Salin Artikel

Saat Caleg Minta Bantuan Dukun Politik dan Guru Spiritual untuk Merebut Kursi Legislatif

Para calon anggota legislatif – yang jumlahnya diperkirakan mencapai lebih dari 30.000 orang – bakal bertarung sengit demi meraup suara terbanyak.

Itu sebabnya banyak caleg menempuh segala cara dan upaya agar menang, mulai dari menyewa konsultan politik hingga pergi ke dukun atau guru spiritual.

BBC News Indonesia menemui dukun, guru spiritual, serta beberapa caleg yang mengaku menggunakan kekuatan spiritual untuk alasan 'membentengi diri' demi mencapai tujuan mereka.

Bala bantuan dunia gaib

Di Jabodetabek, nama Ki Kusumo sudah tak asing lagi. Paranormal yang merambah dunia hiburan ini mengaku sudah membantu pemenangan banyak caleg dalam kontestasi politik sejak 1990-an.

Itu mengapa kliennya sudah tak terhitung jumlahnya, mulai dari politikus, nelayan, bahkan selebritas.

“Yang saya bantu, pasti menang,” ujar Ki Kusumo di tengah kepulan asap dari tungku kemenyan di tempat praktiknya di Bekasi.

Ia kemudian melakukan berbagai gerakan sembari terpejam, seolah melakukan ritual. Sejurus kemudian, pria paruh baya itu tiba-tiba berdiri dan memadamkan asap dari wadah kemenyannya.

“Sudah, sudah. Nanti ada yang benar-benar datang,” katanya sembari tertawa, hingga matanya yang memerah nyaris tak terlihat.

Pria berusia 49 tahun itu kemudian bercerita baru saja pulang setelah berkeliling Pulau Jawa untuk mendampingi para caleg yang bertarung pada pemilu tahun ini.

Di depan bangunan dua lantai tersebut, terpampang berbagai papan bertuliskan jasa-jasa yang ditawarkan Ki Kusumo, dari pengobatan alternatif hingga kursus bela diri.

Ketika kami berjalan ke lantai bawah bangunan tersebut, terlihat deretan pedang besar. Pria ini mengaku mendapatkan barang-barang itu ketika sekolah di Hong Kong.

Dari saku celana, Ki Kusumo lantas mengeluarkan bekas tempat bedak kecil. Ia membuka wadah itu dan memamerkan binatang kecil yang sedang meringkuk di dalamnya.

Bentuknya seperti kelabang yang melingkar mirip gelang. Tak terlihat ada kepala di tubuh hewan itu.

"Ini rantai babi. Harganya bisa miliaran [rupiah]. Susah dapatnya. Harus ke dalam gua-gua," tutur Ki Kusumo.

"Kalau caleg bawa ini, bisa menambah karisma. Kalau mereka ketemu masyarakat, pasti orang pada percaya sama omongan dia [caleg]. Akhirnya, ya bisa menang pemilu."

"Dalam dunia politik, banyak orang tentu membutuhkan suara dan dalam konsep spiritual, kita bisa menciptakan satu suara yang berbeda, tapi nyata," katanya.

"Saya nggak bisa cerita konsep detailnya, tapi satu jadi seratus, satu jadi seribu, itu bisa dibuat."

Ia juga berkata tak sembarang ‘makhluk halus’ bisa dipakai untuk membantu caleg, namun harus disesuaikan dengan karakter masing-masing orang.

"Kita lihat tanggal, bulan, tahun lahirnya. Ada wuku-nya. Weton juga dihitung. Setelah ketemu, baru kita bisa eksekusi," tuturnya.

Untuk dapat menerima ‘makhluk halus’ itu, para caleg mesti melakoni ritual khusus. Dalam ritual itu, Ki Kusumo mentransfer energi ke kliennya.

Setelah itu, kliennya tinggal menunggu kemenangan. Tak perlu ritual doa atau membaca ayat kitab suci, klaim dia.

"Terima jadi," ucapnya menyeringai.

