Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berkunjung ke Tepal, Desa yang Disebut-sebut Selamat Saat Letusan Tambora

Kompas.com - 14/04/2023, 05:31 WIB
Susi Gustiana,
Pythag Kurniati

Tim Redaksi

Tim Kompas.com melakukan Tapak Tilas 208 Tahun Letusan Tambora untuk menelusuri jejak letusan Gunung Tambora di Nusa Tenggara Barat. Nantikan persembahan tulisan berseri kami tentang dampak dahsyatnya letusan Tambora pada April 1815.

SUMBAWA, KOMPAS.com - Tak mudah mencapai Tepal, sebuah desa di Kecamatan Batu Lanteh, Sumbawa Besar, Nusa Tenggara Barat (NTB), yang terletak di ketinggian 847 meter di atas permukaan laut.

Desa yang terletak di wilayah pegunungan ini berjarak 67 kilometer sebelah selatan pusat pemerintahan Kabupaten Sumbawa.

Butuh waktu empat jam untuk menempuh perjalanan normal dengan jip, hardtop, atau truk. Sebab, tak ada kendaraan umum menuju desa tersebut.

Baca juga: Kiamat Tambora, April 1815

Sedangkan, jika menggunakan motor butuh waktu tempuh 3,5 jam melewati Desa Batu Dulang.

Namun, saat Kompas.com mengunjungi Tepal, jalur kendaraan bermotor sejauh 12 kilometer masih dalam proses perbaikan sehingga belum bisa dilewati.

Di musim hujan seperti saat ini, jalan menuju Desa Tepal semakin sulit dilalui. Tanjakan licin dan turunan curam menjadi rintangan.

Jalur yang dilalui untuk menuju Desa Tepal. Desa ini disebut-sebut sebagai desa yang selamat saat Gunung Tambora meletus. Jalur yang dilalui untuk menuju Desa Tepal. Desa ini disebut-sebut sebagai desa yang selamat saat Gunung Tambora meletus.

Jurang dengan kemiringan ekstrem di kanan-kiri jalan membuat perjalanan kian memacu adrenalin.

Sepanjang perjalanan terhampar perbukitan dengan pohon-pohon menjulang.

Kerap kali penumpang harus turun di beberapa tanjakan dan berjalan kaki lantaran ban kendaraan beradu dengan lumpur yang tebal dan licin.

Menginjakkan kaki di Tepal

Tiba di Desa Tepal, kulit disambut dengan hawa dingin dengan suhu 20 derajat celsius. Bahkan, di pagi hari suhunya 19 derajat celsius.

Kabut tebal menyelimuti desa usai hujan deras mengguyur dari siang hingga sore hari.

Setiap kali berjalan, warga Desa Tepal dengan keramahtamahan mereka, menyapa pendatang. Senyuman hangat selalu tersungging di tengah cuaca yang dingin.

Dalam catatan sejarah, masyarakat yang tinggal di Tepal adalah suku asli Sumbawa.

Rumah warga di Desa Tepal Sumbawa yang disebut-sebut selamat saat Tambora meletus. Rumah warga di Desa Tepal Sumbawa yang disebut-sebut selamat saat Tambora meletus.

Sebagai salah satu desa penghasil kopi terbesar di Kabupaten Sumbawa, masyarakat desa ini umumnya berprofesi sebagai petani kopi.

Ladang kopi yang tumbuh subur menjadikan kopi dari Desa Tepal sangat terkenal di Nusa Tenggara Barat, bahkan mancanegara.

Sejauh mata memandang, rumah-rumah warga Tepal menarik perhatian lantaran terbuat dari kayu dan mirip seperti rumah panggung.

Beberapa warga tampak duduk di teras rumah, ada yang menjemur kopi, membuat anyaman tikar dari daun pandan, dan aktivitas lainnya.

Baca juga: Melihat Mata Air Hodo dan Benteng Kerajaan yang Terkubur Letusan Tambora

Cerita tentang Desa Tepal

Desa yang berada di lereng pegunungan ini disebut-sebut menjadi salah satu desa yang selamat saat letusan dahsyat Gunung Tambora pada April tahun 1815.

Hal ini dijelaskan dalam catatan Laporan Zollinger berjudul Verslah Van Eene Reis Naar Bima En Soembawa, En Naar Eenige Plaatsen Op Celebes, Saleijer En Floris, Gedurende De Maanden Mei Tot December, 1847

Hal tersebut juga diaminkan oleh masyarakat setempat.

