Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Penghayat Kepercayaan di Solo: Dianggap Dukun hingga Ingin Bergabung FKUB

Kompas.com - 23/02/2023, 12:59 WIB
Irawan Sapto Adhi,
Ardi Priyatno Utomo

Tim Redaksi

SOLO, KOMPAS.com – Sudah tak terhitung berapa kali Darmo Setiadi pernah dipanggil atau dianggap sebagai seorang dukun.

Setidaknya, hampir setiap bulan ada saja orang yang menghubunginya untuk meminta bantuan terkait hal-hal mistis.

Misalnya saja, dia baru-baru ini menerima permohonan untuk membantu mengatasi persoalan asmara yang diyakini melibatkan guna-guna.

Baca juga: Kisah Penghayat Kepercayaan di Gunungkidul, Tak Lagi Susah Urus Administrasi Kependudukan

Darmo dimintai tolong oleh pihak keluarga si perempuan untuk mengandaskan hubungan keduanya.

Keluarga itu mengeluhkan anak mereka terlihat mau melakukan apa saja yang diminta oleh si pria yang padahal baru dikenal lewat komunikasi HP.

Mereka khawatir sang anak dimanfaatkan yang tidak-tidak oleh pria tersebut.

Mendapati situasi ini, sama seperti sebelum-sebelumnya, Darmo tak menolak permintaan bantuan sambil menjelaskan dirinya bukanlah dukun.

Dia memperkenalkan diri sebagai penghayat Kepercayaan Sapta Darma.

Dengan ini, Darmo mengutarakan, bantuan yang bisa dia diberikan hanya berupa doa yang ditujukan kepada Tuhan Yang Maha Esa.

“Saya selalu sampaikan ke yang bersangkutan (yang meminta bantuan) kalau saya itu bukan dukun. Nyuwun ku ya nang Gusti Allah kaya wong-wong sing umume sembahyang (Mintaku ya ke Tuhan, seperti orang pada umumnya yang beribadah),” ucap dia bercerita kepada Kompas.com, Sabtu (18/2/2023).

Baca juga: Keluarga Penghayat Kepercayaan di Gunungkidul Lega Akhirnya Pernikahannya Diakui Negara

Jika memberikan masukan atau solusi atas masalah yang diadukan oleh orang-orang yang menganggapnya dukun, Darmo pun memastikan itu selalu bersifat realistis atau normatif.

Sebagai contoh terkait masalah asmara belum lama ini, dia telah menyarankan kepada pihak keluarga untuk lebih baik mengomunikasikan keresahan mereka secara langsung dengan si anak. Dari situ, diharapkan ada titik temu yang bisa saling dipahami.

Begitu juga ketika mendapat permintaan untuk menyembuhkan orang sakit, Darmo pun selalu menyarankan harus ada keterlibatan dokter. Sedangkan dirinya hanya bisa membantu doa.

Darmo mengaku tak pernah begitu ambil pusing ketika dianggap sebagai dukun.

Lak-laki yang sehari-hari bekerja sebagai penjualan makanan di Alun-alun Selatan Keraton Solo itu bercerita, beberapa orang bahkan pernah menudingnya sebagai seorang penganut aliran sesat, penyembah selain Tuhan, dan lain sebagainya.

Saat dihadapkan pada situasi ini, Darmo justru jadi kian bersemangat untuk mengenalkan diri kepada masyarakat sebagai penghayat.

Dia mengaku siap menjelaskan berbagai hal tentang Kepercayaan, khususnya menyangkut ajaran kerohanian Sapta Darma.

Darmo Setiadi, seorang penghayat Kepercayaan Sapta Darma asal Solo, Jateng saat ditemui di Alun-alun Selatan Keraton Solo pada Sabtu (18/2/2023). Dia bercerita, selama ini sering dipanggil atau dianggap sebagai dukun karena ketidaktahuan masyarakat soal penghayat Kepercayaan.KOMPAS.com/IRAWAN SAPTO ADHI Darmo Setiadi, seorang penghayat Kepercayaan Sapta Darma asal Solo, Jateng saat ditemui di Alun-alun Selatan Keraton Solo pada Sabtu (18/2/2023). Dia bercerita, selama ini sering dipanggil atau dianggap sebagai dukun karena ketidaktahuan masyarakat soal penghayat Kepercayaan.

Darmo menduga, awal mula dirinya dianggap sebagai dukun adalah ketika orang-orang mulai tahu jika dirinya tak melakukan sembahyang dengan tata cara sama seperti para pemeluk agama.

“Dalam kegiatan Karya Darma kami ke masyarakat, banyak juga yang pada akhirnya meminta untuk dibantu doa. Ya di situ kami sampaikan bahwa pada dasarnya kami itu sama dengan warga lain, cuma cara beribadahnya yang berbeda (dengan pemeluk agama). Yang disembah sama, yakni Tuhan. Artinya, setelah kami bantu doa, itu terserah kepada Tuhan,” ucap dia.

Baca juga: Diskriminasi Pendidikan Agama Penghayat Kepercayaan di Magelang

Darmo pun menerangkan cara sembahyang penghayat Sapta Darma, yakni dengan sujud menghadap ke timur.

Sujud dilakukan sebanyak tiga kali, dengan doa berbeda tiap sujud dilakukan.

Pada sujud pertama, doa yang diucapkan adalah Hyang Maha Suci Sujud Hyang Maha Kuasa. Sujud kedua, penghayat mengucapkan Kesalahane Hyang Maha Suci Nyuwun Ngapuro Hyang Maha Kuasa. Sedangkan, sujud ketiga, penghayat melafazkan Hyang Maha Suci Mertobat Hyang Maha Kuasa.

Setelah sujud, penghayat Sapta Darma lalu mengheningkan cipta.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com