Selain mengerahkan makhluk dari alam gaib, Ki Kusumo juga memobilisasi suara dari anggota organisasi masyarakat yang ia pimpin yakni Komando Pejuang Merah Putih agar mencoblos kliennya saat pemungutan suara.

“Awalnya, klien datang minta bantuan spiritual, tapi banyak yang kemudian meminta bantuan suara fisik. Mereka tanya, ‘Ki Kusumo, bisa nggak anggotanya coblos saya?’” tuturnya.

“Kemarin saya keliling Jawa itu adalah mensosialisasikan kepada jajaran jaringan saya untuk mendukung Si A, atau Si B, yang jadi caleg atau kepala daerah yang kita harusnya dukung.”

Ki Kusumo mengeklaim tak ada kliennya yang gagal. Karena reputasi itu, ia selalu kebanjiran klien dari berbagai penjuru Indonesia setiap menjelang pemilu.

Di sebelah kanan-kiri pria paruh baya itu, ada potongan-potongan kertas yang disimpan dalam map plastik berwarna biru bersama sebotol minyak yang dia klaim tak pernah habis meski sudah digunakan berkali-kali.

Kitab, jimat, dan minyak tersebut adalah bekal kerja Akhmad Fakih, yang dikenal dengan nama Kanjeng Lora ketika menjalani profesi sebagai guru spiritual.

"Minyak ini biasanya dioles ke alis, bibir atau rambut bisa..." ujarnya saat ditemui di rumahnya di Dusun Tengah, Desa Samatan, Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur, pada akhir Desember lalu.

"Khasiatnya [supaya orang yang memakai terlihat] karismatik, bagaimana orang percaya pada omongannya, percaya terhadap pribadinya."

Pria berusia 50 tahun ini mengaku sudah menjadi guru spiritual sejak muda.

'Bakat' itu ia peroleh secara alami, katanya. Namun ilmu spiritualnya diturunkan dari kakek buyut hingga abah-nya.

Biasanya orang-orang yang datang ke rumahnya minta disembuhkan dari penyakit tertentu.

Namun di tahun politik seperti sekarang tak cuma orang sakit yang berkunjung, tapi juga calon anggota legislatif yang bakal bertarung di Pemilu 2024.

Mereka mendatanginya agar selamat dunia dan akhirat, serta mendapat 'berkah' sebanyak-banyaknya ketika berkampanye.

Pria yang sehari-hari mengajar di Madrasah Ibtidaiyah ini bercerita tak pernah menolak siapa pun yang datang padanya — selama niatnya baik.

Para caleg yang minta pertolongan lantas diberikan wejangan dan ritual yang mesti dijalani setiap malam tanpa bolong sekalipun.

Mulai dari membaca Surat Yasin yang telah diberikan tanda olehnya di beberapa ayat tertentu dan dibaca beberapa kali.

Cara membacanya pun tak boleh sembarang, ada tuntunan yang diberikan.

Ritual itu dilakukan dini hari, sekitar pukul 03.00 — yang disebutnya sebagai "waktu istijabah atau saat yang pas untuk berdoa karena diyakini bakal dikabulkan Allah Subhanahu Wa Ta'ala".

"Kemudian setelah baca Surat Yasin, ada bacaan yang memang khusus dibaca," katanya tanpa memberitahu bacaan yang dimaksud.

"Bacanya jangan sampai tertidur, harus sampai azan subuh atau dikerjakan sebelum subuh... anggaplah jam 03.00 karena di jam itu sedang tenang atau waktu istijabah."

Ritual tersebut harus dilakukan selama 41 hari jelang hari pencoblosan dan dibarengi dengan penggunaan jimat.

Dia menunjukkan minyak dalam botol kaca yang tampak buram itu.

Warnanya coklat kekuningan yang klaimnya tak pernah berkurang walau sudah dipakai berkali-kali.

"Minyak itu saya beri ritual, baca-bacaan yang memang khusus bagaimana bisa menarik simpati masyarakat. Tapi yang paling penting adalah modal spiritual setiap malam itu," ucapnya.

