"Hanya sepeda motor yang tidak bisa saya selamatkan, barang-barang yang lain semuanya sudah diselamatkan saat air baru naik," katanya.
Saat ini, kata dia, warga baru mendapatkan bantuan berupa makanan instan yang diberikan oleh pemerintah daerah setempat. Bantuan tersebut sambungnya kurang karena sudah mulai puasa.
"Yang dibutuhkan saat ini adalah dapur umum. Karena sudah mulai puasa dan warga sangat membutuhkan makanan yang bukan cepat saji saja."
Baca juga: Korban Banjir dan Longsor di Pesisir Selatan Kesulitan Air Bersih
Gubernur Sumbar, Mahyeldi, mengatakan bencana banjir dan longsor di wilayahnya itu diakibatkan beberapa faktor di antaranya intensitas curah hujan yang tinggi yakni lebih dari 12 jam.
Selain itu juga disebabkan saluran drainase yang kurang berfungsi dengan baik sehingga terjadi penyumbatan di beberapa titik.
Termasuk penggundulan hutan dan deformasi.
Direktur Eksekutif Walhi Sumbar, Wengki Purwanto, mengatakan bencana banjir dan longsor yang terjadi di daerah sekitar kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) merupakan peristiwa berulang yang disebutnya "makin ke sini makin parah".
Baca juga: Update Banjir dan Longsor Pesisir Selatan, 16 Orang Tewas
Pemicu utamanya, kata dia, tak lain adalah kerusakan hutan yang disebabkan oleh aktivitas penebangan liar dan pembukan lahan.
Pantauan Walhi Sumbar, penebangan liar di kawasan TNKS sudah berlangsung sejak tahun 2018 atau seiring munculnya banjir.
"Laporan dari masyarakat kepada kami bahwa aktivitas [penebangan liar] terus terjadi meskipun sudah dikomunikasikan dengan pemerintah. Jadi ini artinya sudah menjadi perhatian semua pihak dan sudah menjadi rahasia umum," ungkap Wengki.
Modus yang digunakan para sindikat penebang liar ini, klaimnya, melibatkan orang dalam pemerintah daerah dan aparat hukum dengan menerbitkan dokumen palsu.
Berpegang pada dokumen palsu itulah sampai hari ini praktik ilegal tersebut terus berlangsung.
Baca juga: Longsor di Langgai Pesisir Selatan, Korban Tewas Bertambah Jadi 6 Orang
Penelusurannya, kayu-kayu yang dicuri dari TNKS itu dijual ke wilayah Sumbar dan luar provinsi untuk kebutuhan perumahan dan pembangunan.
"Memang ini melibatkan backingan oknum-oknum tertentu, termasuk menggunakan dokumen aspal [palsu] untuk mengelabui pemerintah dan aparat."
"Umpamanya dia [pelaku] ambil kayu di daerah konservasi, di dokumen itu disebutkan mereka memiliki izin sah. Tapi asal usul kayu disamarkan. Kemudian pelaku ini menggunakan perusahaan yang punya izin jadi seakan-akan di hulunya legal."
Sayangnya, menurut Wengki, penegakan hukum yang dilakukan aparat kepolisian tak cukup mempan menghentikan aktivitas penebangan liar di TNKS.
Sepanjang pengamatannya, para pelaku yang ditangkap mayoritas orang lapangan alias belum menyentuh aktor utama.
Baca juga: Ditinggal Pemiliknya karena Macet, Sejumlah Mobil Tertimbun Longsor di Pesisir Selatan
"Beberapa kasus memang ada yang sampai ke pengadilan, tapi belum menyentuh pelaku utama yang mengendalikan ini semua. Jadi bergantung keseriusan penegak hukum."
"Karena penebangan liar mudah terlacak dan tak bisa disembunyikan.
Titik pantauan tersebut berada pada wilayah Nagari Padang Air Dingin, Kecamatan Sangir Jujuan, Kabupaten Solok Selatan dan Nagari Sindang Lunang, Kecamatan Lunang, Kabupaten Pesisir Selatan.