Salin Artikel

Kisah SM, Banting Setir Bikin Keset Hidupi 3 Anak hingga Sempat Diminta Cerai Mertua Setelah Suami Terjerat Terorisme

KLATEN, KOMPAS.com - Peristiwa tujuh tahun silam masih membekas dipikiran SM (47), warga Kecamatan Pedan, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah.

Suaminya, S, ditangkap Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri karena kasus terorisme.

S terlibat dalam kasus bom molotov di Candi Resto Kecamatan Grogol, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, 2016 silam dan juga berafiliasi jaringan ISIS.

S divonis 3,5 tahun penjara. Selama 1,2 tahun, S ditempatkan di Rumah Tahanan (Rutan) Mako Brimob Kelapa Dua Depok.

Setelah itu, dipindahkan ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukabumi. S bebas pertengahan 2019 lalu.

SM mengaku tidak tahu jika suaminya terlibat kasus terorisme. Selama ini, yang dia ketahui bahwa suaminya sering mengikuti kajian (Islam).

Oleh sebab itu, SM pun merasa kaget ketika suaminya ditangkap Densus 88 karena terorisme.

"Awal-awalnya sih, ya kaget juga. Tapi, ya mau bagaimana lagi. Sudah dijalani saja," kata SM, kepada Kompas.com di rumahnya di wilayah Klaten, Jawa Tengah, Sabtu (28/1/2023).

Penangkapan S karena kasus terorisme membuat kehidupan SM berubah.

SM memiliki usaha barupa warung makan di rumah. Setiap hari warung miliknya selalu ramai pembeli.


Warung makan sepi

Tetapi, sejak sang suami ditangkap Densus 88 karena terorisme, warung makan menjadi sepi pembeli karena takut. SM terpaksa menutup warung makannya.

SM juga mendapat tanggapan kurang menyenangkan dari masyarakat sekitar.

Selama tiga hari pascapenangkapan suaminya, banyak warga yang menggunjing keluarganya.

"Satu hari sampai tiga hari itu kalau saya keluar rumah mereka (masyarakat) pada lihatin, pada bisik-bisik gitu. Tapi, ya sudahlah sama mah orangnya cuek," ujar dia.

Tidak hanya itu. Mertuanya juga sempat meminta SM bercerai dengan S yang sedang berada di dalam penjara.

Namun, SM tetap pada pendiriannya mempertahankan keutuhan keluarga.

"Saya bilang ke mertua. Saya menikah lagi enggak menyelesaikan masalah, malah tambah masalah. Ya sudahlah tak terima saja. Dijalani, sama nunggu Bapak e pulang (bebas)," ungkap dia.

Seiring dengan berjalannya waktu, SM membiasakan diri dengan keadaan.

SM kembali melakukan aktivitas seperti masyarakat pada umumnya.

"Sebelum Bapak diambil kan saya jualan. Akhirnya, dipending dulu tidak jualan. Masalahnya waktu itu dicoba jualan tidak ada yang berani beli," ungkap dia.

Banting setir jahit keset

Setelah menutup warungnya karena sepi, SM harus banting setir menjadi penjahit keset dari bahan perca.

Pekerjaan ini dia lakoni selama suaminya berada di dalam penjara.

"Ya sudahlah banting setir kembali ke kerjaan dari awal. Saya jahit keset dari bahan perca. Saya jahitnya di rumah. Kita beli bahan ke tempat pengepul terus kalau surah jadi terus disetorkan ke dia (pengepul)," kata SM.

SM mengungkapkan, dalam sehari dirinya bisa membuat hingga 20 biji keset atau satu kodi. Target tersebut dia kerjakan mulai dari pagi hingga malam hari.

"Hasilnya enggak tentu sih. Ya kadang kita mengejar target aja sampai malam juga. Sehari bisa 10 biji keset. Tapi, kebanyakan lebih hampir sekodi," terang dia.

Menurut SM, untuk satu kodi keset yang dia buat dihargai Rp 65.000 hingga Rp 70.000. Uang hasil dari membuat keset itu diberikan setiap sepekan sekali.

"Kalau lembur sampai malam. Masalahnya kalau pagi sudah tidak ada kegiatan. Nganter sekolah anak. Anak kebetulan pulang sore habis asar. Habis jemput mengurus anak terus beres-beres rumah. Malam dari pada ngapain sambil dampingin anak belajar bikin keset," sambung dia.

Meski penghasilannya tak seberapa, SM tetap bersyukur. SM harus pandai mengatur keuangan selama suami di penjara.

Selain untuk kebutuhan sehari-hari di rumah, sebagian uang hasil dari menjahit dia gunakan untuk biaya sekolah anaknya di pondok pesantren (ponpes).

"Cukup enggak cukup harus dicukupin. Mau gimana lagi," ungkap SM.


Tak bisa dampingi anak menikah

Meski suami dipenjara, kata SM, komunikasi terus dilakukan.

Selain melalui jaringan telepon, sesekali SM dan anaknya menjenguk secara langsung S ke lapas.

"Kalau ada kesempatan atau waktu buat telepon Bapak mesti telepon. Saya jenguk Bapak pas di Sukabumi pas mau pulang. Itu pun kalau anak nomor dua tidak minta jenguk Bapaknya, saya tidak ke sana," terang dia.

Adapun yang membuat SM sedih adalah ketika anak perempuannya menikah.

Pernikahan anak pertamanya tersebut tanpa kehadiran S karena masih menjalani hukuman di penjara.

Karena tidak bisa mendampingi pernikahan anaknya, S yang berada di penjara mengirimkan surat kuasa kepada adiknya untuk menjadi wali nikah anaknya.

Pernikahan anak pertama S juga tidak dihadiri keluarga dari pihak mempelai laki-laki.

Ketidakhadiran orangtua mempelai laki-laki tersebut karena tahu S terlibat kasus terorisme.

"Besan pas nikahan itu tidak datang. Yang datang cuma adiknya sama om-nya satu," ujar dia.

SM bersyukur suaminya S kini telah bebas dan berkumpul kembali bersama keluarga.

Dia pun berharap ada hikmah di balik peristiwa tersebut.

"Harapan saya semoga kejadian dulu jangan diulang lagi," ucap SM.

https://regional.kompas.com/read/2023/02/01/084725178/kisah-sm-banting-setir-bikin-keset-hidupi-3-anak-hingga-sempat-diminta

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke