Salah satu caleg dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang bertarung di daerah pemilihan 3 Jawa Timur, Ahmad Rifai, juga mengaku menggunakan jasa guru spiritual dalam kontestasi Pileg 2024.
Calon anggota legislatif nomor urut 4 ini menyebut guru spiritualnya sebagai 'orang tua' yang akan memberikan nasihat-nasihat spiritual.
Kendati demikian dia enggan membuka nasihat atau ritual yang dijalani. Namun di ruang tamu rumahnya, kedekatannya dengan dunia spiritual tampak jelas.
Terlihat dari keberadaan pusaka tombak dengan penutup kain putih yang tergeletak di sudut ruangan.
"Ini tombak totok, pemberian dari salah satu keturunan Wali yang ada di sini. Saya dapat saat pamitan minta restu mau nyaleg," ungkapnya.
Baca juga: 2 Caleg PPP di Banten Mengaku Dijebak Dukung Prabowo-Gibran
Tedjo — begitu dia disapa — mengikuti petunjuk guru spiritualnya karena meyakini di dunia ini ada kekuatan lain di luar jangkauan manusia — yang semestinya bisa saling melengkapi.
"Ini kan urusan melangitkan doa," ucapnya.
Dengan mengikuti arahan dari guru spiritualnya, Tedjo mengaku lebih tenang dalam membuat keputusan di hidupnya dan di keseharian.
Termasuk jika takdir berkehendak lain alias gagal menjadi anggota DPR RI.
"Siap kalah, tentu itu."
Fenomena yang disebut sebagai mistifikasi politik sebetulnya sudah tumbuh lama dan mengakar di masyarakat tradisional, kata pengajar ilmu filsafat dan pemikiran Islam di Universitas Paramadina, Budhy Munawar Rachman.
Tapi setelah ajaran agama masuk ke Indonesia – atau yang disebut tahap ontologis – masyarakat jadi lebih religius tapi belum sepenuhnya rasional. Mereka masih percaya bahwa ‘orang suci’ seperti kiai adalah perantara kepada Tuhan.
Orang Indonesia, kata Budhy, hingga saat ini mencampur adukkan antara yang rasional dengan mistis, dan religius – dan itu dilakoni di kehidupan sehari-hari termasuk dalam urusan politik. Tujuannya sebagai 'pelengkap' dari usaha – usaha rasional yang telah mereka lakukan.
Baca juga: Kasus Perusakan APK Caleg PDI-P Kabupaten Blitar Dilimpahkan ke Kepolisian
Itu mengapa jamak ditemui para kandidat yang sedang bertarung di pemilihan kepala desa, kepala daerah, bahkan presiden sekalipun pergi ke dukun atau guru spiritual.
"Mereka tidak hanya cukup dengan konsultan politik yang memberikan nasihat-nasihat yang sifatnya kalkulasi yang berdasarkan data atau survei..."
"Tapi perlu melibatkan 'dunia sana' agar berpihak pada dia," ujar Budhy kepada BBC News Indonesia.
Ada berbagai cara mistis yang biasa dilakukan oleh sebagian masyarakat di Indonesia sampai sekarang.
Yang paling tradisional tentu saja pergi ke dukun yang dianggap sakti.
Pasalnya mereka meyakini bahwa 'dunia roh' dapat memengaruhi apa yang terjadi di dunia nyata.
Baca juga: Cerita Office Boy Jadi Caleg, Sisihkan Rp 200.000 Tiap Bulan untuk Dana Kampanye
Bagi yang religius, kata Budhy, akan menyambangi kiai, ustaz, atau pendeta untuk mendoakan mereka karena diyakini pemuka agama merupakan perantara Tuhan.
"Jadi kenapa politisi sering bersilaturahmi ke pesantren-pesantren, selain mendapatkan dukungan, karena persetujuan atau dukungan sang kiai memberikan suatu kekuatan yang magis..."
"Apalagi sang kiai punya kemampuan berhubungan dengan dunia sana, untuk menakdirkan sang politisi bisa berhasil."
Cara lain yang lazim ditemui adalah ziarah ke makam-makam keramat.
Sering kali, katanya, para politisi atau pejabat yang hendak maju dalam kontestasi politik akan mendatangi makam tokoh-tokoh besar dan dianggap suci.
Niat mereka — selain tradisi — juga mencari apa yang disebutnya karomah atau berkah serta kekuatan dari orang yang sudah meninggal itu.
Baca juga: Kisah Penyandang Disabilitas Jadi Caleg Modal Pas-pasan, Apa yang Diperjuangkan?
Sebab dalam kepercayaan tradisional, Wali yang sudah tiada masih 'hidup di alam roh' dan bisa berhubungan dengan Tuhan.
"Jadi dia [Wali yang sudah meninggal] akan membawa doanya sang politisi kepada Tuhan supaya dikabulkan."
Sama juga halnya ketika politisi atau pejabat pergi ke suatu tempat keramat.
"Tujuannya untuk mendapatkan kekuatan, karisma, wahyu."
Budhy menyebut sejumlah mantan presiden Indonesia kerap melakukan ritual-ritual tertentu.
Menurutnya, sulit untuk benar-benar menghilangkan kepercayaan ini meskipun zaman semakin maju dan dunia digital kian berkembang.
Namun demikian, pelan-pelan akan tergantikan seiring pola pikir masyarakat yang makin rasional.
Baca juga: 132 Fasilitas Kesehatan di Kabupaten Bogor Siaga untuk Caleg Stres
Pengamat politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Adi Prayitno, sependapat.
Dia berkata dalam logika pemilihan umum langsung, kunci kemenangan yaitu siapa yang paling banyak dukungan dan mendapatkan suara saat pencoblosan di TPS.
Itu mengapa, caleg harusnya gencar mendekati dan meyakinkan masyarakat bahwa dia adalah orang yang layak untuk dipilih.
"Yang menang pertarungan sejauh mana caleg bekerja, ya itu kuncinya. Bukan doa orang lain. Kalau kuncinya doa, ya tidak perlu kampanye...," ucapnya kepada BBC News Indonesia.
Baca juga: RSUD Adjidarmo Rangkasbitung Siapkan Perawatan Khusus Caleg Depresi
Biasanya, kata Adi, anggota legislatif atau pejabat yang percaya pada hal-hal supranatural, akan mudah dikenali dari caranya membuat kebijakan — yakni selalu membawa embel-embel atau pesan 'agar mendapatkan pahala dan surga di akhirat'.
Hal itu menurutnya, tidak salah selama produk regulasinya berpihak pada semua kelompok masyarakat.
Yang salah kalau orang tersebut tidak melakukan kerja-kerja politik lantaran tak percaya pada data dan ilmu pengetahuan.
"Kalau kerja politik ya itu kerja atas dasar science, bukan berdasarkan apa kata dukun atau guru spiritual..."
Wartawan Mustopa di Surabaya dan Ahmad Shulhan di Banyuwangi berkontribusi untuk liputan ini.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.