KOMPAS.com - Sebuah masjid di Kecamatan Pracimantoro Wonogiri memiliki sejarah panjang dan diyakni sebagai lokasi penyebaran agama islam di masa lampau.
Oleh masyarakat, masjid itu awalnya dikenal sebagai Masjid Tiban Gunung Cilik.
Masjid itu berada di sebuah bukit kecil yang sedikit lebih tinggi dari dataran di sekitarnya sehingga disebut sebagai Masjid Gunung Cilik.
Masjid yang sekarang dikenal menjadi Masjid Sabiilul Mutttqin itu terletak di Dusun Pakem, Desa Sumberagung, Pracimantoro, yang berbatasan dengan Kabupaten Gunung Kidul.
Baca juga: Mahfud MD Imbau Masjid Jangan Digunakan untuk Politik Praktis
Takmir Masjid Sabiilul Muttaqin, Sutomo menjelaskan, keberadaan masjid itu diyakini sejak 400 tahun lalu.
Kala itu, baru terdapat delapan rumah yang berdomisili di sana.
"Suatu saat warga itu melihat langgar yang berada di puncak Gunung Cilik. Setelah didatangi ternyata benar ada. Tiba-tiba ada padahal tidak merasa membangun," kata dia, kepada TribunSolo.com.
Saat itu bangunan masjid terbuat dari kayu dan menggunakan ijuk sebagai atap.
Namun, tidak ada catatan sejarah yang menggambarkan seperti apa bentuk masjid, tapi diyakini berbentuk joglo atau limasan.
Baca juga: Cerita Warga Perancis Dideportasi Setelah Protes Speaker Masjid dan Bikin Onar di Lombok Barat
Masjid tiban itu kemudian dibersihkan dan digunakan untuk tempat beribadah warga.
Bahkan ketika salat Jumat banyak tokoh dari berbagai daerah yang datang. Seiring berjalannya waktu, masjid tersebut termakan usia sehingga rusak.
Warga tak berani memperbaiki, hanya saja berusaha menyelamatkan kayu masjid.
"Saat mau mengambil blandar ditemukan kitab kecil, tulisannya arab di atas kayu. Buku itu sudah bertahun-tahun kena panas hujan tidak apa-apa, masih aman dan bisa dibaca," jelas Tomo.
Berdasarkan cerita turun-temurun, bongkaran kayu itu hendak dibawa ke Pracimantoro. Namun rencana itu gagal karena tak ada yang berani membawa kayu tersebut.
Baca juga: Kisah Beduk di Masjid Berusia Ratusan Tahun di Magetan, Tanda Cinta dari Seorang Santri
"Akhirnya kayu itu ditaruh di pekarangan. Di utara masjid ini, sekitar 300 meter dari sini. Kayu-kayu itu ditaruh dan pinggirnya dibuat galengan. Sehingga lama kelamaan tertutup tanah," imbuh Tomo.