Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pagar Istana Bogor Digeser, Dianggap Pemicu Polutan dan Rusak Peninggalan Sejarah

Kompas.com - 22/02/2015, 11:00 WIB
BOGOR, KOMPAS.com — Pusat Pengkajian Perencanaan dan Pengembangan Wilayah (P4W) Institut Pertanian Bogor menilai penggeseran pagar Istana Bogor untuk jalur pedestrian empat meter di sekeliling Istana dan Kebun Raya Bogor memicu polutan atau pencemaran lingkungan oleh sampah.

"Khawatirnya kalau digeser akan menambah permasalahan baru, terutama terkait lingkungan," kata FS Putri Cantika dari P4W, di Bogor, Minggu (22/2/2015).

Menurut dia, jika pagar Istana digeser setelah parit, otomatis parit yang tadinya berada di dalam Istana menjadi di luar pagar. Nantinya, parit berada di luar pagar membatasi antara pagar dan jalur pedestrian yang sudah dilebarkan.

"Dikhawatirkan kebiasaan masyarakat yang masih membuang sampah sembarangan. Mereka yang beraktivitas di jalur pedestrian takutnya membuang sampah di parit depan Istana, wajah Istana akan menjadi kotor," katanya.

Putri mengatakan, menggeser pagar Istana Bogor tidak melanggar undang-undang terkait benda cagar budaya. Sebab, menurut dia, pagar dibangun setelah Istana berdiri sehingga tidak masuk dalam heritage.

Ia mengatakan, pelanggaran secara undang-undang terjadi apabila pembangunan yang dilakukan melanggar bentuk bangunan, mengubah facade (bagian muka) bangunan atau identitas bangunan, dan menambah bangunan baru di dalam kawasan bangunan benda cagar budaya, seperti berdirinya Museum Balai Kirti.

"Kalau kita lihat beberapa BCB banyak berubah sebagai bagian dari perawatan dan menambah hal baru," ujarnya.

Putri mengatakan, wacana menggeser pagar Istana harus dikaji tidak hanya dari sisi benda cagar budaya atau heritage-nya, tetapi dampak lingkungannya. "Kita mengkhawatirkan polutannya," katanya.

Putri lebih setuju jika pembangunan jalur pedestrian di sekeliling Istana dan Kebun Raya Bogor menggunakan lahan milik pemerintah untuk menghindari polutan di depan parit Istana.

"Kalau berbicara heritage, Jalan Juanda juga merupakan benda cagar budaya, jalur tersebut merupakan jalan raya pos Anyer-Panarukan yang dibangun oleh kolonial Belanda," katanya.

Sementara itu, Ketua Dewan Sejarah Dewan Kesenian Bogor Taufik Hassunna menjelaskan bahwa Istana Bogor bukan peninggalan tataran Pasundan, tetapi peninggalan kolonial Belanda. Dengan demikian, jika sebagian budayawan menolak pergeseran pagar Istana karena bagian dari peninggalan Kerajaan Padjadjaran tidaklah tepat.

"Keberadaan Istana Bogor tidak ada kaitannya dengan budaya Sunda karena ini peninggalan Belanda," katanya.

Menurut Taufik, pemahaman tentang Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2011 tentang benda cagar budaya pada pasal yang mengatur sanksi mengubah benda cagar budaya harus dipelajari lebih saksama, terutama untuk kasus pagar Istana karena dibangun setelah Istana berdiri.

"Apakah salah jika pemerintah memberikan ruang bagi masyarakat bisa menikmati fasilitas jalur pedestrian yang aman dan nyaman," kata Taufik.

Taufik juga mengklarifikasi pernyataan budayawan yang mengatakan bahwa aktivitas jalan kaki banyak dilakukan hanya setiap Sabtu dan Minggu dan kebanyakan dilakukan oleh warga di luar Bogor yang sedang berwisata.

"Memang benar Sabtu-Minggu banyak orang luar yang datang ke Bogor, tetapi warga Bogor lebih sering berjalan kaki, karena Bogor ini kawasan permukiman. Jadi setiap harinya warga berangkat kerja dengan menggunakan kereta, tetapi lihat juga setiap pagi banyak yang berjalan kaki di sekeliling Istana dan Kebun Raya," katanya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com