Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saat Nakhoda Kapal Merelakan Anak Buah Kapalnya Melepas Diri...

Kompas.com - 25/08/2017, 09:04 WIB

Tim Redaksi

TALAUD, KOMPAS.com - Evakuasi korban tenggelamnya KM Baku Sayang 03 mengungkap banyak kisah yang mengharukan. Salah satunya pengalaman hidup yang dikisahkan sang Nakhoda Antonius Kabuhung (60).

Antonius ditemukan pada Rabu (23/8/2017) di sekitar perairan Talaud. Dia bertahan di atas sebuah rakit kecil bersama Kelvin Rahasia (16) sejak Minggu (20/8/2017) sekitar pukul 01.00 WITA, kapal penangkap ikan mereka tenggelam.

Saat dievakuasi dari Damau, pulau Kabaruan ke Melonguane, Talaud, Antonius mengisahkan hal yang sangat berat untuknya kepada Kompas.com.

"Air tiba-tiba masuk ke dalam kapal. Sangat cepat. Kami dihantam ombak besar karena angin barat tiba-tiba bertiup malam itu," Anton memulai ceritanya.

(Baca juga: 3 Hari Terapung di Laut, 4 Korban Kapal Tenggelam Ditemukan)

Kapal yang dinakhodainya berangkat dari Pelabuhan Perikanan, Aertembaga Bitung pada Sabtu (19/8/2017). Mereka berencana mencari ikan di sekitar pulau Pasige, Sitaro.

Di perjalanan, angin bertiup kencang. Antonius hendak memutar haluan mencari lokasi aman. Pada titik sekitar 15 mil dari pulau Makalehi, papan kapal tercabut dihantam ombak.

Antonius memerintahkan semua anak buah kapal (ABK) nya mengenakan life jacket dan meloncat untuk menyelamatkan diri.

"Saya ikut lompat tapi tidak sempat pakai baju pelampung. Saya meraih karet pengalas tempat tidur. Ukurannya sekitar satu meter, saya loncat ke laut pakai itu," kata Antonius.

Seingat dia, di tengah kegelapan malam itu, mereka terpencar tanpa mengetahui satu sama lain berada di mana. Ombak dan arus yang kuat memisahkan mereka.

(Baca juga: Korban Kapal Tenggelam Sempat Hubungi Istrinya Minta Didoakan)

Pagi harinya saat mereka sudah bisa saling melihat, Antonius bergabung di satu rakit dengan beberapa ABK-nya. Lebih dari sepuluh orang seingatnya. Mereka berusaha mencari tahu posisi saat itu. Sekitar dua mil, mereka melihat ada perahu.

Sebagai nakhoda, Antonius mengambil inisiatif berenang menuju perahu itu, untuk meminta pertolongan.

"Tapi ternyata itu bukan perahu. Itu adalah bagian atas kapal kami yang tenggelam. Saya berenang balik ulang ke rakit, tapi arus sangat kuat dan saya terseret ke arah Utara," cerita Antonius.

Menjelang sore, Antonius yang bertahan di atas karet hitam itu bertemu dengan satu rakit yang berisi enam ABK lainnya. Dia bergabung di rakit tersebut. Saat mereka hanyut, ada satu rakit lagi berisi dua ABK yang berpapasan dengan mereka.

"Kami sempat saling berkomunikasi dan saling mengingatkan untuk cari bantuan jika berpapasan dengan kapal. Arus kencang dengan cepat memisahkan kami," ujar Antonius.

Minggu sore itu ombak semakin menggila, posisi mereka sudah lebih jauh hanyut ke arah Sangihe. Para pelaut berusaha untuk terus berada di atas rakit, namun ombak yang besar berulang kali membuat mereka jatuh ke laut.

Kondisi itu semakin melemahkan mereka. Ditambah tidak ada makanan. Pada Senin sore, kondisi beberapa ABK di rakit itu mulai melemah. Paparan sinar matahari sepanjang hari dan hantaman ombak serta tidak ada asupan makanan membuat kondisi mereka drop.

"Sekitar jam lima sore, satu ABK meminta izin melepas diri. Posisi kami ada yang bergantungan di rakit ada yang berusaha naik ke atas rakit berganti karena rakit kecil. Dia tidak tahan lalu melepas. Dia cuma bilang tolong sampaikan ke keluarga, doakan saja saya," kisah Antonius dengan mata berkaca-kaca.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com