Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perusahaan Bantah Ingin Menggusur Paksa Kampung Nelayan di Pantai Bumbang Lombok Tengah

Kompas.com - 11/04/2023, 20:07 WIB
Idham Khalid,
Andi Hartik

Tim Redaksi

MATARAM, KOMPAS.com - Direktur PT Bumbang Citra Nusa, Andre Yakob membantah akan menggusur paksa kampung nelayan di Dusun Bumbang, Desa Mertak, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB).

Andre mengatakan, penggusuran hanya akan dilakukan pada rumah warga yang sudah sepakat dan sudah menerima hak tali asih.

"Isunya warga bilang, 10 sampai 15 hari. Itu tujuannya yang sudah sepakat, sepakat untuk digusur sama kita. Kalau yang belum sepakat mana mungkin kita suruh selama 10 hari harus pergi gitu, kan itu harus bertahap," kata Andre saat ditemui Kompas.com, Selasa (11/4/2023).

Baca juga: Perlawanan 50 Nelayan Bumbang, Lombok Tengah, terhadap Penggusuran Perusahaan untuk Properti

Andre mengatakan, warga yang sudah sepakat dengan penggusuran tersebut sebanyak 15 orang. Mereka telah mendapatkan tali asih dari PT Bumbang Citra Nusa.

"Jadi sebanyak 15 KK sudah kita berikan tali asih, untuk jumlahnya berbeda tergantung kondisi rumah, ada yang Rp 15 juta ada yang Rp 20 juta," kata Andre.

Baca juga: Ratusan Warga Lombok Tengah Geruduk Kejaksaan, Mengadu soal Sengketa Tanah Pecatu

Andre menuturkan, pihaknya membeli tanah di kawasan Bumbang tersebut sekitar tahun 1990, dan hingga kini masih dikuasainya dengan status HGB dari 1996 sampai 2025 nanti.

Menurutnya, justru masyarakat yang datang menyusul membuat permukiman setelah HGB dikeluarkan.

Menurutnya, tanah yang berada di Bumbang tersebut dikuasainya hingga roi pantai dan telah memiliki sertifikat.

"Jadi pembebasan tanah itu sampai roi pantai. Di roi pantai ini pun ada sertifikat. Tujuan untuk mundur 100  meter sempadan pantai itu untuk membangun. Kalau kepemilikan (kami) itu tetap batas sampai roi pantai itu, tapi kita tidak berhak membangun," kata Andre.

Andre menyebutkan, dirinya kini ingin membangun hotel berbintang, namun terhalang karena ada permukiman warga yang berada di tanah tersebut.

"Ini permasalahan saya, ketika mau membangun terhalang karena ada warga yang bermukim di sana, padahal master plan kami, desain pembangunan kami saya bayar Rp 21 miliar," kata Andre.

Suasana warga Dusun Bumbang sedang musyawarah di depan halaman mushala atas kasus penggusuran yang akan dilakukan perusahaan PT Bumbang Citra NusaKOMPAS.COM/IDHAM KHALID Suasana warga Dusun Bumbang sedang musyawarah di depan halaman mushala atas kasus penggusuran yang akan dilakukan perusahaan PT Bumbang Citra Nusa
Andre menepis tuduhan ingin menggusur warga hanya untuk bisa memperpanjang HGB. Ia berjanji, jika tidak ada pembangunan dalam kurun waktu 3 tahun ke depan, pihaknya akan mengizinkan warga untuk menduduki tanah itu kembali.

"Bila mana ini nanti (lahan warga) telah dikosongkan, terus saya tidak ada kegiatan membangun, saya akan memberikan tanah ini lagi ke pada warga," tegas Andre.

Sebelumnya, pada Senin (10/4/202), para nelayan berkumpul bermusyawarah di halaman mushala. Mereka membahas nasibnya yang terancam digusur oleh perushaan yang diduga menguasai tanah kampung halamannya itu.

Baca juga: Bayi Laki-laki Ditemukan Terbungkus Kain Batik di Lombok Barat, Dibuang Pasangan Kekasih hingga Diburu Polisi

Salah seorang warga setempat, Budi (30) mengungkapkan, dirinya bersama beberapa warga lainnya sempat diancam dengan dipaksa untuk menerima uang tali asih. Jika tidak mau menerima, maka pihak perusahaan akan menggusur paksa.

"Kalau tidak mau menerima tali asih, kita akan digusur paksa, itu kan ancaman bagi kita yang mencari hidup sebagai nelayan," kata Budi pada Senin (10/4/2023).

Baca juga: Bayi Laki-laki Ditemukan Tergeletak di Depan Rumah Warga di Lombok Tengah

Menurut Budi, tanah Bumbang merupakan tanah yang ditempati lebih dari 20 tahun. Di sana, warga melakukan pekerjaan sebagai nelayan dan peternak.

"Kami ini nelayan sudah 20 tahun lebih tinggal di sini, beranak pinak, mencari hidup dengan nelayan, kalau kami digusur kita mau cari makan di mana selain nelayan," kata Budi.

Budi dengan tegas menyatakan, dirinya akan tetap mempertahankan kampung halamannya, apa pun yang akan dilakukan oleh perusahaan itu nanti.

