Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bawaslu Ajak Komunitas Nelayan dan Ojek Awasi Pemilu di Kota Mataram

Kompas.com - 22/11/2023, 13:21 WIB
Idham Khalid,
Aloysius Gonsaga AE

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Badan Pengawasan Pemilu (Bawaslu) mengajak komunitas nelayan dan ojek berpartisipasi dalam pengawasan pemilihan umum (Pemilu) 2024.

Koordinator Divisi Hukum dan Penyelesaian Sengketa Bawaslu NTB Suhardi menilai, komunitas nelayan dan ojek merupakan komunitas yang termajinalkan yang kerap luput dari perhatian penyelenggara pemilu.

"Jadi peserta yang kami undang ini adalah dari komunis-komunitas yang memang kami anggap butuh advokasi yang termarjinalkan."

Baca juga: Dicopot karena Kasus Pungli, Ketua Bawaslu Surabaya Muhammad Agil Akbar Buka Suara

"Ada teman-teman dari nelayan, ada temen-temen dari apa tukang ojek, juga kita libatkan teman-teman mahasiswa," ungkap Suhardi usai memberikan sambutan dalam sosialisasi pengawasan penyelenggaraan pemilu di Kota Mataram, Rabu (22/11/2023).

Menurut Suhardi, kegiatan ini nantinya diharapkan para peserta dapat memahami bentuk advokasi ketika menemukan bentuk pelanggaran pemilu di lapangan.

"Mereka (peserta) ini nanti setelah kegiatan ini, kita harapkan punya pemahaman terkait  bagaimana mengawasi Pemilu minimal bisa diawasi di TPS."

"Misalnya dia menemukan ada dugaan pelanggaran, tahu ke mana dia harus melapor, karena kami yakin bahwa tidak bisa pengawasan ini hanya dilakukan oleh Bawaslu kamu tetap harus disupport oleh semua pihak," ungkap Suhardi.

Dijelaskan Suhardi, untuk daerah NTB ada sejumlah potensi pelanggaran Pemilu seperti money politic dan permainan isu SARA (suku, ras dan agama) sangat rentan terjadi.

Baca juga: Bawaslu Situbondo: Alat Peraga Kampanye Tidak Boleh Dipaku di Pohon

"Merefleksi pengalaman kemarin 2019 money politic ini kan dianggap sebagai musuh yang paling besar, tetapi seiring waktu ternyata berdasarkan komparasi dan apa pengawasan yang kami lakukan ternyata sudah mulai bergeser justru politisasi suku agama ras," kata Suhardi.

Menurut Suhardi, konflik SARA sangat sulit terobati, bukan seperti politik uang yang bisa selesai dalam jangka waktu tertentu.

"Money politic itu mungkin kalau dikasih uang 300 ribu, sebulan bisa hilang, tapi kalau pembelahan di masyarakat (SARA) ini sampai hari ini masih kita rasakan," kata Suhardi.

Tenaga Ahli Bawaslu RI Arief Rachman Hakim juga mengajak masyarakat yang langsung menjadi garda terdepan melaksanakan pesta demokrasi.

"Di sini hadir bahwa dari mulai pengawasan pemilu tingkat RI sampai ke tingkat desa itu ada perangkatnya," kata Arief.

Diakui Arief, tingkat partisipasi pengawasan pemilu masih rendah sehingga pihaknya mencoba membentuk forum-forum komunitas di desa-desa untuk mengawasi Pemilu.

"Untuk tingkat pengalaman partisipasi ini mereka masih kurang paham, seperti contoh pelaporan atau bagaimana cara menyampaikan ketika ada tetangganya atau sama saudaranya yang diisinyalir menyebarkan berita yang kurang tepat faktanya, tau berbohong, atau ketika ada tetangganya yang sebagai PNS mendukung kampanye salah satu calon," kata Arief.