Mayoritas calon anggota legislatif yang meminta 'bantuan' berasal dari Kabupaten Pamekasan. Mereka bakal memperebutkan kursi DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota.

Dari pengalamannya 'membantu' caleg-caleg itu sekitar 80% menang, klaimnya.

"Alhamdulillah bisa dikatakan dari sekian banyak calon anggota legislatif yang datang ke sini bisa dikatakan sukses," katanya dengan wajah semringah.

Ikatan Kanjeng Lora dengan anggota legislatif yang dibantunya, berdasarkan pengakuannya, masih terjalin hingga saat ini.

Karena kepada mereka, dia 'menitipkan' jimat sebagai pegangan. Bentuknya bermacam-macam; ada minyak, tongkat, atau keris.

Jimat-jimat itu ada yang dikembalikan tetapi ada juga yang dibiarkan menetap di rumah anggota legislatif tersebut.

"Ada 'media' yang memang perlu dibawa dari sini untuk diletakkan di rumahnya bahkan dibawa setiap bertemu masyarakat."

"Karena di rumah adalah tempat orang bermunajat, berdoa. Jadi di situ sebagai penunggunya."

Praktisi spiritual ini mengatakan caleg-caleg itu datang untuk satu tujuan: menang!

Tapi masalahnya, kata dia, tak segampang itu memenuhi harapan mereka.

Dukun seperti dirinya tak bisa bekerja sendiri, para caleg harus benar-benar menyiapkan mental. Sebab masalah yang timbul saat berkampanye tak bisa ditebak.

"Mereka akan dihadapkan pada situasi yang bisa saja kehidupan mereka dibuka, jadi kesiapan mental harus dikuatkan," ucap Abdul Fatah yang mengenakan kaos putih dan berkacamata hitam.

Dari pengalamannya mendampingi caleg, persoalan yang muncul biasanya kurang percaya diri atau kendala komunikasi.

Itu mengapa selain mendukung secara spiritual, ia juga memberikan dukungan moral.

Untuk 'bantuan' spiritual dia menggunakan bacaan-bacaan yang mesti rutin dilakoni para caleg. Termasuk jimat dan beberapa ritual.

"Untuk aurod [wirid] harus cocok dengan karakteristik seseorang... bisa jadi aurod yang diberikan sama, tapi menyesuaikan kemampuan seseorang menjalani dengan istiqomah."

Soal ritual, ia enggan menjelaskan secara rinci pada kami. Dia khawatir kalau dibuka, akan memicu 'prasangka' di masyarakat.

Yang pasti, tegas Abdul, selama menjalani ritual ada pantangan yang boleh dan tidak dilakukan.

Pria yang tergabung di Persatuan Dukun Nusantara (Perdunu) ini terang-terangan berkata banyak dari calon anggota legislatif yang meminta pertolongannya, pada akhirnya kalah dalam kontes politik.

"Banyak yang tidak jadi [gagal] karena kita lihat fakta di lapangan. Misal dalam satu daerah pemilihan yang diperebutkan satu kursi, sementara yang datang sepuluh orang..."

"Tapi karena dorongan kuat untuk jadi [menang], kita tetap tidak boleh menolak meski potensinya tipis."

"Makanya kesiapan mental harus disiapkan dari awal."

Total caleg DPR RI mencapai 9.917 orang yang berasal dari 11 partai politik dan tersebar di 84 daerah pemilihan.

Mereka sudah pasti harus bertarung sengit demi memperebutkan 580 kursi di Senayan.

Adapun untuk caleg DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota yang angkanya diperkirakan mencapai 30.000 lebih, juga mesti bersaing ketat.

Kursi DPRD Provinsi yang tersedia sebanyak 2.372 dan DPRD Kabupaten/Kota ada 17.510 kursi.

Calon anggota legislatif di Daerah Pemilihan 1 Jawa Timur dari PDI Perjuangan, Badri, mengakui betapa beratnya persaingan.

Dia sudah dua kali bertarung, namun kalah terus. Kali ini, ia sesumbar bakal mengerahkan segala daya yang dimiliki.

