceng di motor.

Sementara orang yang biasa mengurus sekolahnya dan menggendongnya, yakni Sri Wahyuni (39), ibunya, sudah tidak kuat lagi mengangkatnya. Pertumbuhan Aris yang terus berkembang membuat ibunya kewalahan. Apalagi ibunya itu kini tengah hamil tua.

Padahal pada pendidikan formal itulah Aris menaruh harapan tinggi. Sekolah bukan hanya sebagai tempat bersosialisasi, tetapi juga sarana menggapai cita-citanya sebagai penyair.

Pada lembaga sekolah juga dia dahulu menemukan hobinya. Hobi yang menurutnya cukup membuat bahagia dan menyemai harapan, yaitu membaca puisi.

Membaca puisi itu pula yang sempat mengantarkannya sebagai juara pertama lomba seni membaca puisi di tingkat Kota Kediri pada tahun 2012. Juga peringkat sepuluh besar untuk lomba Porseni khusus anak berkebutuhan khusus di tingkat provinsi.

Sebagaimana pendidikan, hobinya itu pun kini kandas. Dia tidak bisa menyalurkan hobinya di rumah karena ketiadaan fasilitas dan akses. Tidak ada buku ataupun pengajar. Orangtuanya hanya warga biasa dan tinggal di sebuah kampung di lereng Gunung Wilis.

"Padahal saya ingin berbakti, ingin mengangkat nama orang tua saya," ujar Aris dengan senyum namun mata sembab.

Lumpuh sejak bayi

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com