Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Udin Suchaini
ASN di Badan Pusat Statistik

Praktisi Statistik Bidang Pembangunan Desa

Desa yang Tak Dirindukan

Kompas.com - 15/04/2024, 13:45 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Masalahnya, bagi perantau yang sudah tidak memiliki ikatan sosial dengan kampung halaman, siapa yang layak untuk dirindukan?

Perkembangan desa

Desa telah berkembang pesat, dengan pemenuhan akses ekonomi yang tak kalah dengan kota. Sehingga, perkembangan desa selama sepuluh tahun terakhir perlu ditunjukkan, bahwa banyak peluang ekonomi yang layak untuk ditinggali.

Sepanjang 2015 hingga 2019, pemerintah telah membangun infrastruktur untuk membuka akses dari dan ke desa.

Hingga 2021, data potensi desa (Podes) mencatat ada 65.969 desa yang telah memiliki jenis jalan utama berupa aspal/beton. Sementara, akses komunikasi, sebaran sinyal telepon seluler mencapai 15.326 desa memiliki sinyal sangat kuat dan 46.006 desa memiliki sinyal kuat.

Juga ditopang dengan akses internet yang tersebar di 61.926 desa terjangkau sinyal 4G/LTE.
Dari sisi akses ekonomi, desa juga telah memiliki layanan dasar yang lengkap untuk menopang kehidupan sehari-hari.

Hal ini tergambar dari data Podes 2021 yang menunjukkan 29.356 desa ada pasar, 30.920 desa mudah mengakses Bank, baik bank umum maupun bank perkreditan rakyat (BPR), serta 55.943 desa terjangkau koperasi.

Hal ini tentu mendukung produk unggulan desa di 23.472 desa, bahkan 2.385 desa yang mengekspor produk unggulannya ke negara lain.

Bagi desa yang jauh dari kota, terbukanya peluang ini memiliki implikasi dua hal, dari sisi positif warga desa mudah mengakses dunia luar. Sisi negatifnya, banyak warga desa yang keluar mencari peluang lebih luas.

Sementara, bagi desa di tepian kota, akan merangsang pertumbuhan hunian baru, dalam rajutan ekonomi desa-kota. Membangun ekonomi sirkuler desa kota dalam simpul pekerja komuter. Terutama bagi perantau yang rindu suasana desa.

Merajut desa-kota

Urbanisasi sebagai fenomena alami berlaku secara universal. Jika dalam satu wilayah tidak ada peluang, maka mendorong penduduk migrasi ke wilayah lain.

Hal ini tergambar keterbatasan peluang di desa sebagai faktor pendorong dan peluang di kota sebagai faktor penarik.

Sementara, budaya mudik dapat menjadi simpul bagaimana pertumbuhan desa dan kota bekerja.

Dari sisi kepentingan penduduk urban, uang dan tabungan yang telah disiapkan diputar di desa, bahkan rela berhutang demi menunjukkan eksistensi diri. Momentum mudik ini mencipta pasar akbar.

Kondisi musiman ini dapat diadopsi dengan mewujudkan aglomerasi, dengan proses transaksi yang lebih rutin. Kegiatan mudik yang sifatnya tahunan, dipercepat menjadi semesteran, triwulanan, bulanan, atau diwujudkan dalam harian dengan proses komuter.

Di berbagai negara, kondisi komuter juga lazim terjadi. Pada 2021, menurut catatan U.S Census ada sebanyak 7,7 persen pekerja Amerika melakukan komuter ke tempat kerja.

Halaman:

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com