Kondisi itu berlarut-larut hingga akhirnya mencuat setelah Fadiyah memprotes Wali Kota Jambi melalui akun TikTok.
Protes itu tak lain karena Fadiyah ingin mencari keadilan bagi nenenknya, Hapsah.
Hapsah mengaku sering pusing saat pertama kali pembangkit listrik dibangun. Rumahnya berada di RT 25, pun rusak akibat aktivitas perusahaan.
Keluarga Fadiyah mengatakan, Hapsah bahkan sempat didiagnosa dokter karena mengalami kecemasan dan sering pusing akibat aktivitas truk yang lalu lalang.
Sementara Fadiyah sempat menderita penyakit kulit karena polusi yang ada dari cerobong asap PLTU dahulunya.
Dia mengatakan kata dokter berasal dari emisi yang dihasilkan PLTU atau kendaraan yang lewat.
Sementara itu, terkait soal angka 1,3 miliar yang diminta, Fadiyah mengatakan, itu adalah rincian yang diminta perusahaan.
“Pihak perusahaan datang dan meminta rincian kerugian sejak 2013 hingga 2022. Mereka minta dan kemudian pergi, setelah itu tidak ada lagi,” kata Fadiyah.
Dia menegaskan, keluarganya tidak pernah menuntut penggantian 1,3 miliar. Dalam rincian itu ada kerugian materil dan imateril yang diderita nenek Hapsah.
Lalu, kata SFA, Hapsah bukan satu-satunya korban rumah rusak dan polusi akibat mesin-mesin pembangkit tersebut.