BANGKA, KOMPAS.com- Bobby Ridianto (33) baru saja berkeliling memeriksa lingkungan sebuah perkantoran di Jalan Raden Abdullah, Kampung Opas, Pangkalpinang, Kepulauan Bangka Belitung, Sabtu (22/7/2023).
Petugas satuan pengamanan (satpam) outsourcing salah satu perusahaan itu kemudian berjaga-jaga di pinggir jalan.
"Inilah tugas kami sehari-hari. Dulu sempat di perusahaan rokok, sekarang perusahaan distribusi pupuk," kata Bobby saat berbincang dengan Kompas.com, Sabtu siang.
Baca juga: Pensiun Dini dari Kepsek demi Jadi Caleg, Sujud: Kalau Sistemnya Proporsional Tertutup, Saya Mundur
Bobby yang sudah bertugas selama 8 tahun sebagai satpam kini bertekad maju sebagai bakal calon anggota legislatif untuk Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Pangkalpinang.
Bermodal relasi sosial, anak buruh angkat pelabuhan itu tercatat maju dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dengan nomor urut enam.
"Secara pribadi saya diusung partai. Sempat ditawar dua partai lain, akhirnya pilih maju dari PPP," ujar Bobby.
Baca juga: Berkas Caleg Banyak yang Belum Lengkap, Bawaslu: Terdapat di Semua Parpol
Maju sebagai calon wakil rakyat, Bobby tidak berasal dari keluarga birokrat. Ayahnya yang sudah almarhum hanya tamatan SMP yang bekerja buruh untuk menghidupi anak-anaknya.
Bobby sendiri anak keempat dari lima bersaudara.
Menurut Bobby, maju sebagai caleg tidak mengandalkan uang banyak. Ia lebih mengandalkan relasi sosial yang terus terjaga hingga saat ini.
Di samping bertugas sebagai satpam, Bobby juga aktif di komunitas burung berkicau.
Di sana, Bobby memiliki banyak kenalan dan orang-orang yang juga aktif dalam kegiatan sosial.
"Pernah kami bertemu warga yang anaknya menderita hydrocephalus. Kemudian dari kenalan di kicau mania, ada yang bersedia membantu untuk menjalani pengobatan," ujar Bobby.
Beranjak dari kepedulian sosial tersebut, Bobby pun berkomitmen untuk memperjuangkan pelayanan kesehatan jika terpilih sebagai anggota dewan kelak.
Selain karena banyaknya keluhan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan, Bobby juga pernah merasakan sendiri sulitnya mendapatkan akses pengobatan.
"Anak pertama kami sempat sakit setelah dilahirkan, karena terminum air ketuban. Tapi rumah sakit tidak bisa merawat dengan alasan penuh dan asuransi. Kami harus mencari tempat lain, sampai dapat rumah sakit ketiga yang kelas dua," kenang Bobby.