Kepala Desa Tepal, Sudirman, mengatakan, saat Gunung Tambora meletus, abu vulkanik sampai di Tepal.

"Sempat juga matahari tidak terlihat karena letusan selama berbulan-bulan berdasarkan cerita nenek moyang," kata Sudirman.

Muntaka, Pemangku Adat Desa Tepal, Sumbawa, Nusa Tenggara Barat. Muntaka, Pemangku Adat Desa Tepal, Sumbawa, Nusa Tenggara Barat.

Menurut dia, masyarakat Tepal masih selamat. 

Padahal, letusan Tambora saat itu berskala 7 Volcanic Explosivity Index (VEI) dan tercatat sebagai salah satu yang terhebat dalam sejarah manusia.

Skala letusannya empat kali lebih besar dari letusan Gunung Krakatau pada Agustus 1883. Sedangkan energinya disebut-sebut 170.000 kali lebih besar dari bom atom di Hiroshima di tahun 1945 hingga mengubur tiga kerajaan.

Secara ilmiah, Sudirman tidak dapat menjelaskan secara terperinci mengenai selamatnya warga Desa Tepal dari letusan Tambora.

Baca juga: Menikmati Keindahan Sabana dan Sanctuary Rusa Timor di Lereng Tambora

Namun, menurut dia, hal itu tak lepas dari banyaknya sumber air di Desa Tepal sehingga mereka selamat dari kekeringan yang menyebabkan banyak orang meninggal dunia saat itu.

"Pasca-meletusnya Tambora hanya tersisa tiga sumber mata air di Tepal. Padahal, sebelumnya ada banyak sumber mata air," kata dia.

Seorang pemangku adat Desa Tepal Muntaka membenarkan bahwa masyarakat Desa Tepal selamat saat letusan Gunung Tambora.

Namun, abu vulkanik sampai di tempat yang dijuluki desa di kaki langit ini. Hal itu juga disebabkan penduduk Tepal diyakini sebagai masyarakat tertua di Sumbawa.

"Berdasarkan cerita turun-temurun, masyarakat tertua di Kabupaten Sumbawa adalah Desa Tepal," sebut Muntaka.

Baca juga: Mengenal 3 Kerajaan yang Terkubur Saat Tambora Meletus

Situs Batu Tulis

Situs Batu Tulis di Desa Tepal, Sumbawa, NTB. Situs Batu Tulis di Desa Tepal, Sumbawa, NTB.

Tepal berasal dari kata kepal yang artinya bersatu. Sebutan Tepal merupakan akronim dari kata tau kepal (orang yang bersatu, ada juga pendapat mengatakan orang sakti).

Menurut Muntaka, nenek moyang orang Desa Tepal tadinya tinggal berpencar hingga ada yang bermimpi untuk bersatu dan tinggal di sebuah tempat yang sekarang menjadi pusat desa.

Dia mengatakan, bukti peradaban Tepal sejak dahulu dibuktikan dengan situs Batu Tulis. Batu ini terletak di sebelah selatan Desa Tepal, jaraknya sekitar empat kilometer dari pusat desa.

Perjalanan menuju ke sana dapat ditempuh menggunakan kuda, motor trail, atau berjalan kaki melewati hutan.

Situs batu tulis itu juga kerap disebut dengan situs batu penggores karena di permukaan batu ini terdapat beberapa goresan dengan kedalaman sekitar 2 sentimeter berbentuk lambang kuno.

Kemudian ada beberapa lambang senjata, binatang, manusia, alat masak seperti sendok dan piring.

Di batu ini juga terdapat beberapa tanda panah seperti menunjuk ke arah sesuatu.

"Ada sandi yang harus dipecahkan di situs Batu Tulis dan ada tulisan satera jontal," kata Sudirman.

Warga Desa Tepal bergotong royong melakukan berbagai pekerjaan. Warga Desa Tepal bergotong royong melakukan berbagai pekerjaan.

Menurut tetua adat Desa Tepal, batu tulis ini berkaitan erat dengan sejarah terbentuknya desa ketika masa pemerintahan Datuk Macani, orang yang sangat berpengaruh di Desa Tepal.

Batu ini tetap dirawat oleh Pemerintah Desa dan Pemerintah Kabupaten Sumbawa sebagai sebuah situs sejarah.

"Situs ini menjadi bukti peradaban Tepal tertua di Sumbawa," ujar Muntaka.

Konon, pada masa Kesultanan Sumbawa, orang Tepal sering dimintai nasihat oleh Sultan lantaran dihormati.

