Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Polemik Kampoeng Rawa, Rawapening Tidak Boleh Ada Bangunan

Kompas.com - 10/05/2014, 13:21 WIB
Kontributor Ungaran, Syahrul Munir

Penulis


AMBARAWA, KOMPAS.com - Keberadaan obyek wisata teranyar di Kabupaten Semarang, Kampoeng Rawa, terus menuai polemik. Kamis lalu, Kampoeng Rawa disegel oleh aparat Satpol PP setelah dua tahun dibiarkan beroperasi tanpa mengantongi izin.

Menyikapi persoalan itu, pakar sosiologi lingkungan Prof Sudharto P Hadi mengatakan, seharusnya pemerintah bersikap tegas melarang sejak awal sebelum obyek wisata itu beroperasi. Sehingga pandangan terhadap keberadaan Kampoeng Rawa yang diklaim oleh pihak pengelola dapat memberikan manfaat kepada ratusan petani dan nelayan setempat tidak berbuntut polemik.

"Di dalam lingkungan itu prinsipnya adalah, sebuah kegiatan tidak boleh berada di ruang yang tidak semestinya. Kalau dari awal ruang itu memang tidak diperbolehkan, ya seharusnya (seterusnya) tidak boleh," kata Sudharto, ketika dihubungi, Sabtu (10/5/2014) siang.

Rektor Universitas Diponegoro (Undip) Semarang itu menilai, peruntukan wilayah sempadan rawa, danau atau sungai, semestinya merupakan ruang terbuka hijau. Sehingga, tidak ada kegiatan yang diperbolehkan berjalan tanpa wawasan lingkungan.

Dalam kasus Kampoeng Rawa, Pemerintah Kabupaten Semarang memberikan kesempatan kepada pengelola untuk mengurus perizinannya. Menurut Sudharto, hal itu tidak bisa dilakukan dengan serta merta.

"Memang dari aspek lingkungan, sempadan rawa, danau dan sebaginya itu diperuntukkan sebagai ruang terbuka hijau. Tidak ada kegiatan yang boleh berjalan tanpa wawasan lingkungan. Kalau mau diizinkan, ya harus diubah rencana tata ruang dan wilayah (RTRW) nya dulu," kata Sudharto.

Menurut Sudharto, perubahan RTRW Rawapening merupakan kewenangan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, meskipun dalam pelaksanaannya nanti pemerintah daerah juga berhak melakukan pengawasan. Sementara untuk mengubah RTRW Rawapening yang meliputi wilayah perairan dan sempadan rawa harus melalui kajian yang panjang dan menyeluruh.

"Perubahan tata ruang itu harus dengan kajian, memperhatikan perubahan alam atau kepentingan budaya. Ada prosesnya kanapa ruang itu dirubah untuk bangunan, seberapa besar air pasang atau air surutnya," ungkapnya.

Menurutnya, persoalan lingkungan di Rawapening menyangkut keberadaan obyek wisata Kampoeng Rawa harus menjadi perhatian semua pihak, baik pemerintah maupun masyarakat setempat.

"Bukan hanya menyangkut laju sedimentasi saja, akan tetapi kegiatan dari rumah makan (Kampoeng Rawa) itu sendiri. Jadi harus ada pengolahannya supaya tidak menimbulkan sampah pada Rawapening itu sendiri," tandasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com