Mereka yang saya sebut ini, begitu intens melakukan gebrakan-gebrakan di daerahnya sehingga berdampak pada kemajuan daerah serta kesejahteraan warganya.
Sementara untuk Konawe Selatan saya begitu alpa mendengar kemajuan yang didapat kabupaten ini.
Dengan potensinya yang besar, baik dari sektor pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, pertambangan dan pariwisata seharusnya Konawe Selatan bisa lebih dihela kemajuannya.
Konawe Selatan yang memiliki luas 5.779,47 menjadi kabupaten “baru” hasil pemekaran dari Konawe induk 19 tahun silam.
Menjadi tujuan ideal saat pemekaran, tentunya Konawe Selatan ingin lebih maju, berkembang dan membawa kemakmuran bagi warganya. Namun kenyataan di lapangan dan yang dirasakan warga, jauh panggang dari apinya.
Seperti gambaran “umum” daerah-daerah yang dimekarkan di tanah air, Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Konawe Selatan lebih banyak dihabiskan untuk gaji pegawai dan pengeluaran rutin belaka.
Dari pengalaman bersama para kepala daerah “muda” yang saya sebut di atas dan menjadi sahabat diskusi saya, memimpin kabupaten tidak ubahnya mengendalikan sebuah perusahaan.
Mindset berpikir sahabat-sahabat saya di atas cukup sederhana, yakni bagaimana arah pembangunan ditujukan untuk pemberdayaan warga, mengoptimalkan peran aparatur sipil negara, menaikkan PAD denga memperhatikan potensi daerah serta membuka “koneksi” dengan pihak swasta.
Dari Trenggalek Meroket yang digagas Bupati Trenggalek Gus Ipin saya bisa mencerna, warga bisa diajak bergerak maju jika diberi contoh nyata oleh para pemimpin lokal dan tokoh masyarakat.
Pengembangan koperasi simpan pinjam di Trenggalek begitu mendapat dukungan warga karena warga merasakan manfaatnya.
Dari Tapanuli Tengah, saya menaruh harapan yang besar akan kegigihan Bupati Ahmad Sibarani yang begitu besar minatnya untuk pengembangan pariwisata.
Bagi Ahmad Sibarani, pengembangan pariwisata dengan melibatkan peran serta warga sangat efektif untuk menumbuhkan perekonomian warga dan menambah PAD.
Dari Landak, saya begitu kagum dengan kegigihan Karolin Margret Natasha yang peduli dengan pengembangan sektor pertanian untuk menekan angka kemiskinan di daerahnya.
Ibu kota Landak yang berada di Kota Ngabang dikukuhkan Karolin sebagai episentrum kemajuan ekonomi di kabupatennya. Saya melihat Ngabang pada 2017 dengan Ngabang di 2021 begitu kontras berbeda.
Sementara dari Kotabaru, pulau yang terpisah dari daratan Pulau Kalimantan di bagian selatan saya menyimak keterisolasian daerah tidak membuat kabupaten ini stagnan.
Justru sektor pariwisata dan pertambangan terus dihela untuk mendukung kemajuan daerah yang dikenal dengan Gunung Bamega-nya itu.
Ngawi pun tidak kalah “kerennya” ketika Onny Anwar mulai membesut daerahnya. Kabupaten Ngawi yang bertumpu dari sektor pertanian karena memang menjadi salah satu lumbung padi di Jawa Timur, tidak melupakan juga pengembangan sektor pariwisatanya. Kemajuan Ngawi menjadi salah satu kabupaten ikonik di Jawa Timur.
Sementara untuk Banyuwangi, tidak ada kalimat lain yang bisa terucap untuk kekaguman dari aneka terobosan inovatif yang dilakukan Bupati Ipuk yang melanjutkan estafet kepemimpinan dari Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Abdullah Azwar Anas.
Banyuwangi adalah “jagoan” dari semua kabupaten karena kecerdasasan pemimpin dan aparaturnya.