“Selain tadi soal diskriminasi terhadap perempuan, tindakan ini menunjukkan gejala masih tumbuhnya intolerasi yang ada di Indonesia yang fanatik pada satu agama tertentu, tidak menghormati yang lain,” kata Anis.
Komisioner Komnas Perempuan, Mariana Amiruddin, melihat, persekusi yang terjadi itu merupakan bentuk penganiayaan seksual yang menjatuhkan martabat para korban.
“Ada yang ambigu di situ, kemarahan pada kegiatan yang dianggap mengandung unsur seks dalam dunia hiburan tetapi bentuk penghukuman yang dilakukan juga mengandung unsur seksual, yakni penelanjangan,” kata Mariana.
Mariana menjelaskan, berkaca dari kasus itu, para perempuan yang bekerja sebagai pemandu lagu telah dicap sejalan dengan potensi praktik prostitusi pada "laki-laki hidung belang".
Baca juga: Kasus Persekusi 2 LC Karaoke di Sumbar, Polisi Periksa 11 Saksi
“Dan perempuanlah yang dianggap pihak yang memulai karena dianggap ‘mahluk penggoda’. Sehingga kemarahan dan penghukuman tersebut diarahkan pada perempuan. Ditambah lagi karena terjadi di bulan suci Ramadan, maka kemarahan terjadi berkali lipat,” ujarnya.
Baik Anis dan Mariana berharap agar penegak hukum segera menjerat para pelaku ke meja hukum dengan pasal kekerasan seksual dan meminta pemerintah untuk memperkuat literasi ke masyarakat yang berpihak kepada hak asasi perempuan.
Penjabat (Pj) Wali Nagari Kamang Barat, Elza Sumitra, menyayangkan terjadinya kekerasan tersebut.
Namun, jika ditarik ulur ke belakang, ujarnya, pemerintah Nagari (setingkat desa) Kamang Barat (lokasi terjadinya persekusi) telah mengimbau para pemilik kafe di lokasi tersebut untuk tidak beroperasi selama bulan Ramadan.
“Ada pelanggaran sebenarnya, ada hal yang sama-sama tidak pada tempatnya dan ini kita jadikan sebagai interospeksi diri, pemiliknya, pemudanya dan dari kami sebagai pemerintahan juga agar tidak bisa terulang lagi,” kata Elza.
Dia mengatakan, apa yang terjadi itu merupakan titik puncak dari tindakan pelanggaran yang dilakukan (kafe yang beroperasi) selama Ramadan.
Baca juga: Pemilik Kafe di Sumbar yang LC-nya Dipersekusi Mangkir Panggilan Satpol PP
“Saya mengapresiasi pemuda di daerah sana yang sudah membantu pekerjaan kami, tapi mungkin karena ada perlakuannya yang sedikit kurang tepat, namun demikian ke depan sama-sama kita perbaiki,” katanya.
Senada, pemuka agama dan juga Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) di Sumatra Barat, Duski Samad berkilah bahwa aksi persekusi itu merupakan akibat pelanggaran terhadap kearifan lokal.
“Misalnya tempat karaoke itu sudah melewati batas atau bagaimana, pasti ada pemicu dari tindakan warga tersebut. Kejadian ini juga terjadi di bulan Ramadan yang berkemungkinan ada hal sensitif yang terganggu,” kata Duski.
“Walaupun kita sayangkan perbuatan main hakim sendiri itu tidak bagus, tapi kasus ini kan ada hubungan sebab dan akibat."
"Harusnya warga melaporkan kepada yang berwenang, tetapi ketika massa sudah bergerak tidak mudah untuk mengorganisirnya,” katanya.
Untuk itu kata Duski, diperlukan peran tokoh-tokoh agama dan masyarakat untuk saling mengingatkan dan mencegah perbuatan yang di luar kewajaran.
“Jadi dalam konteks hidup bermasyarakat yang paling penting itu saling memahami posisi masing-masing. Boleh bebas, tapi jangan sampai merampas kebebasan orang lain. Memang boleh orang melakukan sesuatu di daerahnya, tetapi tidak boleh pula keluar dari norma-norma,” katanya.
Reportase tambahan oleh wartawan Halbert Chaniago dari Sumatra Barat.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.