Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Eki Baihaki
Dosen

Doktor Komunikasi Universitas Padjadjaran (Unpad); Dosen Pascasarjana Universitas Pasundan (Unpas). Ketua Citarum Institute; Pengurus ICMI Orwil Jawa Barat, Perhumas Bandung, ISKI Jabar, dan Aspikom Jabar.

110 Tahun Pasundan Merawat Peradaban Negeri

Kompas.com - 25/07/2023, 07:30 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Mereka bicara dengan Bahasa Sunda di mana pun berada. Di toko, alun-alun, sekolah, masjid dan dalam pergaulan keseharian.

Saat ini terjadi krisis penggunaan bahasa Sunda. Kini, banyak generasi muda yang kadang takut bicara pakai Bahasa Sunda karena adanya undak usuk basa.

Salah satu cara untuk melestarikan budaya dan Bahasa Sunda pada generasi muda, Paguyuban Pasundan mendirikan 118 sekolah dasar dan menengah, 4 perguruan tinggi dan ada binaan pesantren, serta Akademi Budaya Sunda dalam ihtiar merawat budaya Sunda.

Paguyuban Pasundan mengajak seluruh anak bangsa berkolaborasi dan berjihad bersama Paguyuban Pasundan dalam memerangi kebodohan dan kemiskinan.

Jika pada 1913 Paguyuban Pasundan berdiri dipelopori oleh para calon dokter, kini Universitas Pasundan siap meluluskan para dokter baru, untuk turut menjawab permasalahan kesehatan di Jawa Barat.

Semangat “bertarung” yang dimiliki Mas Dajat Hidajat dan para pendiri Paguyuban Pasundan lainnya sejak awal pendirian organisasi ini pada 20 Juli 1913, di rumah Daeng Kanduruan Ardiwinata.

Yang mengusulkan paguyuban Pasundan dilandasi semangat baru melawan kolonialisme dan keterbelakangan.

Semangat dan jalan baru, lahir sebagai dampak kebijakan politik etis Belanda yang menghasilkan golongan intelektual pribumi. Kemudian menyadari akan keterbelakangan nasib bangsanya dan mulai mengangkat dua senjata utama: pena dan organisasi, dalam upaya meruntuhkan dominasi kekuasaan kolonial dan alam pikiran feodal saat itu.

Menurut M.C. Ricklefs dalam Sejarah Indonesia Modern 1200-2008 (1981), pada tiga dasawarsa pertama abad ke-20, masalah dalam masyarakat Indonesia telah mengalami perubahan yang begitu besar, sehingga masalah-masalah politik, budaya, dan agama, rakyat Indonesia mengalami dinamika perubahan dan cara pandang baru dalam melihat persoalan bangsa.

Riset disertasi Mikihiro Moriyama, menulis para pemuda yang melahirkan Pasundan pada 20 Juli 1913 adalah buah dari semangat baru yang ditiup-tiupkan oleh Moehamad Moesa mulai pada pertengahan abad ke-19.

Berkat bimbingan dan dukungan Karel Frederik Holle, yang berjuang membangunkan kembali bahasa Sunda.

Dari rintisan Moesa dan anak-anaknya, orang Sunda mengenal bahasanya dalam huruf latin. Setelah didirikan Sekolah Rakyat, anak-anak Sunda mulai mempelajarinya di bangku-bangku sekolah.

Seiring waktu, jenjang sekolah yang dapat diikuti oleh anak-anak pribumi kian
tinggi hingga di sekolah kedokteran.

Nama Pasundan dipilih untuk paguyuban mereka. Majalah resmi Pasundan Papaes Nonoman, No. 5, Th. 1, 1 Juni 1914, merekam peristiwa itu dengan baik.

Itulah peristiwa, yang oleh Edi S. Ekadjati dalam Kebangkitan Kembali Orang Sunda (2004) disebut sebagai kebangkitan kembali orang Sunda secara politik sejak runtuhnya Pajajaran pada 1579.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com