Kandang itu sengaja didesain miring agar kotoran mudah mengalir ke bawah dan masuk lubang pengolahan biodigester.
Biodigesters merupakan alat yang digunakan untuk mengolah limbah organik seperti kotoran sapi menjadi biogas.
Alat itu mengaduk kotoran yang masuk dalam lubang untuk mengekstraksi gas metan di dalamnya.
Menariknya, biodigester itu terpasang di ruang tengah rumah Marwoto. Alat sepanjang 4 meter itu ditutup dengan papan kayu dan plastik.
Tanpa ada rasa khawatir, ia memasang tikar dan kasur di bagian paling luar.
Setelah gas dari kotoran diekstraksi, hasilnya biogas dapat diubah menjadi api dan digunakan sebagai pengganti kompor elpiji atau kompor kayu.
“Sebelum pakai biogas, dulu belum ada elpiji. Jadi pakai kayu. Jadi kalau kekurangan pakai kayu, kalau sudah cukup ya enggak perlu. Utamanya pakai biogas ini,” kata dia.
Ia merasa beruntung karena dahulu terpilih menerima bantuan biodigester.
Baca juga: Kisah Buruh Pabrik Banting Setir Rintis Bisnis Piza, Omzet Jutaan Rupiah Per Bulan
Dia mengatakan, program DME yang memanfaatkan kotoran ini sangat tepat dengan kondisi desanya yang mayoritas bekerja sebagai peternak dan petani.
“Karena manfaatnya kan double. Jadi gas, dan sisa kotorannya jadi kompos padat dan cair. Jadi enggak perlu beli kompos, karena di sini kan kami petani. Sudah satu tahun tanaman cabai dipupuk pakai kotoran, setiap minggu panen terus ini. Seperempat hektar dipupuki sendiri,” ujar dia.
Selama belasan tahun menggunakan, pihaknya tidak merasakan kendala atau kerusakan pada alat biodigester. Hanya kompornya saja yang perlu peremajaan.
“Kok saya belum mengalami kesulitan ya. Biasa saja. Alat biodigesternya enggak ada kerusakan, paling cuma kompornya saja,” terang dia.
Berkat keberhasilannya, rumah Marwoto kerap menjadi objek studi banding. Pada akhir pekan ini ia bahkan menerima kunjungan mahasiswa dari sejumlah perguruan tinggi sekaligus.