Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Jangan Biarkan Bau Harum Daun Warisan Leluhur Kami Tak Tercium Lagi di Desa"

Kompas.com - 29/11/2017, 09:16 WIB
Puthut Dwi Putranto Nugroho

Penulis

GROBOGAN, KOMPAS.com - Petani tembakau di wilayah Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, sedang harap-harap cemas terhadap rencana pemerintah untuk menaikkan tarif cukai hasil tembakau (rokok) sebesar 10,04 persen pada awal 2018.

Langkah pemerintah yang berupaya meningkatkan tarif cukai rokok setiap tahunnya dirasakan mempersulit keberadaan para petani tembakau.

Sebagai catatan, kenaikan tarif cukai setiap pergantian tahun itu dalam rangka pengendalian konsumsi dengan tujuan kesehatan masyarakat serta penurunan produksi hasil tembakau.

Optimalisasi pemanfaatan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT) yang diharapkan bisa mengantisipasi dampak dari penurunan produksi dinilai tidak berpengaruh signifikan bagi kesejahteraan petani.

"Kenaikan cukai berimbas pada merosotnya permintaan tembakau yang merugikan petani. DBH CHT yang digunakan untuk peningkatan kualitas bahan baku, pembinaan industri, dan pembinaan lingkungan sosial pada praktiknya bukan sebuah solusi. Justru mengarahkan supaya beralih profesi ke usaha kecil ataupun ke komoditas pertanian lain," ujar Subagio, Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Kabupaten Grobogan, saat ditemui Kompas.com, Selasa (28/11/2017).

Terhadap kondisi ini, sambung Subagio, pemerintah terutama Presiden Joko Widodo diminta untuk mengesahkan peraturan di sektor pertembakauan yang berat sebelah kepada petani tembakau lokal.

Sebab, menurut dia, sejatinya petani tembakau menjadi urat nadi kebutuhan bahan baku industri rokok serta penyumbang pemasukan negara melalui cukai. Selain itu, petani tembakau adalah tulang punggung bagi keluarga mereka.

Subagio menambahkan, berbagai masalah krusial mengancam keberadaan petani tembakau lokal, mulai dari persoalan klasik, yakni tak terkontrolnya keran impor tembakau, hingga belum adanya payung hukum yang menyebabkan industri rokok leluasa menentukan harga tembakau di tingkat petani.

Ditambah lagi dengan adanya isu ratifikasi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) atau konvensi pengendalian tembakau.

"Jika berbagai permasalahan ini tak segera diatasi, secara perlahan petani tembakau hanya tinggal sejarah. Tolak impor, tolak FCTC, dan stabilkan harga tembakau," ucap Subagio.

Baca juga: Bertemu Jokowi, Petani Tembakau Minta Kebijakan yang Tak Menyakiti

Sejumlah desa di Kecamatan Tanggungharjo, Kabupaten Grobogan, yaitu Desa Padang, Brabo, Tanggungharjo, dan Sugihmanik, merupakan beberapa lahan potensial pada sektor pertanian tembakau. Untuk menuju ke lokasi itu bisa ditempuh dengan perjalanan darat sekitar satu jam dari Kota Purwodadi. Akses infrastruktur jalan pun cukup memadai.

Secara turun-temurun, merujuk data dari APTI Grobogan, tercatat 1.400 petani tembakau hidup sejahtera di salah satu dataran tinggi Grobogan tersebut. Dari tembakaulah geliat perekonomian mereka bisa berlangsung dinamis. 

Kualitas tembakau yang dihasilkan di daerah lahan tadah hujan ini dikenal berkualitas baik. Tak heran bila beberapa pelaku besar industri rokok di Tanah Air juga membeli tembakau di Kecamatan Tanggungharjo yang luas cakupan tanamnya mencapai lebih kurang 600 hektar.

Meski kebijakan tentang pertembakauan cenderung kurang berpihak kepada petani tembakau di daerah tersebut, mereka memilih bergeming. Kecintaan mereka untuk bertanam tembakau tidak berubah. Para petani menyadari bahwa tembakau yang tumbuh subur di lahan leluhur mereka itu telah menyelamatkan masa depan generasi penerus serta mengangkat derajat keluarga.

"Apa pun yang terjadi, kami tetap bertahan karena tembakau adalah warisan leluhur kami. Turun-temurun kami hidup sejahtera karena tembakau. Anak-anak kami bisa sekolah ke jenjang lebih tinggi juga karena tembakau. Tolong Pak Jokowi buat aturan yang berpihak kepada kami. Kualitas tembakau kami tak kalah dengan impor. Kenapa harus impor?" kata Kasmijan (60), petani tembakau Desa Padang, Kecamatan Tanggungharjo.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com