Kini, ada tiga suku yang mendiami Tepal yaitu Samawa, Sasak, dan Makassar.

Baca juga: Mengenang Letusan Tambora dari Peninggalan Kerajaan Sanggar

Kehidupan masyarakat Tepal kini

Lumbung padi warga di Desa Tepal, Sumbawa, Nusa Tenggara Barat. Lumbung padi warga di Desa Tepal, Sumbawa, Nusa Tenggara Barat.

Warga Desa tepal melestarikan tradisi gotong-royong dalam membangun rumah, bertanam, memanen padi, melangsungkan adat dan tradisi.

Di kampung ini juga ada lumbung padi bersama untuk mengantisipasi gagal panen. Bangunannya berpilar dengan atap terbuat dari bambu.

Mata pencarian penduduk di kampung ini adalah sebagai petani kopi. Kopi Tepal sangat terkenal hingga mancanegara.

Selain itu penduduk berladang dengan metode tumpang sari. Mereka menanam padi merah, jagung ketan, sayur nangka, timun, jahe merah, aneka rimpang, alpukat, dan lain-lain.

Para perempuan di Desa Tepal tak hanya melakukan pekerjaan domestik, mereka juga ikut berladang.

Warga mengolah biji kopi di Desa Tepal. Warga mengolah biji kopi di Desa Tepal.

Warga di Desa ini disebut memiliki angka harapan hidup tinggi. Beberapa warga berusia lebih dari 100 tahun.

Kehidupan di Desa Tepal sangat agamais. Tradisi leluhur dalam berbagai hal masih terus dilestarikan.

Saat Ramadhan, warga masih menjaga tradisi beduk sahur dan beduk ngabuburit. Ada juga tradisi ratib rabana ode dan rabana rea yaitu musik tradisional Tepal.

Masyarakat Desa Tepal memaknai letusan Gunung Tambora sebagai bencana alam di luar kuasa manusia.

"Kita tidak tahu kuasa Tuhan, tetapi bersyukur masih diberikan umur panjang sehingga nenek moyang kita masih bertahan di tengah letusan maha dahsyat Tambora," sebut Muntaka.

Menurut dia, cerita turun-temurun tentang selamatnya Desa Tepal dari letusan Tambora adalah salah satu wujud dari kekuasaan Yang Maha Esa.

Tahun ke-208 setelah letusan, Tepal kini memiliki kekayaan alam yang berlimpah.

"Sebagai warga Tepal kami bersyukur, alam mengajarkan banyak hal," ucap Muntaka.

Keadaan di Sumbawa pasca-letusan Tambora

Seorang peneliti dan sejarawan Yadi Surya Diputra mencoba menelusuri jejak keadaan di Sumbawa pasca-letusan Tambora.

Menurut dia, letusan Tambora bisa ditinjau dari catatan Heinrich Zollinger tahun 1847 secara komprehensif. Selain itu, ada pula Catatan Raffles dan Owen Philips yang dinilai jauh lebih aktual dan catatan Disertasi Gerrit Kuperus.

Heinrich Zollinger sebagai ahli Botani berkebangsaan Swiss, kata Yadi, adalah orang pertama yang mengelilingi Pulau Sumbawa pasca-letusan Tambora. Ia datang meneliti dengan pembiayaan Pemerintah Hindia Belanda dan membawa surat tugas dari Pemerintah Hindia Belanda di Batavia dan Makassar.

"Zollinger menempuh perjalanan yang sangat jauh tanpa fasilitasi yang memadai, mengelilingi Tambora, Bima, Dompu, Sumbawa, dan Sumbawa Barat," jelas Yadi.

Baca juga: Laporan Owen Philips dan Bencana Kelaparan Pasca-letusan Tambora 1815

Dalam catatan Zollinger, ketika letusan terjadi, dampak tidak langsung terasa di Sumbawa. Namun, ada banyak orang meninggal setelah itu.

"Kalau di Sumbawa saat hari H letusan itu tidak banyak yang meninggal karena paling parah sampai di Kecamatan Empang. Sedangkan di bagian kecamatan lain hanya hujan abu vulkanik dan ada tsunami di beberapa titik daerah pesisir," katanya.

Namun, Sumbawa menjadi daerah yang sangat terdampak setelah letusan dan bawak warga meninggal.

Bahkan, 50 tahun setelah letusan, disebut-sebut belum ada tumbuhan yang berhasil hidup di Sumbawa. Berbeda dengan di Bima yang telah bisa mengekspor madu hutan 30 tahun pasca-letusan.

Pemandangan Desa Tepal di Sumbawa, Nusa Tenggara Barat. Desa ini disebut-sebut sebagai satu-satunya desa yang selamat dari letusan Tambora. Pemandangan Desa Tepal di Sumbawa, Nusa Tenggara Barat. Desa ini disebut-sebut sebagai satu-satunya desa yang selamat dari letusan Tambora.

Yadi menjelaskan, dari catatan Zollinger, ketika dia berjalan di Mata Tarano, ketebalan debu letusan masih terasa.

Efek letusan Tambora disebut masih ada hingga tahun 1847 dan debu vulkanik masih tebal.

Rhee dan Utan habis terkubur oleh letusan Tambora, sedangkan yang ditemui saat itu oleh Zollinger adalah kampung-kampung yang baru.

Tidak diceritakan dampak letusan Tambora di Alas, Sateluk, Taliwang, dan wilayah selatan hingga Batu Lanteh.

Pasca-letusan, beberapa penduduk yang tersisa kelaparan dan berkeliaran mencari makanan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

9 Rumah di Bantaran Rel Kereta Kota Solo Terbakar

9 Rumah di Bantaran Rel Kereta Kota Solo Terbakar

Regional
Pimpin Aksi Jumat Bersih, Bupati HST Minta Masyarakat Jadi Teladan bagi Sesama

Pimpin Aksi Jumat Bersih, Bupati HST Minta Masyarakat Jadi Teladan bagi Sesama

Regional
Harga Tiket dan Jadwal Travel Semarang-Banjarnegara PP

Harga Tiket dan Jadwal Travel Semarang-Banjarnegara PP

Regional
Sempat Ditutup karena Longsor di Sitinjau Lauik, Jalur Padang-Solok Dibuka Lagi

Sempat Ditutup karena Longsor di Sitinjau Lauik, Jalur Padang-Solok Dibuka Lagi

Regional
Dugaan Korupsi Pengadaan Bandwidth Internet, Plt Kepala Dinas Kominfo Dumai Ditahan

Dugaan Korupsi Pengadaan Bandwidth Internet, Plt Kepala Dinas Kominfo Dumai Ditahan

Regional
KY Tanggapi soal Status Tahanan Kota 2 Terpidana Korupsi di NTB

KY Tanggapi soal Status Tahanan Kota 2 Terpidana Korupsi di NTB

Regional
Pemilik Pajero Pasang Senapan Mesin di Kap, Mengaku Hanya untuk Konten Medsos

Pemilik Pajero Pasang Senapan Mesin di Kap, Mengaku Hanya untuk Konten Medsos

Regional
Update Bencana Sumbar, BPBD Sebut 61 Korban Tewas, 14 Orang Hilang

Update Bencana Sumbar, BPBD Sebut 61 Korban Tewas, 14 Orang Hilang

Regional
Resmi Usung Gus Yusuf Maju Pilgub Jateng, PKB Seleksi Partai Potensial untuk Berkoalisi

Resmi Usung Gus Yusuf Maju Pilgub Jateng, PKB Seleksi Partai Potensial untuk Berkoalisi

Regional
442 Rumah Warga di OKU Selatan Terdampak Banjir

442 Rumah Warga di OKU Selatan Terdampak Banjir

Regional
Warga OKU Diminta Waspadai Bencana Longsor

Warga OKU Diminta Waspadai Bencana Longsor

Regional
Digigit Anjing, 2 Warga Sikka Dilarikan ke Larantuka karena Kosongnya Vaksin Antirabies

Digigit Anjing, 2 Warga Sikka Dilarikan ke Larantuka karena Kosongnya Vaksin Antirabies

Regional
Preman Pemalak Sopir Truk di Lampung Ditangkap, Korban Diadang dan Dianiaya

Preman Pemalak Sopir Truk di Lampung Ditangkap, Korban Diadang dan Dianiaya

Regional
Cemburu Buta, Suami di Semarang Aniaya Istri hingga Patah Rahang

Cemburu Buta, Suami di Semarang Aniaya Istri hingga Patah Rahang

Regional
Ketua MUI Salatiga Daftar Bakal Calon Wakil Wali Kota, Kyai dan Masyayikh NU Sampaikan Penolakan

Ketua MUI Salatiga Daftar Bakal Calon Wakil Wali Kota, Kyai dan Masyayikh NU Sampaikan Penolakan

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com