Di masa kampanye, Badri berusaha keras agar dirinya dikenal publik.

Ia mendatangi rumah-rumah warga, mengunjungi tokoh masyarakat, dan kiai untuk menarik hati masyarakat.

Bahan kampanye seperti baliho, selebaran, dan korek bergambar mukanya disebar ke berbagai wilayah.

"Karena di Pamekasan Dapil 1 banyak yang belum tahu profil saya. Itu makanya kami door to door memperkenalkan diri ke masyarakat, termasuk visi dan misi."

Visi-misinya adalah menyejahterakan nelayan, petani, dan pedagang.

Tapi ikhtiarnya untuk menang tak cuma dilakukan lewat pertemuan tatap muka dengan masyarakat, namun juga melibatkan kekuatan spiritual.

Meski dia tak mau terang-terangan membuka bentuk ritual yang dijalani, satu 'ibadah' yang kini wajib dilakoninya membaca shalawat.

Harapannya agar tenang dan tidak mudah emosi kala berhadapan dengan masyarakat.

"Untuk membentengi diri, saya sowan bukan khusus untuk apa yang akan saya capai atau menang. Akan tetapi karena ini pertarungan jadi setidaknya saya ada benteng untuk diri saya sendiri."

Badri mengaku percaya pada dunia spiritual karena tak lepas dari latar belakangnya yang pernah mengenyam pendidikan di pesantren.

Menjadi santri, katanya, harus percaya pada dawuh atau perintah kiai dan karena sepanjang hidupnya kerap mengalami banyak kejadian mistis.

Dengan segala usaha itu, ia mengaku siap kalah.

"Delapan puluh persen saya siap kalah, malah saya tidak siap menang. Kalau menang itulah takdir, kalah adalah bagian dari kita karena tak bisa melawan takdir."

Calon anggota legislatif nomor urut 4 ini menyebut guru spiritualnya sebagai 'orang tua' yang akan memberikan nasihat-nasihat spiritual.

Kendati demikian dia enggan membuka nasihat atau ritual yang dijalani. Namun di ruang tamu rumahnya, kedekatannya dengan dunia spiritual tampak jelas.

Terlihat dari keberadaan pusaka tombak dengan penutup kain putih yang tergeletak di sudut ruangan.

"Ini tombak totok, pemberian dari salah satu keturunan Wali yang ada di sini. Saya dapat saat pamitan minta restu mau nyaleg," ungkapnya.

Tedjo — begitu dia disapa — mengikuti petunjuk guru spiritualnya karena meyakini di dunia ini ada kekuatan lain di luar jangkauan manusia — yang semestinya bisa saling melengkapi.

"Ini kan urusan melangitkan doa," ucapnya.

Dengan mengikuti arahan dari guru spiritualnya, Tedjo mengaku lebih tenang dalam membuat keputusan di hidupnya dan di keseharian.

Termasuk jika takdir berkehendak lain alias gagal menjadi anggota DPR RI.

"Siap kalah, tentu itu."

Apa yang melatari caleg percaya kekuatan spritual?

Fenomena yang disebut sebagai mistifikasi politik sebetulnya sudah tumbuh lama dan mengakar di masyarakat tradisional, kata pengajar ilmu filsafat dan pemikiran Islam di Universitas Paramadina, Budhy Munawar Rachman.

Tapi setelah ajaran agama masuk ke Indonesia – atau yang disebut tahap ontologis – masyarakat jadi lebih religius tapi belum sepenuhnya rasional. Mereka masih percaya bahwa ‘orang suci’ seperti kiai adalah perantara kepada Tuhan.

Orang Indonesia, kata Budhy, hingga saat ini mencampur adukkan antara yang rasional dengan mistis, dan religius – dan itu dilakoni di kehidupan sehari-hari termasuk dalam urusan politik. Tujuannya sebagai 'pelengkap' dari usaha – usaha rasional yang telah mereka lakukan.

Itu mengapa jamak ditemui para kandidat yang sedang bertarung di pemilihan kepala desa, kepala daerah, bahkan presiden sekalipun pergi ke dukun atau guru spiritual.

