Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
KILAS DAERAH

Rasio Ketergantungan Penduduk di Kota Metro Capai 42,32 Persen, Siap Menuju Metro Emas 2037

Kompas.com - 30/05/2023, 18:52 WIB
Dwi NH,
A P Sari

Tim Redaksi

Menurutnya, ruang publik yang nyaman bagi pejalan kaki bisa diberlakukan di publik space, seperti menata Samber Park dan memenuhi tujuh sapta pesona, demikian juga taman-taman yang ada di Kota Metro.

Baca juga: Kapolda Metro Perintahkan Propam Periksa Anggotanya soal Borgol Kabel Ties Mario, Kompolnas: Memang Perlu Dilakukan

“Ruang-ruang di kota yang tidak luas ini ternyata banyak memberikan ruang publik yang cukup. Hanya sayang belum semua dirawat dengan berbasis budaya berpikir yang membumi,” imbuh Wahdi.

Kota Metro memasuki "Era Peradaban Tinggi"

Wahdi menjelaskan bahwa Kota Metro memasuki "Era Peradaban Tinggi" atau Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) 2025-2045.

Hal tersebut, kata Wahdi, ditandai dengan mereproduksi Karya "Cipta, Rasa, dan Karsa" di akhir RPJP Metro 2005-2025. Hal ini sebagai indikator dari "Berbudaya Belajar Tinggi" (Fase Internalizing).

“Perlu adanya gerakkan yang besar dan hebat untuk menuju masa keemasan tersebut yang sudah nyata di Kota Metro dan juga didukung oleh lembaga pendidikan swasta,” ujarnya.

Sebagai langkah lebih lanjut, Wahdi mengatakan, RPJP ke-II Periode 2025-2045 perlu dirancang dengan peta jalan pembangunan Kota Metro memasuki Era Indonesia Emas (100 tahun), sedangkan untuk Metro di usia emas (100 tahun) pada tahun 2037.

Baca juga: Mengamati Perkembangan Otak Anak di Usia Emas

Dalam kesempatan tersebut, ia menjelaskan bahwa periode Metro emas melalui empat tahap.

“Pertama, fase kreatif pada rentang usia 25 sampai 30 tahun. Kedua, fase inovatif pada rentang usia 30 sampai 35 tahun,” ucap Wahdi.

Ketiga, lanjut dia, fase inventif pada rentang usia 35 sampai 40 tahun. Keempat, fase penguasaan IPTEKS (kematangan) pada rentang usia 40 sampai 45 tahun.

Wahdi mengungkapkan bahwa manusia harus memenuhi kebutuhan yang paling rendah terlebih dahulu sebelum naik ke tingkat lebih tinggi, sampai mereka bisa mengaktualisasikan dirinya.

Hal tersebut sesuai dengan penjelasan Abraham Maslow, psikolog yang berasal dari Amerika dan terkenal dengan teorinya tentang hierarki kebutuhan manusia.

Baca juga: Mengenal Arti Penting Trisila TNI AL: Disiplin, Hierarki, dan Kehormatan Militer

Adapun kebutuhan yang dimaksud, yaitu, pertama kebutuhan fisiologis (physiological needs). Kedua, kebutuhan akan rasa aman (safety/security needs). Ketiga, kebutuhan akan rasa memiliki dan kasih sayang (social needs).

Keempat, kebutuhan akan penghargaan (esteem needs) dan kelima kebutuhan akan aktualisasi diri (self-actualization needs).

“Pembangunan berkelanjutan hakekatnya adalah pembangunan yang didasarkan akan kebutuhan masyarakat untuk minimal pemenuhan kebutuhan dasarnya,” ucap Wahdi.

Kebutuhan tersebut, lanjut dia, akan bisa terpenuhi bila dilakukan oleh masyarakat bersama pemerintah dalam sinergitas secara holistik, realistis, komprehensif dan cerdas-cermat, empati, responsif, ilmu-iman-ikhlas, amanah (CERIA).

Selain itu, sebut Wahdi, penerapan saripati dari 17 tujuan dan 169 elemen Sustainable Development Goals (SDGs) dalam pembangunan berkelanjutan juga diperlukan.

Baca juga: ASEAN Youth Innovation Challenge 2023, Prasmul Bahas 3 Isu SDGs ASEAN

”Adapun saripati yang dimaksud, yaitu pembangunan SDM dan lingkungan berkelanjutan sebagai investasi terbesar dalam memelihara kehidupan bumi,” jelasnya.

Hal tersebut adalah sebuah langkah besar menuju pengakuan terhadap kekuatan transformatif urbanisasi untuk pembangunan. Hal ini membutuhkan peran pemimpin-pemimpin daerah agar tercipta perubahan global secara bottom-up.

“Kota Metro dengan genetiknya yang baik tentu dapat mencapai sebagai kota yang berpredikat segala-galanya dalam Metro Emas 2037,” jelas Wahdi.

 

 
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com