Skala letusannya empat kali lebih besar dari letusan Gunung Krakatau pada Agustus 1883. Sedangkan energinya disebut-sebut 170.000 kali lebih besar dari bom atom di Hiroshima di tahun 1945 hingga mengubur tiga kerajaan.
Secara ilmiah, Sudirman tidak dapat menjelaskan secara terperinci mengenai selamatnya warga Desa Tepal dari letusan Tambora.
Baca juga: Menikmati Keindahan Sabana dan Sanctuary Rusa Timor di Lereng Tambora
Namun, menurut dia, hal itu tak lepas dari banyaknya sumber air di Desa Tepal sehingga mereka selamat dari kekeringan yang menyebabkan banyak orang meninggal dunia saat itu.
"Pasca-meletusnya Tambora hanya tersisa tiga sumber mata air di Tepal. Padahal, sebelumnya ada banyak sumber mata air," kata dia.
Seorang pemangku adat Desa Tepal Muntaka membenarkan bahwa masyarakat Desa Tepal selamat saat letusan Gunung Tambora.
Namun, abu vulkanik sampai di tempat yang dijuluki desa di kaki langit ini. Hal itu juga disebabkan penduduk Tepal diyakini sebagai masyarakat tertua di Sumbawa.
"Berdasarkan cerita turun-temurun, masyarakat tertua di Kabupaten Sumbawa adalah Desa Tepal," sebut Muntaka.
Baca juga: Mengenal 3 Kerajaan yang Terkubur Saat Tambora Meletus
Tepal berasal dari kata kepal yang artinya bersatu. Sebutan Tepal merupakan akronim dari kata tau kepal (orang yang bersatu, ada juga pendapat mengatakan orang sakti).
Menurut Muntaka, nenek moyang orang Desa Tepal tadinya tinggal berpencar hingga ada yang bermimpi untuk bersatu dan tinggal di sebuah tempat yang sekarang menjadi pusat desa.
Dia mengatakan, bukti peradaban Tepal sejak dahulu dibuktikan dengan situs Batu Tulis. Batu ini terletak di sebelah selatan Desa Tepal, jaraknya sekitar empat kilometer dari pusat desa.
Perjalanan menuju ke sana dapat ditempuh menggunakan kuda, motor trail, atau berjalan kaki melewati hutan.
Situs batu tulis itu juga kerap disebut dengan situs batu penggores karena di permukaan batu ini terdapat beberapa goresan dengan kedalaman sekitar 2 sentimeter berbentuk lambang kuno.
Kemudian ada beberapa lambang senjata, binatang, manusia, alat masak seperti sendok dan piring.
Di batu ini juga terdapat beberapa tanda panah seperti menunjuk ke arah sesuatu.
"Ada sandi yang harus dipecahkan di situs Batu Tulis dan ada tulisan satera jontal," kata Sudirman.
Menurut tetua adat Desa Tepal, batu tulis ini berkaitan erat dengan sejarah terbentuknya desa ketika masa pemerintahan Datuk Macani, orang yang sangat berpengaruh di Desa Tepal.
Batu ini tetap dirawat oleh Pemerintah Desa dan Pemerintah Kabupaten Sumbawa sebagai sebuah situs sejarah.
"Situs ini menjadi bukti peradaban Tepal tertua di Sumbawa," ujar Muntaka.
Konon, pada masa Kesultanan Sumbawa, orang Tepal sering dimintai nasihat oleh Sultan lantaran dihormati.
Kini, ada tiga suku yang mendiami Tepal yaitu Samawa, Sasak, dan Makassar.
Baca juga: Mengenang Letusan Tambora dari Peninggalan Kerajaan Sanggar
Warga Desa tepal melestarikan tradisi gotong-royong dalam membangun rumah, bertanam, memanen padi, melangsungkan adat dan tradisi.
Di kampung ini juga ada lumbung padi bersama untuk mengantisipasi gagal panen. Bangunannya berpilar dengan atap terbuat dari bambu.
Mata pencarian penduduk di kampung ini adalah sebagai petani kopi. Kopi Tepal sangat terkenal hingga mancanegara.