Baca juga: Bawaslu Rekomendasikan Sanksi Netralitas untuk Kadisdik Kalsel

Disampaikan Arief, sejauh ini hasil dari partisipasi pengawasan masyarakat sudah terlihat seperti salah satu kasus di Kabupaten Dompu NTB.

Masyarakat menyampaikan laporan bahwa ada salah satu celag yang tidak mengumumkan dirinya adalah mantan narapidana.

"Ya ada kasus di Dompu kemarin atas tanggapan pengawasan masyarakat, salah satu caleg tidak mencontreng menyatakan bahwa dirinya adalah mantan narapidana, dan hal itu kami tindaklanjuti," kata Arief.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jembatan Penghubung Desa di Kepulauan Meranti Ambruk

Jembatan Penghubung Desa di Kepulauan Meranti Ambruk

Regional
Universitas Andalas Buka Seleksi Mandiri, Bisa lewat Jalur Tahfiz atau Difabel

Universitas Andalas Buka Seleksi Mandiri, Bisa lewat Jalur Tahfiz atau Difabel

Regional
Pemkab Bandung Raih Opini WTP 8 Kali Berturut-turut dari BPK RI

Pemkab Bandung Raih Opini WTP 8 Kali Berturut-turut dari BPK RI

Regional
Berikan Pelayanan Publik Prima, Pemkab HST Terima Apresiasi dari Gubernur Kalsel

Berikan Pelayanan Publik Prima, Pemkab HST Terima Apresiasi dari Gubernur Kalsel

Regional
Penculik Balita di Bima Ditangkap di Dompu, Korban dalam Kondisi Selamat

Penculik Balita di Bima Ditangkap di Dompu, Korban dalam Kondisi Selamat

Regional
Candi Ngawen di Magelang: Arsitektur, Relief, dan Wisata

Candi Ngawen di Magelang: Arsitektur, Relief, dan Wisata

Regional
Pria di Magelang Perkosa Adik Ipar, Korban Diancam jika Lapor

Pria di Magelang Perkosa Adik Ipar, Korban Diancam jika Lapor

Regional
Rambutan Parakan Terima Sertifikat Indikasi Geografis Pertama

Rambutan Parakan Terima Sertifikat Indikasi Geografis Pertama

Regional
Air Minum Dalam Kemasan Menjamur di Sumbar, Warga Wajib Waspada

Air Minum Dalam Kemasan Menjamur di Sumbar, Warga Wajib Waspada

Regional
Bersama Mendagri dan Menteri ATR/BPN, Walkot Makassar Diskusikan Kebijakan Pemda soal Isu Air di WWF 2024

Bersama Mendagri dan Menteri ATR/BPN, Walkot Makassar Diskusikan Kebijakan Pemda soal Isu Air di WWF 2024

Regional
Ditahan 3 Hari, Dokter yang Cabuli Istri Pasien di Palembang Kena DBD

Ditahan 3 Hari, Dokter yang Cabuli Istri Pasien di Palembang Kena DBD

Regional
Pegi Disebut Otak Pembunuhan Vina Cirebon, Polisi: Ini Masih Pendalaman

Pegi Disebut Otak Pembunuhan Vina Cirebon, Polisi: Ini Masih Pendalaman

Regional
Tabrak Tiang Lampu, Pembonceng Sepeda Motor Asal Semarang Tewas di TKP

Tabrak Tiang Lampu, Pembonceng Sepeda Motor Asal Semarang Tewas di TKP

Regional
Tembok Penahan Kapela di Ende Ambruk, 2 Pekerja Tewas

Tembok Penahan Kapela di Ende Ambruk, 2 Pekerja Tewas

Regional
Kekecewaan Pedagang di Pasar Apung 3 Mardika, Sudah Bayar Rp 30 Juta tapi Dibongkar

Kekecewaan Pedagang di Pasar Apung 3 Mardika, Sudah Bayar Rp 30 Juta tapi Dibongkar

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com