Andre menepis tuduhan ingin menggusur warga hanya untuk bisa memperpanjang HGB. Ia berjanji, jika tidak ada pembangunan dalam kurun waktu 3 tahun ke depan, pihaknya akan mengizinkan warga untuk menduduki tanah itu kembali.
"Bila mana ini nanti (lahan warga) telah dikosongkan, terus saya tidak ada kegiatan membangun, saya akan memberikan tanah ini lagi ke pada warga," tegas Andre.
Sebelumnya, pada Senin (10/4/202), para nelayan berkumpul bermusyawarah di halaman mushala. Mereka membahas nasibnya yang terancam digusur oleh perushaan yang diduga menguasai tanah kampung halamannya itu.
Salah seorang warga setempat, Budi (30) mengungkapkan, dirinya bersama beberapa warga lainnya sempat diancam dengan dipaksa untuk menerima uang tali asih. Jika tidak mau menerima, maka pihak perusahaan akan menggusur paksa.
"Kalau tidak mau menerima tali asih, kita akan digusur paksa, itu kan ancaman bagi kita yang mencari hidup sebagai nelayan," kata Budi pada Senin (10/4/2023).
Baca juga: Bayi Laki-laki Ditemukan Tergeletak di Depan Rumah Warga di Lombok Tengah
Menurut Budi, tanah Bumbang merupakan tanah yang ditempati lebih dari 20 tahun. Di sana, warga melakukan pekerjaan sebagai nelayan dan peternak.
"Kami ini nelayan sudah 20 tahun lebih tinggal di sini, beranak pinak, mencari hidup dengan nelayan, kalau kami digusur kita mau cari makan di mana selain nelayan," kata Budi.
Budi dengan tegas menyatakan, dirinya akan tetap mempertahankan kampung halamannya, apa pun yang akan dilakukan oleh perusahaan itu nanti.
"Kita menolak untuk digusur, kita menolak menerima tali asih, tetap akan bertahan, apa pun nanti yang akan terjadi," kata Budi.
Penasihat Hukum warga, Tajir Syahroni menilai, rencana pihak perusahaan menggusur paksa permukiman warga di Bumbang merupakan tindakan yang tidak bijak.
"Jangan main-main dengan kekerasan, dengan cara gusur paksa, itu justru merugikan pihak PT. Saya sarankan berbaik-baiklah dengan masyarakat, jangan macam-macam apalagi sampai menggusur paksa," tegas Tajir.
Menurut Tajir, lokasi sepadan pantai tidak boleh ada yang mengklaim mempunyai hak terhadap tanah tersebut baik perusahaan maupun masyarakat.
"Tanah ini bukan milik PT, tapi ini tanah sepadan pantai. Masyarakat juga tidak ada yang mengaku memiliki, tapi karena sudah lama mendiami sebagai nelayan. Nelayan tidak ada yang mengaku punya sertifikat, mereka hanya bermukim di sini karena memang, pekerjaannya sebagai nelayan," kata Tajir.
Disampaikan Tajir, karena mata pencaharian sebagai nelayan, mereka tinggal di pesisir pantai.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.