Kepala Desa Banyuroto, Yanto menceritakan perjalanan desanya sejak 2006 hingga sekarang dapat menyabet prestadi sebagai Desa Mandiri Energi Kategori Mapan dan Kampung Program Iklim (Proklim) Kategori Lestari.
“Kami jadi DME sejak 2021, dulu peringkat masih 4, lalu pada 2023 masuk DME Kategori Mapan (tertinggi). Kalau desa proklim pada 2019 masuk kategori utama, kemudian pada 2022 naik level jadi kategori lestari,” kata Yanto.
Awalnya pada 2006 Kelompok Tani Karya Makmur berencana membuat laboratorium agribisnis.
Inisiatif penggunaan biogas itu muncul lantaran warga desa terus mengambil kayu bakar untuk menyalakan kompor setiap hari.
Mereka mengkhawatiran kondisi hutan dan pepohonan di sekitarnya. Lalu memulai pemasangan sejumlah biodigester di beberapa rumah warga.
“Di sini banyak potensi ternak, ada sekitar 1.000, selama ini cuma dipakai sebagai pupuk kendang. Padahal, kalau diolah jadi biogas, bisa jadi pengganti kayu bakar, kayu di hutan pun terjaga,” ungkap Yanto.
Dia mengatakan, warga yang kebanyakan memiliki hewan ternak itu sangat tertarik dengan instalasi biodigester untuk mengolah kotoran ternak menghasilkan biogas.
Namun, lantaran biaya yang relatif mahal, mereka mengurungkan niatnya.
“Sebenarnya masyarakat tertarik, tapi terkendala pembiayaan alat paling kecil itu sekitar Rp 10 juta-Rp 15 juta, jadi masih dikesampingkan,” tutur dia.
Baca juga: Taman Kyai Langgeng di Magelang: Wahana, Harga Tiket, dan Jam Buka
Padahal, dari segi ekonomi, menurutnya setiap KK dapat mengirit pemakaian sekitar empat tabung elpiji atau setara dengan Rp 100.000 bila memanfaatkan biogas.
Di samping itu, pemanfaatan kotoran ternak sebagai biogas itu juga menjadi bentuk tanggung jawab warga setempat lantaran telah menyebabkan timbulan gas metan dari kegiatan peternakan.
Sehingga program itu dinilai tepat bagi masyarakat untuk andil memperlambat pemanasan global dan terjadinya krisis iklim.
“Saat ini, ada tiga jenis instalasi biodigester. Paling kecil berukuran 4 m3 dapat dipakai meski hanya punya satu sapi, lalu sedang berukuran 9 m3 paling tidak 3-4 ekor sapi, dan paling besar 20 m3 butuh kotoran lebih dari 5 sapi,” ujar dia.
Sampai sekarang pihaknya telah memasang 18 unit yang tersebar di rumah warga di enam dusun.