"Kita menolak untuk digusur, kita menolak menerima tali asih, tetap akan bertahan, apa pun nanti yang akan terjadi," kata Budi.

Penasihat Hukum warga, Tajir Syahroni menilai, rencana pihak perusahaan menggusur paksa permukiman warga di Bumbang merupakan tindakan yang tidak bijak.

"Jangan main-main dengan kekerasan, dengan cara gusur paksa, itu justru merugikan pihak PT.  Saya sarankan berbaik-baiklah dengan masyarakat, jangan macam-macam apalagi sampai menggusur paksa," tegas Tajir.

Menurut Tajir, lokasi sepadan pantai tidak boleh ada yang mengklaim mempunyai hak terhadap tanah tersebut baik perusahaan maupun masyarakat.

"Tanah ini bukan milik PT, tapi ini tanah sepadan pantai. Masyarakat juga tidak ada yang mengaku memiliki, tapi karena sudah lama mendiami sebagai nelayan. Nelayan  tidak ada yang mengaku punya sertifikat, mereka hanya bermukim di sini karena memang, pekerjaannya sebagai nelayan," kata Tajir.

Disampaikan Tajir, karena mata pencaharian sebagai nelayan, mereka tinggal di pesisir pantai.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Sebar Hoaks Soal Peredaran Beras Plastik di Media Sosial, Pria di Kalsel Ditangkap

Sebar Hoaks Soal Peredaran Beras Plastik di Media Sosial, Pria di Kalsel Ditangkap

Regional
Soal Pengantin Perempuan Ternyata Lelaki, Sekda Halsel Sempat Panggil Kades

Soal Pengantin Perempuan Ternyata Lelaki, Sekda Halsel Sempat Panggil Kades

Regional
[POPULER NUSANTARA] Cerita Keluarga Korban Pesawat Jatuh di BSD | Wanita Tampar Polisi di Makassar Ditahan

[POPULER NUSANTARA] Cerita Keluarga Korban Pesawat Jatuh di BSD | Wanita Tampar Polisi di Makassar Ditahan

Regional
3 Kurir Bawa 3 Kg Sabu Ditangkap di Semarang, Diminta Kirim Narkoba dari Medsos

3 Kurir Bawa 3 Kg Sabu Ditangkap di Semarang, Diminta Kirim Narkoba dari Medsos

Regional
Saat Markas OPM di Maybrat Dikuasai TNI, Sempat Terjadi Baku Tembak

Saat Markas OPM di Maybrat Dikuasai TNI, Sempat Terjadi Baku Tembak

Regional
Ambil Formulir Pendaftaran Pilkada ke PSI, Sekda Kota Semarang Ungkap Alasannya

Ambil Formulir Pendaftaran Pilkada ke PSI, Sekda Kota Semarang Ungkap Alasannya

Regional
Umat Buddha di Candi Borobudur Lantunkan Doa Perdamaian Dunia, Termasuk untuk Palestina

Umat Buddha di Candi Borobudur Lantunkan Doa Perdamaian Dunia, Termasuk untuk Palestina

Regional
Pasangan Sesama Jenis Menikah di Halmahera Selatan Ditangkap, Polisi: Antisipasi Amukan Warga

Pasangan Sesama Jenis Menikah di Halmahera Selatan Ditangkap, Polisi: Antisipasi Amukan Warga

Regional
Bentrokan Warga di Kupang, 3 Rumah Rusak, 2 Sepeda Motor Rusak dan Sejumlah Orang Luka

Bentrokan Warga di Kupang, 3 Rumah Rusak, 2 Sepeda Motor Rusak dan Sejumlah Orang Luka

Regional
Deklarasi Maju Pilkada Lombok Barat, Farin-Khairatun Naik Jeep Era Perang Dunia II

Deklarasi Maju Pilkada Lombok Barat, Farin-Khairatun Naik Jeep Era Perang Dunia II

Regional
Begal Meresahkan di Semarang Dibekuk, Uangnya untuk Persiapan Pernikahan

Begal Meresahkan di Semarang Dibekuk, Uangnya untuk Persiapan Pernikahan

Regional
Resmikan Co-working Space BRIN Semarang, Mbak Ita Sebut Fasilitas Ini Akan Bantu Pemda

Resmikan Co-working Space BRIN Semarang, Mbak Ita Sebut Fasilitas Ini Akan Bantu Pemda

Kilas Daerah
Penertiban PKL di Jambi Ricuh, Kedua Pihak Saling Lapor Polisi

Penertiban PKL di Jambi Ricuh, Kedua Pihak Saling Lapor Polisi

Regional
Pria di Kudus Aniaya Istri dan Anak, Diduga Depresi Tak Punya Pekerjaan

Pria di Kudus Aniaya Istri dan Anak, Diduga Depresi Tak Punya Pekerjaan

Regional
Setelah PDI-P, Ade Bhakti Ambil Formulir Pendaftaran Pilkada di PSI

Setelah PDI-P, Ade Bhakti Ambil Formulir Pendaftaran Pilkada di PSI

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com