Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gempa 6,2 SR Rusak 5 Rumah Warga di Morotai

Kompas.com - 21/11/2013, 15:42 WIB
Kontributor Halmahera, Anton Abdul Karim

Penulis


TERNATE, KOMPAS.com - Gempa tektonik berkekuatan 6,2 Skala Richter yang menggungcang Pulau Morotai, Provinsi Maluku Utara pada Selasa (19/11/2013) lalu, ternyata mengakibatkan kerusakan sejumlah rumah warga.

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Pulau Morotai melaporkan, sebanyak 5 rumah mengalami rusak ringan akibat gempa. “Ternyata di Desa Losuo, Kecamatan Morotai Utara itu ada kerusakan rumah warga saat terjadi gempa. Yang berhasil kita identifikasi sebanyak 5 rumah warga yang mengalami kerusakan dengan kategori rusak ringan,” ungkap Irfan Idrus, Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBD Pulau Morotai kepada Kompas.com, Kamis (21/11/2013)

Irfan mengatakan, rumah warga yang rusak adalah bangunan permanen. Meski sudah ditinggal oleh pemiliknya, namun rumah tersebut sebagian didindingnya masih sebatas susunan batu bata. “Jadi yang roboh itu batu batanya saja, tapi tidak terlalu parah,” urainya.

Menurut Irfan, kondisi geografis di Morotai sedikit menyulitkan mereka melakukan pemantauan pasca-gempa. Sebab, jalan lingkar Morotai sendiri hingga kini belum juga selesai. Akibatnya, kecamatan terjauh lainnya tidak bisa dipantau hingga hari kedua setelah gempa.

“Yang kita khawatirkan itu di Sopi, Kecamatan Morotai Jaya. Hanya saja kita tidak bisa tembus lewat darat karena kondisi jalan yang tidak memungkinkan. Tapi kita sudah koordinasi, ternyata di Sopi tidak ada masalah apa-apa. Yang jadi masalah itu hanya di Morotai Utara karena di Berebere ada warga yang mengungsi dan di Losuo ada rumah yang rusak,” jelasnya.

Bukan bunyi sirine

Sementara itu, Irfan mengklarifikasi masalah sirine di Desa Berebere, Kecamatan Mortai Utara saat gempa mengguncang. Menurutnya, seluruh warga di desa tersebut panik dan lari ke gunung lantaran mengaku mendengar suara mirip sirene peringatan dini tsunami. Menurut Irfan, hasil pantauannya di lapangan, ternyata suara itu bukan sirene peringatan dini tsunami. “Tapi yang betul adalah bunyi sound system,” katanya.

Lanjut dia, warga saat itu dalam keadaan panik, sehingga di saat bersamaan terjadinya gempa, ada warga yang membunyikan alat musik berupa organ. Warga yang mendengar bunyian organ itu kemudian mengumungkan ke warga lainnya bahwa sirene peringatan dini tsunami sudah berbunyi. Akibatnya, karena panik warga tidak lagi mencari tahu asal usul bunyi tersebut, mereka memilih lari menyelamatkan diri.

“Seluruh warga yang tinggal di dataran rendah saat itu langsung lari ke ketinggian. Karena memang mereka panik,” ceritanya.

Karena itu, dia lantas mengklarifikasi pengakuan Kepala BPBD Pulau Morotai, Tumuyung Thaib yang saat itu juga langsung memberikan pernyataan ke media tentang kebenaran bunyi sirine peringatan dini tsunami di Desa Berebere.

“Karena memang saat terjadi gempa warga langsung melapor bahwa sirene sudah berbunyi, makanya pak Kepala Badan (Tumuyung Thaib, red) langsung memberikan pernyataan seperti itu,” kata Irfan.

Padahal menurut dia, bila sirene peringatan dini sudah berbunyi, maka dipastikan tsunami bakal terjadi. Dia juga membenarkan, warga Berebere yang lari ke gunung saat itu sebagian di antaranya memilih bermalam. Sedangkan yang lainnya memilih kembali ke rumah di malam itu juga.

“Yang lain itu tidak mau pulang sampai besok paginya, dan mereka mengingap di rumah warga yang ada di ketinggian,” tutup Irfan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com