Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus Perbudakan Orang NTT di Medan, Polda NTT Didemo

Kompas.com - 17/06/2014, 14:28 WIB
Kontributor Timor Barat, Sigiranus Marutho Bere

Penulis

KUPANG, KOMPAS.com - Sebanyak 500 orang yang tergabung dalam Aliansi Menolak Perdagangan Orang (Ampera) menggelar aksi unjuk rasa di Markas Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Timur (NTT), Selasa (17/6/2014).

Massa yang terdiri dari 80 organisasi mahasiswa, kepemudaan dan masyarakat itu, menuntut pihak kepolisian Resor Kota Medan, Sumatera Utara untuk segera menuntaskan kasus perbudakan sejumlah pekerja asal NTT di Medan. Mereka bekerja di perusahaan sarang burung Walet milik warga Medan yang bernama Mohar.

Koordinator Ampera, Romo Dedy Ladjar mengatakan, aksi itu merupakan bentuk ziarah kemanusiaan lantaran sampai saat ini. Masih ada warga NTT yang diperbudak hingga mengakibatkan korban jiwa.

“Hari ini kita menggelar aksi di Polda NTT untuk mengusut tuntas kasus perbudakan 19 orang warga NTT, hingga mengakibatkan meninggalnya dua orang pekerja yakni Marni Baun (22) dan Rista Botha (22) pada Februari 2014 lalu. Informasi yang kita dapat bahwa, pelaku utama yang bernama Mohar ternyata dilepaskan oleh pihak kepolisian Resor Kota Medan dan kuat dugaan Mohar sudah kabur ke luar negeri,” kata Romo Dedy.

Selama ini, NTT merupakan surga perdagangan orang. Anak-anak dipaksa bekerja, identitas mereka dipalsukan. Orang NTT pun dicari karena harganya murah, dan mati pun tak ada yang mempersoalkan. Bahkan Mohar, pelaku utama kasus kematian dua perempuan ini dibebaskan dari tahanan di Polresta Medan.

“Anak-anak perempuan telah diibaratkan seperti sapi, mereka dicari oleh para makelar dari kampung ke kampung, dan dijanjikan akan mendapatkan hidup lebih baik, dengan gaji maupun kebaikan majikan. Tetapi janji tinggal janji, dan mereka pun terjebak dalam ilusi. Meskipun korban berjatuhan, orang-orang malah diam memandang kematian,” kata Romo Dedy.

Selain itu, salah satu pekerja, Yenny Fuakan, dipulangkan dan diculik dari rumah sakit dalam keadaan lumpuh pada tanggal 28 Mei 2014. Sementara sang pelaku utama Mohar dan dua pelaku lainnya, Hariati Ongko (istri) dan Vina Winseli (keponakan), di Medan masih bebas dan tak tersentuh hukum.

“Kalau aparat penegak hukum mau serius, seharusnya kasus Kupang dan Medan bisa menjadi pintu masuk untuk membuka kasus perdagangan manusia di Indonesia. Karena itu Mabes Polri seharusnya jangan hanya diam dan menonton ketidakadilan,” kata Romo Dedy.

Pantauan Kompas.com, aksi dimulai dengan melakukan longmarch dari depan kampus Universitas Widya Mandira (Unwira) Kupang menunuju Polda NTT. Dalam aksi itu massa juga membawa spanduk dan poster yang bertuliskan lambannya penanganan kasus perbudakan di Medan yang dialami 19 anak NTT.

Selain itu massa juga menggelar aksi teatrikal di depan Polda NTT. Hingga berita ini ditulis aksi masih sementara berlangsung di depan Polda NTT. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com