Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Rivan Achmad Purwantono
Dirut Jasa Raharja

Direktur Utama PT Jasa Raharja

Mengurangi Kecelakaan di Perlintasan Sebidang Kereta Api

Kompas.com - 07/09/2023, 15:59 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Berdasarkan norma di atas, maka kalau ada kendaraan yang mengalami tabrakan dengan kereta api di perlintasan kereta api, maka hal itu kesalahan dari pengendara tersebut.

Dengan demikian, peristiwa itu termasuk perbuatan melawan hukum karena akibat perbuatan pengendara dapat menyebabkan orang lain mengalami cidera atau meninggal dunia.

Akibat hukum yang dilakukan pengendara di atas sesuai pasal 296 UU LLAJ dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan.

Sedangkan pada pasal 359 KUHP menyatakan: ”Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun.” 

Adapun pasal 360 ayat (1) KUHP, menyatakan: “Barangsiapa karena kesalahannya menyebabkan orang luka berat dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun atau hukuman kurungan selama-lamanya satu tahun”.

Perlindungan warga negara pada hakikatnya adalah tugas negara. Hal itu sesuai pembukaan UUD 1945 pada aline ke IV yang menyatakan: “Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa,...”

Pembukaan UUD 1945 tersebut secara jelas mengamanatkan tujuan negara harus dijalankan.

Menurut Frans Magnis Suseno, tujuan negara adalah penyelenggaraan kesejahteraan umum, membagi tugas negara dalam tiga kelompok, yaitu :

  1. Negara harus memberikan perlindungan kepada para penduduk dalam wilayah tertentu; perlindungan terhadap ancaman dari luar negeri dan dalam negeri; perlindungan terhadap ancaman penyakit atau terhadap bahaya-bahaya lalu lintas;
  2. Negara mendukung, atau langsung menyediakan berbagai pelayanan kehidupan masyarakat dalam bidang sosial, ekonomi, dan kebudayaan;
  3. Negara menjadi wasit yang tidak memihak antara piak-pihak yang berkonflik dalam masyarakat serta menyediakan suatu sistem yudisial yang menjamin keadilan dasar dalam hubungan sosial masyarakat.(Frans Magnis Suseno, dalam Ilmu Negara, Nimatul Huda, Penerbit Rajawali Pers, cetakan ke 8, Agustus 2016, hal 57).

Implementasi negara terkait penyelenggaraan kesejahteraan umum dalam konteks perlindungan penduduknya terhadap ancaman dari bahaya kecelakaan kereta api tercermin pada Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM 94 Tahun 2018 Tentang Peningkatan Keselamatan Perlintasan Sebidang Antara Jalur Kereta Api Dengan Jalan.

Dalam pasal 2 ayat (1) menyatakan :

Untuk menjamin keselamatan perjalanan kereta api dan keselamatan masyarakat pengguna Jalan, Perlintasan Sebidang yang telah beroperasi sebelum Peraturan Menteri ini berlaku dan belum dilengkapi dengan Peralatan Keselamatan Perlintasan Sebidang, harus dilakukan pengelolaan oleh:
a. Menteri, untuk Jalan nasional;
b. gubernur, untuk Jalan provinsi;
c. bupati/wali kota, untuk Jalan kabupaten/kota dan Jalan desa; dan
d. badan hukum atau lembaga, untuk Jalan khusus."

Menurut penulis, peraturan PM 94 Tahun 2018 di atas sudah sejalan dengan pendapat Frans Magnis Suseno, di mana negara menjalankan peranannya, yaitu memberikan perlindungan warga negaranya dari bahaya lalu lintas, sehingga harus dipastikan bahwa setiap jalan perlintasan sebidang harus difasilitas oleh peralatan keselamatan perlintasan sebidang pada jalan nasional, jalan provinsi, jalan kabupaten/kota dan jalan khusus.

Peranan menteri, gubernur, bupati/wali kota, serta badan hukum atau lembaga harus secara konsisten memprogramkan secara intensif pemberian fasilitas peralatan keselamatan perlintasan sebidang dengan memberikan skala prioritas dalam penyusunan APBN dan APBD.

Berdasarkan data Direktorat Keselamatan Perkeretaapian Direktorat Jenderal Perkeretaapian, Kementerian Perhubungan, periode 2014-2018, kecelakaan lebih banyak terjadi pada perlintasan yang tidak terjaga.

Rinciannya, 205 kecelakaan di perlintasan sebidang yang dijaga dan 1.174 kecelakaan di perlintasan yang tidak dijaga. Jika diambil rata-rata, maka setiap bulan terjadi 23 Kecelakaan di perlintasan tanah sebidang.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com