Baik Dora maupun Sembada kemudian beradu mulut dan bersikeras menjelaskan apa yang telah diperintahkan Aji Saka.
Hal itu membuat perselisihan tidak terhindarkan, dan terjadilah pertarungan antara dua pengawal setia Aji Saka.
Di tempat lain, Aji Saka yang khawatir karena Dora tidak kunjung kebali akhirnya memutuskan untuk menyusul ke Pegunungan Kendeng.
Sampai di tempat yang dituju, Aji Saka sungguh terkejut melihat dua pengawal setianya telah tewas setelah saling beradu kesaktian.
Aji Saka lantas teringat pesannya pada Sembada yang menjadi awal mula tragedi berdarah ini, yang membuatnya merasa bersalah.
Karena rasa sedih sekaligus haru melihat kesetiaan dua pengawalnya dalam melaksanakan perintah hingga harus beradu nyawa, Aji Saka lalu memberikan penghormatannya.
Aji Saka menuliskan beberapa baris puisi di atas sebuah batu yang berbunyi:
Ha Na Ca Ra Ka = ono wong loro (ada dua orang)
Da Ta Sa Wa La = podho kerengan (mereka berdua berkelahi)
Pa Dha Ja Ya Nya = podho joyone (sama-sama kuatny )
Ma Ga Ba Tha Nga = mergo dadi bathang lorone (maka dari itu jadilah bangkai semuanya / keduanya mati karena sama kuatnya)
Deret aksara yang menjadi tanda penghormatan Aji Saka kepada Dora dan Sembada inilah yang kemudian dikenal sebagai aksara Jawa.
Sumber:
kompas.com
jateng.tribunnews.com
Buku:
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.