Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus Uang Dinas Fiktif, Acara Tak Sampai 2 Jam tetapi Dihitung 3 Hari

Kompas.com - 26/01/2018, 05:44 WIB
Heru Dahnur

Penulis

PANGKAL PINANG, KOMPAS.com — Sidang kasus surat perintah perjalanan dinas (SPPD) fiktif di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pangkal Pinang, Kepulauan Bangka Belitung, pada Kamis (25/1/2018), membuat majelis hakim terkaget-kaget.

Bermula dari keterangan terdakwa Budi yang bertindak sebagai bendahara yang membeberkan besaran uang dan fasilitas yang diterima anggota Dewan selama perjalanan dinas.

“Jadi acaranya tidak sampai 2 jam, tetapi dihitung selama 3 hari,” kata Ketua Majelis Hakim Sri A Endang Ningsih kepada terdakwa.

Tidak sampai di situ, hakim Sri juga mendalami uang dinas yang diterima anggota Dewan, termasuk mekanisme pencairan anggaran dan pertanggungjawaban kegiatan dinas.

Di hadapan majelis hakim, terdakwa pun mengaku membayarkan uang dinas kepada seluruh anggota Dewan yang namanya tercantum dalam surat dinas. Bahkan, uang tetap dibayarkan meskipun beberapa anggota Dewan tidak ikut berangkat dan sebagian lainnya tidak menghadiri kegiatan sesuai agenda dinas.

“Kalau untuk anggota per harinya Rp 1 juta lebih dan pimpinan Rp 3 jutaan. Nanti ditambah lagi dengan uang hadir rapat Rp 450.000 merata untuk anggota maupun pimpinan,” kata terdakwa.

Baca juga: 13 Anggota DPRD Pangkal Pinang Kembalikan Uang Dinas yang Diduga Fiktif

Mendengar keterangan terdakwa, majelis hakim pun terlihat geleng-geleng kepala. Hakim Ketua  Sri A Endang Ningsih pun langsung berkomentar.

“Pantas ya, banyak yang ingin jadi anggota Dewan,” ujarnya.

Terdakwa pun kemudian memberikan penjelasan bahwa salah satu perjalanan dinas fiktif anggota DPRD Pangkal Pinang adalah ke Jakarta untuk bertemu anggota DPRD DKI Jakarta terkait penanggulangan banjir.

Menurut terdakwa, pertemuan berlangsung singkat lantaran agenda DPRD DKI Jakarta yang cukup padat. Namun, dalam SPPD disebut beberapa hari.

“Kalau untuk besaran uang dinas sudah diatur dalam Perwakot (Peraturan Wali Kota) 2017. Saya cuma membayarkan,” ujar terdakwa.

Dari Peraturan Wali Kota itu bahkan uang dinas bisa diambil tiga hari menjelang kegiatan dilaksanakan.

Baca juga: BPK Temukan Transaksi Fiktif Miliaran Rupiah di RSUD Embung Fatimah

Terdakwa juga mengaku bahwa dirinya sempat ragu-ragu membayarkan uang dinas. Namun, setelah berkomunikasi dengan pimpinan, akhirnya semua uang dinas dibayarkan.

Sidang yang berjalan selama hampir 2,5 jam itu akhirnya ditutup. Sidang dilanjutkan Kamis (1/2/2018) dengan agenda pembacaan tuntutan jaksa.

Kasus SPPD fiktif mencuat pada Februari 2017 dengan menyeret 13 anggota Dewan yang hingga kini masih berstatus sebagai saksi.

Kompas TV Kejaksaan Negeri Kabupaten Cirebon menetapkan Tasiya Soemadi yang menjabat Wakil Bupati Cirebon sebagai Daftar Pencarian Orang terkait kasus tindak pidana korupsi pemotongan dana bantuan sosial, dana hibah, dan proposal fiktif pada tahun 2009-2012 dengan kerugian negara sekitar 200 juta rupiah. Kejaksaan Negeri Kabupaten Cirebon penetapan DPO dilakukan, setelah kejaksaan melakukan pemanggilan terhadap Tasiya sebanyak 3 kali, namun tak juga dipenuhi. Pemanggilan diketahui Tasiya, keluarga sekaligus penasihat hukumnya. Tasiya dijatuhi hukuman pidana penjara selama 5 tahun 6 bulan dan denda 200 juta rupiah, dan dibebankan membayar ganti rugi uang negara sebesar 156 juta rupiah. Dua dana itu sudah dibayar, dan kejaksaan tinggal eksekusi badan, yakni penjara.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com