"Mereka tidak hanya cukup dengan konsultan politik yang memberikan nasihat-nasihat yang sifatnya kalkulasi yang berdasarkan data atau survei..."

"Tapi perlu melibatkan 'dunia sana' agar berpihak pada dia," ujar Budhy kepada BBC News Indonesia.

Ada berbagai cara mistis yang biasa dilakukan oleh sebagian masyarakat di Indonesia sampai sekarang.

Yang paling tradisional tentu saja pergi ke dukun yang dianggap sakti.

Pasalnya mereka meyakini bahwa 'dunia roh' dapat memengaruhi apa yang terjadi di dunia nyata.

Bagi yang religius, kata Budhy, akan menyambangi kiai, ustaz, atau pendeta untuk mendoakan mereka karena diyakini pemuka agama merupakan perantara Tuhan.

"Jadi kenapa politisi sering bersilaturahmi ke pesantren-pesantren, selain mendapatkan dukungan, karena persetujuan atau dukungan sang kiai memberikan suatu kekuatan yang magis..."

"Apalagi sang kiai punya kemampuan berhubungan dengan dunia sana, untuk menakdirkan sang politisi bisa berhasil."

Cara lain yang lazim ditemui adalah ziarah ke makam-makam keramat.

Sering kali, katanya, para politisi atau pejabat yang hendak maju dalam kontestasi politik akan mendatangi makam tokoh-tokoh besar dan dianggap suci.

Niat mereka — selain tradisi — juga mencari apa yang disebutnya karomah atau berkah serta kekuatan dari orang yang sudah meninggal itu.

Sebab dalam kepercayaan tradisional, Wali yang sudah tiada masih 'hidup di alam roh' dan bisa berhubungan dengan Tuhan.

"Jadi dia [Wali yang sudah meninggal] akan membawa doanya sang politisi kepada Tuhan supaya dikabulkan."

Sama juga halnya ketika politisi atau pejabat pergi ke suatu tempat keramat.

"Tujuannya untuk mendapatkan kekuatan, karisma, wahyu."

Budhy menyebut sejumlah mantan presiden Indonesia kerap melakukan ritual-ritual tertentu.

Menurutnya, sulit untuk benar-benar menghilangkan kepercayaan ini meskipun zaman semakin maju dan dunia digital kian berkembang.

Namun demikian, pelan-pelan akan tergantikan seiring pola pikir masyarakat yang makin rasional.

"Ya tidak perlu kampanye"

Pengamat politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Adi Prayitno, sependapat.

Dia berkata dalam logika pemilihan umum langsung, kunci kemenangan yaitu siapa yang paling banyak dukungan dan mendapatkan suara saat pencoblosan di TPS.

Itu mengapa, caleg harusnya gencar mendekati dan meyakinkan masyarakat bahwa dia adalah orang yang layak untuk dipilih.

"Yang menang pertarungan sejauh mana caleg bekerja, ya itu kuncinya. Bukan doa orang lain. Kalau kuncinya doa, ya tidak perlu kampanye...," ucapnya kepada BBC News Indonesia.

Biasanya, kata Adi, anggota legislatif atau pejabat yang percaya pada hal-hal supranatural, akan mudah dikenali dari caranya membuat kebijakan — yakni selalu membawa embel-embel atau pesan 'agar mendapatkan pahala dan surga di akhirat'.

Hal itu menurutnya, tidak salah selama produk regulasinya berpihak pada semua kelompok masyarakat.

Yang salah kalau orang tersebut tidak melakukan kerja-kerja politik lantaran tak percaya pada data dan ilmu pengetahuan.

"Kalau kerja politik ya itu kerja atas dasar science, bukan berdasarkan apa kata dukun atau guru spiritual..."

Wartawan Mustopa di Surabaya dan Ahmad Shulhan di Banyuwangi berkontribusi untuk liputan ini.

https://regional.kompas.com/read/2024/01/30/101100578/saat-caleg-minta-bantuan-dukun-politik-dan-guru-spiritual-untuk-merebut

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke