Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal 4 Pahlawan Nasional Asal Banten, Ada Mantan Presiden Indonesia

Kompas.com - 10/11/2022, 09:57 WIB
Rasyid Ridho,
Reni Susanti

Tim Redaksi

SERANG, KOMPAS.com - Hari Pahlawan Indonesia selalu diperingati setiap tahunnya pada 10 November. Sampai saat ini, pemerintah telah menetapkan empat pahlawan nasional yang berasal dari Provinsi Banten.

Keempatnya yakni Sultan Ageng Tirtayasa, Mr Syafrudin Prawiranegara, Brigjen KH Syam’un, dan Raden Aria Wangsakara.

Berikut jasa perjuangan keempatnya yang diperoleh Kompas.com dari Dinas Sosial Banten.

Baca juga: Hari Pahlawan: Mengenal Gedung Singa Algemeene di Surabaya

1. Sultan Ageng Tirtayasa

Sultan Ageng Tirtayasa berkuasa di Kesultanan Banten pada periode 1651-1683 setelah kakeknya meninggal dunia.

Ia kemudian diangkat sebagai sultan dengan gelar Sultan Abdul Fathi Abdul Fattah. Nama Sultan Ageng Tirtayasa berasal ketika ia mendirikan keraton baru di Dusun Tirtayasa.

Selama memimpin kesultanan Banten, ia banyak melakukan perlawanan terhadap Belanda.

Baca juga: Hari Pahlawan: Sejarah Gedung Siola di Surabaya, Jadi Toko Serba Ada Inggris Tahun 1877

Masa itu, VOC menerapkan perjanjian monopoli perdagangan yang merugikan Kesultanan Banten. Kemudian Sultan menolak perjanjian ini dan menjadikan Banten sebagai pelabuhan terbuka.

Saat itu Sultan Ageng Tirtayasa ingin mewujudkan Banten sebagai kerajaan Islam terbesar. Di bidang ekonomi, ia berusaha meningkatkan kesejahteraan rakyat dengan membuka sawah-sawah baru dan mengembangkan irigasi.

Di bidang Keagamaan, ia mengangkat Syekh Yusuf sebagai mufti kerajaan dan penasehat Sultan.

Ketika terjadi sengketa antara kedua putranya, Sultan Haji dan Pangeran Purbaya, Belanda ikut campur dengan sekutu dengan Sultan Haji untuk menyingkirkan Sultan Ageng Tirtayasa.

2. Syafruddin Prawiranegara

Mr Syafruddin Prawiranegara adalah seorang pejuang kemerdekaan, menteri, gubernur Bank Indonesia, wakil perdana menteri, dan pernah menjabat Ketua (setingkat presiden) Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI).

Ia menerima mandat dari Presiden Soekarno ketika pemerintahan Republik Indonesia yang kala itu beribukota di Yogyakarta jatuh ke tangan Belanda akibat Agresi Militer Belanda ll pada 19 Desember 1948.

la kemudian menjadi Perdana Menteri bagi kabinet tandingan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) di Sumatera Tengah tahun 1958.

Baca juga: Cerita Kapolsek Pare di Kediri Jadi Dalang Wayang Edukasi, Ajak Siswa Teladani Sifat Pahlawan

Sebelum kemerdekan, Syafruddin pernah bekerja sebagai pegawai siaran radio swasta (1939-1940), petugas Departemen Keuangan Belanda (1940-1942), serta pegawai Departemen Keuangan Jepang.

Setelah kemerdekaan Indonesia, ia menjadi anggota Badan Pekerja KNIP (1945), yang bertugas sebagai badan legislatif di Indonesia sebelum terbentuknya MPR dan DPR. KNIP diserahi kekuasaan legislatif dan ikut menetapkan garis-garis Besar Haluan Negara.

Syafruddin adalah orang yang ditugaskan Soekarno dan Hatta untuk membentuk Pemerintahan Darurat RI (PDRI), ketika Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta ditangkap Agresi Militer I, kemudian diasingkan oleh Belanda ke Pulau Bangka pada 1948.

Hatta yang telah menduga Soekarno dan dirinya bakal ditahan Belanda segera memberi mandat kepada SJafruddin untuk melanjutkan pemerintahan, agar tak terjadi kekosongan kekuasaan.

Atas usaha Pemerintah Darurat, Belanda terpaksa berunding dengan Indonesia. Perjanjian Roem-Royen mengakhiri upaya Belanda dan akhirnya Soekarno dan kawan-kawan dibebaskan dan kembali ke Yogyakarta.

Pada 13 Juli 1949 diadakan sidang antara PDRI dengan Presiden Soekarno, Wakil Presiden Hatta, serta sejumlah menteri kedua kabinet.

Serah terima pengembalian mandat dari PDRI secara resmi terjadi pada 14 Juli 1949 di Jakarta.

3. Brigjen KH Syam’un

KH Syam’un bin H Alwiyan adalah pendiri Perguruan Tinggi lslam ‘ Al-Khairiyah Citangkil, Desa Wanasari Kecamatan Pulo Merak, Kota cilegon, Banten. Perguruan tersebut didirikan dalam dua tahap.

Bermula dengan sistem Pesantren (tradisional) dan dikembangkan tahap kedua dengan sistem madrasah (klasikal) Brigjen KH Syam’un merupakan putra pasangan taat beragama H Hajar dan H Aiwiyan.

KH Syam’un masih keturunan KH Wasid, tokoh "Geger Cilegon" 1888 (Perjuangan melawan Pemerintah Kolonial Belanda). Sejak masih anak-anak Brigjen KH Syam’un mendapat pendidikan pesantren.

Baca juga: Bertemu Bobby Nasution, Veteran Minta Kantor LVRI yang Rusak Direnovasi

Pada usia 4 tahun sudah dikirim orangtuanya menimba ilmu agama di pesantren Delingseng, selama dua tahun (1898-1900). Ki Syam'un yang masih usia balita belajar di bawah asuhan KH Sa’i, dilanjutkan ke Pesantren Kamasan (1901-1904) dibawah asuhan KH Jasim.

Pada umur 11 tahun (seusia murid sekolah dasar kelas 5) ia melanjutkan studi ke Mekah (1905-1910) berguru di masjid Al-Haram tempat ahli-ahli keislaman terbaik di dunia berkumpul membagi ilmu.

Pendidikan akademiknya dilalui di Al-Azhar University Cairo Mesir dari 1910-1915.

Saat kembali ke Indonesia, Syam'un justru bergabung dengan PETA yang notabene adalah gerakan pemuda bentukan Jepang.

Bagi orang yang tidak mengerti ia mungkin dianggap plin-plan. Padahal, bergabungnya ia dengan PETA merupakan strategi untuk mempersiapkan perlawanan ke Jepang.

Dalam PETA, jabatan KH Syam’un adalah Dai Dan Tyo yang membawahi seluruh Dai Dan I PETA dengan wilayah kekuasaannya meliputi Serang, yang pada akhirnya pindah ke Labuan.

Selama menjadi Sai Dan Tyo, KH Syam’un sering mengajak anak buahnya untuk memberontak dan mengambil alih kekuasaan Jepang.

Maksud tersebut ia utarakan kepada Pemimpin Dai Dan Tyo M KH Oyong Ternaya dan Dai Dan Tyo IV Uding Surya Atmadja untuk mengumpulkan kekuatan.

Keterlibatan KH Syam’un dalam dunia militer mengantarkan KH Syam’un menjadi pimpinan Brigade l Tirtayasa Badan Keamanan Rakyat (BKR) yang berubah menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dan berganti menjadi TNI Divisi Siliwangi.

Dengan pangkat terakhir BrigadirJendral (Brigjen), Karir KH Syam'un di ketentaraan terbilang gemilang hingga diangkat menjadi Bupati Serang periode 1945-1949.

Di sela jabatannya sebagai Bupati Serang sekitar tahun 1948, KH Syam’un masih mengurus pesantren.

Pada tahun yang sama, meletus Agresi Militer Belanda II yang mengharuskan KH Syam’un bergerilya dari Gunung Karang Kabupaten Pandeglang hingga ke Kampung Kamasan Kecamatan Cinangka, Kabupaten Serang. Daerah ini menjadi tempat tinggal salah satu gurunya, KH Jasim.

Di kampung itu, KH Syam’un meninggal pada 1949 karena sakit saat memimpin gerilya dari hutan sekitar Kamasan.

4. Raden Aria Wangsakara

Presiden Joko Widodo berbincang dengan Wakil Presiden Ma?ruf Amin di depan lukisan Raden Aria Wangsakara, Pahlawan Nasional dari Banten yang dianugerahkan pada Rabu (10/11/2021). 
BPMI Setpres/Rusman Presiden Joko Widodo berbincang dengan Wakil Presiden Ma?ruf Amin di depan lukisan Raden Aria Wangsakara, Pahlawan Nasional dari Banten yang dianugerahkan pada Rabu (10/11/2021).

Dalam sejumlah literatur yang bercerita tentang Babad Tangerang dan Babad Banten disebutkan, Wangsakara merupakan keturunan Raja Sumedang Larang, Sultan Syarif Abdulrohman.

Bersama dua kerabatnya, Aria Santika dan Aria Yuda Negara, Wangsakara lari ke Tangerang karena tidak setuju dengan saudara kandungnya yang malah berpihak kepada VOC.

