Kostrad yang berada di Sanggabuana dan Jatiluhur akan memastikan Pegunungan Sanggabuana tetap asri.
Pasukan Denharrahlat Kostrad bersama Ranger SCF kemudian melakukan ground check di lapangan dan memasang kamera trap untuk memastikan karnivora yang memangsa ternak warga ini.
Solihin Fuadi, Direktur Eksekutif SCF mengatakan, setiap puncak musim kemarau macan tutul jawa sering turun memangsa ternak warga yang berada di area penyangga.
Ini sudah kejadian yang kesekian kalinya di Desa Wargasetra. Kebiasaan masyarakat memang membuat kandang di kebun atau ladang di pinggiran hutan.
"Ke depan kami akan meminta bantuan dari Pemkab atau BBKSDA Jabar untuk membuatkan kandang halau buat para peternak supaya ternaknya aman dari serangan karnivora besar," ujar Solihin.
Setelah melakukan ground check bersama pasukan Denharrahlat Kostrad, Solihin mengaku tidak berani menyimpulkan satwa jenis apa yang memangsa ternak warga. Sebab warga baru melapor 20 September 2023 padahal kejadiannya 8 September 2023.
“Jejak di lapangan sudah hilang, hanya menyisakan sisa-sisa darah yang sudah mengering. Jadi bisa kita simpulkan nanti setelah ada hasil dari kamera trap," ujar Solihin.
Bernard T Wahyu Wiryanta, fotografer dan peneliti satwa liar Sanggabuana yang ikut melakukan ground check bersama Denharrahlat Kostrad menduga satwa liar yang menyerang ternak ini adalah karnivora besar jenis macan tutul jawa atau Panthera pardus melas.
Hal ini dilihat dari luka-luka yang ditinggalkan ternak yang mati. Seperti luka di leher dan pada bagian paha belakang yang hilang.
Itu adalah pola dan karakter serangan karnivora besar seperti macan tutul jawa.
"Mereka akan menerkam leher untuk mematikan mangsanya. Kemudian pola makannya dimulai dari bagian dalam isi perut dan/atau kaki atau paha bagian belakang dulu. Bisa kemudian ditinggal dan diteruskan sampai habis di lain waktu, atau diangkut ke atas pohon," ujar Bernard yang menjabat sebagai Dewan Pembina di SCF.
Bernard mengatakan, trend 3 tahun terakhir, kejadian konflik satwa liar di Sanggabuana terjadi pada puncak musim kemarau.
3 tahun terakhir kejadian ternak dimangsa macan tutul ini karena induk macan tutul sedang mengasuh anak-anaknya dan mengajari anaknya berburu dan memangsa satwa buruan.
Seperti pada kejadian sebelumnya, Tim SCF menemukan jejak dari beberapa ekor individu dengan ukuran berbeda. Di Sinapeul, ada 1 jejak dengan ukuran besar dan 2 hingga 3 jejak lain berukuran kecil.
"Ini adalah jejak induk macan tutul jawa dengan anak-anaknya. Biasanya untuk mengajari berburu, ketika susah mendapatkan mangsa satwa liar, induk ini akan menggunakan ternak warga sebagai prey atau mangsanya," ujar Bernard.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.