Dn mengaku upah Rp 1,9 juta per bulan sangat jauh dari layak untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
Dia beruntung dapat membuat rumah sederhana ukuran 8 X 5 meter di atas tanah warisan orangtuanya.
Setali tiga uang dengan Dn, AA seorang sekuriti perusahaan mengaku telah 15 tahun bekerja sebagai centeng yang bertugas mengawasi pencurian buah sawit, atau apabila ada karyawan nakal.
Centeng ini bertugas melaporkan pelanggaran dan pencurian ke manajemen perusahaan.
Baca juga: Kisah Abdul, 50 Tahun Bertahan Jadi Buruh Penderes Karet di Rokan Hulu
Setelah 15 tahun menjadi centeng dengan bayaran Rp 500.000 per bulan baru, AA diangkat menjadi karyawan.
Anehnya meski diangkat menjadi karyawan AA tidak pernah menandatangani kontrak kerja.
"Gaji saya Rp 2,4 juta bekerja 9 sift pada pagi, sore, dan malam. Meski gaji bulanan apabila saya tidak hadir satu kali maka gaji saya langsung dipotong jadi seperti harian," kata dia.
AA sangat senang apabila ada aksi unjuk rasa masyarakat ke perusahaan.
Biasanya dia akan dapat uang ekstra pengamanan dari perusahaan yang besarannya mencapai Rp 3 juta.
"Saya senang kalau ada demo-demo masyarakat ke perusahaan biasanya ada uang ekstra pengamanan jumlahnya jutaan," katanya sambil tertawa.
Baca juga: Kisah Buruh Pabrik Banting Setir Rintis Bisnis Piza, Omzet Jutaan Rupiah Per Bulan
Dn dan AA menjelaskan ada 1.000-an buruh di perusahaan itu bekerja dengan nasib yang sama seperti mereka.
Mereka mengatakan ada beberapa jenis buruh di perusahaan tersebut.
Di antaranya adalah buruh tukang semprot rumput, tukang pupuk, pembersih piringan batangan sawit, tukang panen, dan harian lepas.
Umumnya para buruh tersebut mendapatkan upah Rp 79.000 per hari kerja.
Hanya tukang panen yang perlakuaannya agak berbeda, mereka digaji Rp 97.000 per hari kerja (maksimal 20 hari) per harinya mereka wajib memanen 20 tandan sawit.
Apabila sudah mencapai 20 tandan sawit maka mereka akan mendapatkan upah tambahan sebesar Rp 200 per kilogram.