SERANG, KOMPAS.com - Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Banten menetapkan mantan pejabat Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Banten, Ayub Andi Saputra sebagai tersangka kasus penipuan pengadaan laptop fiktif tahun 2023 senilai Rp1,6 miliar.
Selain Ayub, penyidik menetapkan tersangka lain dari pihak swasta bernama Edi.
"Pada tanggal 13 Juni 2024 penyidik menetapkan tersangka AY (Ayub) dan ED (Edi) atas dugaan tindak pidana penipuan dan atau penggelapan secara bersama-sama," kata Kepala Bidang Humas Polda Banten Kombes Pol Didik Heriyanto dikonfirmasi Kompas.com melalui pesan WhatsApp, Rabu (3/7/2024).
Baca juga: Pegawai BUMN di Banten Didakwa Korupsi Gelapkan Pajak Desa Rp 336 Juta
Dijelaskan Didik, penetapan tersangka setelah penyidik melakukan gelar perkara.
Setelah ditetapkan sebagai tersangka, penyidik kemudian melakukan penahanan terhadap keduanya di Rumah Tahanan (Rutan) Polda Banten pada tanggal 26 dan 27 Juni 2024.
"Penyidik melakukan penahanan terhadap tersangka AY pada tanggal 26 Juni 2024 dan penahanan terhadap tersangka ED tanggal 27 Juni 2024," ujar Didik.
Baca juga: Polisi Angkat Kasus Pengadaan Laptop Fiktif Rp 1,7 M di BPBD Banten
Keduanya, sambung Didik, dikenakan pasal 378 KUHPidana dan atau Pasal 372 KUHPidana Jo Pasal 55 KUHPidana.
Diberitakan sebelumnya, kasus dugaan penipuan dan penggelapan eks pejabat BPBD Banten dilaporkan oleh PT Implementasi Teknologi Indonesia.
Kuasa hukum PT Implementasi Teknologi Indonesia, Panri Situmorang menceritakan, kliennya mendapatkan pekerjaan pengadaan 750 unit laptop di BPBD Banten pada awal 2023.
Tahap awal, 50 unit laptop telah dikirim dan diserahterimakan di gudang penyimpanan milik BPBD Banten.
Setelah laptop diserahterimakan pada Juli 2023, kliennya kemudian menyerahkan tagihan pengadaan laptop merek Axioo dengan harga Rp 30 juta per unit.
Namun, AY sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pengadaan laptop tidak kunjung melakukan pembayaran dengan berbagai alasan.
Pengacara lainnya, Charles Situmorang menambahkan, sejak awal kliennya tidak curiga saat ada tawaran pengadaan 750 laptop dari terlapor.
Sebab, terlapor membuatkan dokumen-dokumen administrasi seperti surat perintah kerja (SPK) dan yang lainnya.
Setelah mengetahui proyek tersebut fiktif, lanjut Charles, kliennya kemudian meminta 50 unit laptop yang telah diserahterimakan agar dikembalikan.
Namun, keberadaan laptop tidak diketahui atau hilang. Sehingga, PT ITI mengalami kerugian sekitar Rp1,6 miliar.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.