Keberadaan amplop berisi kwitansi tersebut, memancing amarah Syamsul Bachri. Apalagi Pemkab Nunukan seakan terus mengulur waktu untuk membayar ganti rugi atas penyerobotan lahan yang dilakukan.
Untuk diketahui, Majelis Hakim Mahkamah Agung (MA) mengabulkan gugatan kasasi, atas kasus penyerobotan lahan milik Samsul Bahri, dan memerintahkan Pemerintah Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, untuk segera membayar ganti rugi senilai Rp 14,9 Miliar.
Putusan dimaksud, tertuang dalam relaas pemberitahuan putusan Kasasi, Nomor : 9/Pdt. G/2020/PN Nnk.
Terdapat pemberitahuan Tentang Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia tanggal 31 Mei 2022 Nomor 1123 KUPDT/2022. Dimana Majelis Hakim, mengukuhkan keabsahan dokumen milik Samsul Bahri.
Hakim juga menyatakan perbuatan Tergugat Konvensi/Penggugat Rekonvensi yang telah menguasai, memanfaatkan serta mendirikan bangunan Kantor Gabungan Dinas (GADIS I), di atas tanah milik Penggugat Konvensi/Tergugat Rekonvensi tersebut, adalah perbuatan melawan hukum.
Tergugat Konvensi/Penggugat Rekonvensi diminta untuk mengganti kerugian sejumlah Rp 14.940.750.000, secara tunai dan seketika kepada Penggugat Konvensi/Tergugat Rekonvensi, setelah putusan tersebut, mempunyai kekuatan hukum tetap.
Sejak keluarnya putusan tersebut, Pemkab Nunukan belum melakukan perintah pengadilan.
Pemkab Nunukan, melalui ketua Tim Kuasa hukumnya saat itu, Muhammad Amin, mengatakan, akan menempuh langkah Peninjauan Kembali/PK atas putusan MA tersebut.
Amin menilai, majelis Hakim MA melakukan kesalahan dalam penerapan hukum perkara dugaan penyerobotan lahan Samsul Bahri.
Merespon tindak lanjut Tim Hukum Pemkab Nunukan, Syamsul Bachri melalui kuasa hukumnya, Rianto Junianto menilai, Ketua Tim Kuasa Hukum Tergugat (Muhammad Amin) justru sedang mempertontonkan sikap ketidakpatuhan Pemda Nunukan sebagai kepanjangan tangan dari Pemerintah Pusat untuk melaksanakan Putusan Mahkamah Agung R.I (Putusan Kasasi Nomor 1123K/PDT/2022 tanggal 31 Mei 2022) yang telah Berkekuatan Hukum Tetap (BHT).
Selain itu, Muhammad Amin tidak paham atas ketentuan Pasal 66 ayat (2) UU Nomor 14 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah UU Nomor 5 Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung R.I. yang menegaskan pada pokoknya: “upaya Peninjauan Kembali tidak menangguhkan atau menghentikan pelaksanaan putusan pengadilan (Putusan Kasasi) yang telah berkekuatan hukum tetap”.
Baca juga: Wakil Ketua KPK: Pengadaan Tanah Kuburan Saja Masih Dikorupsi, Pak
Perkara gugatan lahan warga bernama Syamsul Bahri, sudah bergulir sejak lama, dan baru terdaftar di PN Nunukan, pada 13 Mei 2020, dan disidangkan mulai 20 Mei sampai 16 Desember 2020.
Syamsul Bahri sebagai penggugat mempercayakan perkaranya kepada advokat Rianto Junianto dari firma hukum Rangga Malela & Co Attorney, yang berkantor di Bandung Jawa Barat.
Ada 19 kali persidangan dan 9 kali mediasi, sampai akhirnya, kasus ini bergulir di tingkat Kasasi di Mahkamah Agung.
Syamsul Bahri mengajukan gugatan lahan seluas 19.921 m2 yang menjadi haknya dengan dasar dua Sertifikat Hak Milik (SHM).
SHM pertama terdaftar dengan Nomor 1301 provinsi Kalimantan Timur kabupaten Nunukan kecamatan Nunukan Selatan seluas 15.737 m2. Dan SHM kedua, dengan Nomor 1315 seluas 4.184 m2.
Penggugat meminta Pemkab membayar kerugian materiil sebesar Rp.14,9 miliar ditambah keuntungan perkebunan yang seharusnya dinikmati penggugat Rp.1,7 miliar, juga tuntutan pembayaran kerugian immateriil sebesar Rp.500 juta, sehingga total gugatan Rp.17,1 miliar.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.