Salin Artikel

Perusahaan Bantah Ingin Menggusur Paksa Kampung Nelayan di Pantai Bumbang Lombok Tengah

MATARAM, KOMPAS.com - Direktur PT Bumbang Citra Nusa, Andre Yakob membantah akan menggusur paksa kampung nelayan di Dusun Bumbang, Desa Mertak, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB).

Andre mengatakan, penggusuran hanya akan dilakukan pada rumah warga yang sudah sepakat dan sudah menerima hak tali asih.

"Isunya warga bilang, 10 sampai 15 hari. Itu tujuannya yang sudah sepakat, sepakat untuk digusur sama kita. Kalau yang belum sepakat mana mungkin kita suruh selama 10 hari harus pergi gitu, kan itu harus bertahap," kata Andre saat ditemui Kompas.com, Selasa (11/4/2023).

Andre mengatakan, warga yang sudah sepakat dengan penggusuran tersebut sebanyak 15 orang. Mereka telah mendapatkan tali asih dari PT Bumbang Citra Nusa.

"Jadi sebanyak 15 KK sudah kita berikan tali asih, untuk jumlahnya berbeda tergantung kondisi rumah, ada yang Rp 15 juta ada yang Rp 20 juta," kata Andre.

Andre menuturkan, pihaknya membeli tanah di kawasan Bumbang tersebut sekitar tahun 1990, dan hingga kini masih dikuasainya dengan status HGB dari 1996 sampai 2025 nanti.

Menurutnya, justru masyarakat yang datang menyusul membuat permukiman setelah HGB dikeluarkan.

Menurutnya, tanah yang berada di Bumbang tersebut dikuasainya hingga roi pantai dan telah memiliki sertifikat.

"Jadi pembebasan tanah itu sampai roi pantai. Di roi pantai ini pun ada sertifikat. Tujuan untuk mundur 100  meter sempadan pantai itu untuk membangun. Kalau kepemilikan (kami) itu tetap batas sampai roi pantai itu, tapi kita tidak berhak membangun," kata Andre.

Andre menyebutkan, dirinya kini ingin membangun hotel berbintang, namun terhalang karena ada permukiman warga yang berada di tanah tersebut.

"Ini permasalahan saya, ketika mau membangun terhalang karena ada warga yang bermukim di sana, padahal master plan kami, desain pembangunan kami saya bayar Rp 21 miliar," kata Andre.

"Bila mana ini nanti (lahan warga) telah dikosongkan, terus saya tidak ada kegiatan membangun, saya akan memberikan tanah ini lagi ke pada warga," tegas Andre.

Sebelumnya, pada Senin (10/4/202), para nelayan berkumpul bermusyawarah di halaman mushala. Mereka membahas nasibnya yang terancam digusur oleh perushaan yang diduga menguasai tanah kampung halamannya itu.

Salah seorang warga setempat, Budi (30) mengungkapkan, dirinya bersama beberapa warga lainnya sempat diancam dengan dipaksa untuk menerima uang tali asih. Jika tidak mau menerima, maka pihak perusahaan akan menggusur paksa.

"Kalau tidak mau menerima tali asih, kita akan digusur paksa, itu kan ancaman bagi kita yang mencari hidup sebagai nelayan," kata Budi pada Senin (10/4/2023).

Menurut Budi, tanah Bumbang merupakan tanah yang ditempati lebih dari 20 tahun. Di sana, warga melakukan pekerjaan sebagai nelayan dan peternak.

"Kami ini nelayan sudah 20 tahun lebih tinggal di sini, beranak pinak, mencari hidup dengan nelayan, kalau kami digusur kita mau cari makan di mana selain nelayan," kata Budi.

Budi dengan tegas menyatakan, dirinya akan tetap mempertahankan kampung halamannya, apa pun yang akan dilakukan oleh perusahaan itu nanti.

"Kita menolak untuk digusur, kita menolak menerima tali asih, tetap akan bertahan, apa pun nanti yang akan terjadi," kata Budi.

Penasihat Hukum warga, Tajir Syahroni menilai, rencana pihak perusahaan menggusur paksa permukiman warga di Bumbang merupakan tindakan yang tidak bijak.

"Jangan main-main dengan kekerasan, dengan cara gusur paksa, itu justru merugikan pihak PT.  Saya sarankan berbaik-baiklah dengan masyarakat, jangan macam-macam apalagi sampai menggusur paksa," tegas Tajir.

Menurut Tajir, lokasi sepadan pantai tidak boleh ada yang mengklaim mempunyai hak terhadap tanah tersebut baik perusahaan maupun masyarakat.

"Tanah ini bukan milik PT, tapi ini tanah sepadan pantai. Masyarakat juga tidak ada yang mengaku memiliki, tapi karena sudah lama mendiami sebagai nelayan. Nelayan  tidak ada yang mengaku punya sertifikat, mereka hanya bermukim di sini karena memang, pekerjaannya sebagai nelayan," kata Tajir.

Disampaikan Tajir, karena mata pencaharian sebagai nelayan, mereka tinggal di pesisir pantai.

https://regional.kompas.com/read/2023/04/11/200739978/perusahaan-bantah-ingin-menggusur-paksa-kampung-nelayan-di-pantai-bumbang

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke