Tetapi, sejak sang suami ditangkap Densus 88 karena terorisme, warung makan menjadi sepi pembeli karena takut. SM terpaksa menutup warung makannya.
SM juga mendapat tanggapan kurang menyenangkan dari masyarakat sekitar.
Selama tiga hari pascapenangkapan suaminya, banyak warga yang menggunjing keluarganya.
"Satu hari sampai tiga hari itu kalau saya keluar rumah mereka (masyarakat) pada lihatin, pada bisik-bisik gitu. Tapi, ya sudahlah sama mah orangnya cuek," ujar dia.
Tidak hanya itu. Mertuanya juga sempat meminta SM bercerai dengan S yang sedang berada di dalam penjara.
Namun, SM tetap pada pendiriannya mempertahankan keutuhan keluarga.
"Saya bilang ke mertua. Saya menikah lagi enggak menyelesaikan masalah, malah tambah masalah. Ya sudahlah tak terima saja. Dijalani, sama nunggu Bapak e pulang (bebas)," ungkap dia.
Baca juga: Operasi Lilin Lodaya 2023, Ridwan Kamil: Terorisme di Polsek Astanaanyar Tak Boleh Terjadi Lagi
Seiring dengan berjalannya waktu, SM membiasakan diri dengan keadaan.
SM kembali melakukan aktivitas seperti masyarakat pada umumnya.
"Sebelum Bapak diambil kan saya jualan. Akhirnya, dipending dulu tidak jualan. Masalahnya waktu itu dicoba jualan tidak ada yang berani beli," ungkap dia.
Setelah menutup warungnya karena sepi, SM harus banting setir menjadi penjahit keset dari bahan perca.
Pekerjaan ini dia lakoni selama suaminya berada di dalam penjara.
"Ya sudahlah banting setir kembali ke kerjaan dari awal. Saya jahit keset dari bahan perca. Saya jahitnya di rumah. Kita beli bahan ke tempat pengepul terus kalau surah jadi terus disetorkan ke dia (pengepul)," kata SM.
SM mengungkapkan, dalam sehari dirinya bisa membuat hingga 20 biji keset atau satu kodi. Target tersebut dia kerjakan mulai dari pagi hingga malam hari.
"Hasilnya enggak tentu sih. Ya kadang kita mengejar target aja sampai malam juga. Sehari bisa 10 biji keset. Tapi, kebanyakan lebih hampir sekodi," terang dia.
Menurut SM, untuk satu kodi keset yang dia buat dihargai Rp 65.000 hingga Rp 70.000. Uang hasil dari membuat keset itu diberikan setiap sepekan sekali.
"Kalau lembur sampai malam. Masalahnya kalau pagi sudah tidak ada kegiatan. Nganter sekolah anak. Anak kebetulan pulang sore habis asar. Habis jemput mengurus anak terus beres-beres rumah. Malam dari pada ngapain sambil dampingin anak belajar bikin keset," sambung dia.
Meski penghasilannya tak seberapa, SM tetap bersyukur. SM harus pandai mengatur keuangan selama suami di penjara.
Selain untuk kebutuhan sehari-hari di rumah, sebagian uang hasil dari menjahit dia gunakan untuk biaya sekolah anaknya di pondok pesantren (ponpes).
"Cukup enggak cukup harus dicukupin. Mau gimana lagi," ungkap SM.