Selain kerugian material yang mencapai ratusan juta, bencana ini juga mengakibatkan hilangnya pendapatan nelayan selama beberapa hari. Namun, sejauh ini, tidak ada korban jiwa akibat amuk ombak teluk yang menghadap Samudera Indonesia itu.
Menurut Saputro, salah seorang nelayan Popoh, sampai kini cuaca masih buruk dan sangat rawan terjadi gelombang besar lagi. Dia mengatakan, ombak besar memang biasa terjadi menjelang akhir bulan Syawal dalam kalender Hijriah atau Sawal dalam kalender Jawa.
"Tinggi ombak masih lima meter dan kecepatan angin mencapai 40 knot," kata nelayan itu.
Nelayan lainnya, Edi, menambahkan, cuaca buruk ini mungkin akan berlangsung sampai sepekan mendatang. "Ya terpaksa menganggur dulu sambil membenahi kapal," katanya.
Sementara itu, nelayan lain, Slamet, menyebutkan, sebenarnya ada peluang untuk mengatasi kondisi alam ini, yakni dengan membangun pemecah ombak di tepi pantai. "Kami sudah usul berkali-kali ke pemerintah, tetapi tidak ada tanggapan," ujarnya.
Slamet menyadari, biaya pembangunan pemecah ombak memang mahal dan dengan demikian hanya pemerintah yang sanggup menanggungnya. "Tapi, kalau pemerintah mau membangun pemecah ombak, pendapatan nelayan tentu akan meningkat dan akhirnya juga membantu penambahan retribusi maupun pendapatan asli daerah," ujarnya. (yul)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.