Setelah melakukan gelar perkara, polisi telah meningkatkan kasus tersebut ke tingkat penyidikan, kata Novianto.
“Sampai saat ini kami sudah periksa tujuh orang saksi, dengan mengarah ke satu orang [tersangka]. Artinya kami sudah punya nama, tapi belum bisa disampaikan dulu,” tambahnya
Terdapat tiga tindak pidana yang akan dikenakan kepada para pelaku, kata Novianto, yaitu Undang-undang (UU) tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual dan UU Pornografi terkait tindakan pidana persekusi yang dilakukan.
Baca juga: Pengakuan Wanita Dituduh Pemandu Karaoke yang Diceburkan ke Laut, Ditelanjangi oleh Sejumlah Pemuda
Kemudian, UU Informasi Dan Transaksi Elektronik (ITE) terkait dengan publikasi video tersebut ke media sosial.
Terakhir, Pasal 170 KUHP terkait kekerasan terhadap orang atau barang, yaitu aksi pengerusakan kafe tersebut.
“Kami juga mohon bantuan dari seluruh komponen masyarakat untuk memberikan informasi sebanyak-banyaknya sehingga perkara yang kami tangani bisa segera terungkap dan terselesaikan, khususnya bagi kepala-kepala kampung, tokoh-tokoh pemuda yang berada di lokasi saya mohon bantuan. Serahkan orang-orang itu atau kami tidak akan berhenti mencari mereka,” ujarnya.
Novianto juga meminta kepada masyarakat jika menemukan terjadinya tindakan maksiat untuk melaporkan ke polisi, dan tidak melakukan aksi “main hakim sendiri yang akhirnya malah kebablasan”.
Baca juga: Soal Aksi Warga di Sumbar Ceburkan 2 Pemandu Karaoke ke Laut, Polisi: Pelaku Langgar Hukum dan HAM
“Mencegah maksiat itu baik, tapi caranya yang tidak tepat, berlebihan, sehingga menyebabkan orang lain teraniaya,” ujarnya.
Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Anis Hidayah, mengecam dan menyesalkan aksi persekusi terhadap dua korban yang diceburkan ke laut dan ditelanjangi.
“Persekusi ini merupakan tindakan yang merendahkan martabat perempuan, tidak manusiawi, dan mestinya tidak perlu dilakukan karena jika ada persoalan yang muncul di masyarakat terhadap perempuan, tidak perlu ada persekusi, tetapi diperlukan pendekatan yang lebih manusiawi,” kata Anis.
Mengapa tindakan persekusi, khususnya kepada perempuan, masih kerap terjadi di masyarakat?
Anis mengatakan diskriminasi terhadap perempuan menjadikan mereka kelompok kelas dua sehingga rentan mengalami stigmatisasi di tengah budaya patriarik yang masih sangat kuat di Indonesia.
“Perempuan menjadi objek, dan korban, bahkan kepada mereka yang bekerja di sektor tertentu seperti pekerja karaoke. Padahal yang datang juga banyak laki-laki.”
Baca juga: Viral Video Pemandu Lagu di Pesisir Barat Diarak dan Diceburkan ke Laut hingga Nyaris Ditelanjangi
“Jadi karena posisinya adalah perempuan, kemudian dia distigmatisasi atas dasar moral. Kemudian merasa punya landasan untuk melakukan viktimisasi, mempermalukan, melakukan tindakan yang merendahkan,” tambah Anis.
Anis juga menambahkan bahwa tidak tepat untuk melakukan tindakan persekusi tersebut dengan mengatasnamakan bulan Ramadan.