Wangsakara yang kemudian memilih menetap di tepian Sungai Cisadane diberi kepercayaan oleh Sultan Maulana Yusuf, pemimpin Kesultanan Banten kala itu, untuk menjaga wilayah yang kini dikenal sebagai Tangerang, khususnya wilayah Lengkong, dari pendudukan VOC.

Sehari-hari, Wangsakara yang juga pernah didapuk sebagai penasihat Kerajaan Mataram menyebarkan ajaran Islam.

Namun, aktivitas Wangsakara menyebarkan ajaran Islam mulai tercium oleh VOC tahun 1652-1653.

Karena dianggap membahayakan kekuasaan, VOC mendirikan benteng di sebelah timur Sungai Cisadane, persis berseberangan dengan wilayah kekuasaan Wangsakara.

VOC pun sampai memprovokasi dan menakuti warga Lengkong Kyai dengan mengarahkan tembakan meriam ke wilayah kekuasaan Wangsakara.

Provokasi itulah yang kemudian memicu pertempuran antara penjajah dan rakyat Tangerang.

Kegigihan rakyat di bawah kepemimpinan Raden Aria Wangsakara yang melakukan pertempuran selama tujuh bulan berturut-turut itupun membuahkan hasil.

VOC gagal merebut wilayah Lengkong yang berhasil dipertahankan oleh Wangsakara dan para pengikutnya.

Wangsakara sendiri gugur pada tahun 1720 di Ciledug dan dimakamkan di Lengkong Kyai, Kabupaten Tangerang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Ayah di Manggarai Timur Diduga Cabuli Anak Kandung sampai Melahirkan

Ayah di Manggarai Timur Diduga Cabuli Anak Kandung sampai Melahirkan

Regional
Daftar ke 4 Parpol, Pj Walkot Bodewin Siap Bertarung di Pilkada Ambon

Daftar ke 4 Parpol, Pj Walkot Bodewin Siap Bertarung di Pilkada Ambon

Regional
Culik Warga, Anggota Geng Motor di Lhokseumawe Ditangkap

Culik Warga, Anggota Geng Motor di Lhokseumawe Ditangkap

Regional
Buruh Demak Terbagi 2, Ikut Aksi di Semarang atau Jalan Sehat Bersama Pemerintah

Buruh Demak Terbagi 2, Ikut Aksi di Semarang atau Jalan Sehat Bersama Pemerintah

Regional
Selingkuh Dengan Teman Kantor, Honorer di Bangka Barat Dipecat

Selingkuh Dengan Teman Kantor, Honorer di Bangka Barat Dipecat

Regional
Pilkada Banten 2024, Airin Rachmi Diany Berharap Restu Megawati dan Cak Imin

Pilkada Banten 2024, Airin Rachmi Diany Berharap Restu Megawati dan Cak Imin

Regional
Mengenang Mei 1923, Saat Mogok Buruh Lumpuhkan Transportasi Semarang

Mengenang Mei 1923, Saat Mogok Buruh Lumpuhkan Transportasi Semarang

Regional
Curhat Lewat Buku Harian, Remaja di Jember Diperkosa Pamannya Sebanyak 10 Kali

Curhat Lewat Buku Harian, Remaja di Jember Diperkosa Pamannya Sebanyak 10 Kali

Regional
Jalur Aceh-Sumut Diterjang Longsor, Polisi Berlakukan Sistem Buka-Tutup

Jalur Aceh-Sumut Diterjang Longsor, Polisi Berlakukan Sistem Buka-Tutup

Regional
17 Sapi di Aceh Mati Disambar Petir

17 Sapi di Aceh Mati Disambar Petir

Regional
Modus Penipu Jasa Foto Pernikahan di Lamongan, Minta Transfer Uang tapi Tidak Datang

Modus Penipu Jasa Foto Pernikahan di Lamongan, Minta Transfer Uang tapi Tidak Datang

Regional
Ada Buruh di Demak yang Terpaksa Bekerja Saat Peringatan Hari Buruh

Ada Buruh di Demak yang Terpaksa Bekerja Saat Peringatan Hari Buruh

Regional
Heboh Hoaks Perampokan Klinik di Padang, Polisi Dituduh Aniaya Pelaku

Heboh Hoaks Perampokan Klinik di Padang, Polisi Dituduh Aniaya Pelaku

Regional
Jelang Pilkada Kota Bandung, Saatnya Aktivis Pramuka Pimpin Kota Bandung

Jelang Pilkada Kota Bandung, Saatnya Aktivis Pramuka Pimpin Kota Bandung

Regional
Gelar Aksi 'May Day', Buruh di Brebes Keluhkan Besaran Gaji sampai Lampu Jalan

Gelar Aksi "May Day", Buruh di Brebes Keluhkan Besaran Gaji sampai Lampu Jalan

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com