“Kami telah melarang pengambilan air tanah baru untuk usaha pada zona pengambilan air tanah kritis dan rusak. Lalu mengurangi debit yang diizinkan saat perpanjangan izin air tanah di zona kritis dan rusak sebesar 15 persen dari debit izin sebelumnya, dan memperhatikan kondisi tata ruang khususnya daerah pesisir utara,” bebernya.
Heru mengatakan pemenuhan kebutuhan air di kawasan industri menjadi tanggung jawab pengelola kawasan industri. Sehingga penyewa atau tenan dilarang keras mengebor sumur untuk mencari air tanah sendiri.
“Pengambilan air tanah dapat dilakukan oleh pengelola kawasan industri pada lapisan akuifer tertekan dengan debit air tanah tidak melebihi potensi yang ada,” jelasnya.
Meski begitu diakui beberapa pihak pernah melanggar batasan itu. Pihaknya sesekali mengeluarkan teguran untuk menertibkan kembali.
Dijelaskan penggambilan air tanah oleh warga atau non-usaha hanya boleh dilakukan pada akuifer bebas atau air dangkal dengan kedalaman maksimal 40 meter. Selebihnya tergolongtanah untuk kebutuhan industri.
“Sehingga pengambilan air tanah antara kebutuhan usaha dengan bukan usaha dilakukan pada lapisan berbeda. Karena warga kalau harus mengebor terlalu dalam akan kesulitan dan memakan biaya besar,” jelas Heru.
Baca juga: DPRD Minta Pemerintah Pusat Bantu Permasalahan Banjir Rob di Kota Semarang
Dia berharap Perusahaan Umum Daerah (Perumda) di kota lainnya dapat menambah SPAM dan menyediakan kebutuhan air industri tanpa mengambil air tanah yang sudah terbilang kritis.
“Di Semarang saat ini Perumda telah menyanggupi penyediaan kebutuhan air bersih dari Sungai Kaligarang, Kedungombo, dan Waduk Jatibarang, kami harap kota lainnya dapat mengikuti,” katanya.
Di samping memasang patok, pihaknya juga memiliki sumur pantau yang tersebar di banyak titik untuk monitoring kondisi air tanah di daerah tertentu.
“Untuk pengguna air tanah yang memiliki 5 sumur di area kurang dari 10 hektar atau pengambilan air tanah dengan debit lebih dari 50 liter per detik, maka kami wajibkan membangun 1 sumur pantau,” paparnya.
Kemudian pihaknya mengimbau pembangunan sumur resapan untuk memulihkan kondisi tanah yang telah diambil air muka tanahnya.
“Pengurangan pengambilan air tanah tidak dapat menghentikan land subsidence selama aktivitas manusia di atasnya masih berlangsung. Namun upaya ini bisa memperlambatnya,” pungkasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.